ISTANBUL, KOMPAS Suasana hiruk-pikuk menjelang pemilu, Kamis (21/6/2018), sangat dirasakan di Istanbul, kota terbesar di Turki, yang berpenduduk sekitar 15 juta jiwa. Dalam situasi itu, orang terkuat di Turki sekarang, Presiden Recep Tayyip Erdogan, dan partai penguasa, Partai Keadilan dan Pembangunan, masih harus bekerja keras karena diperkirakan posisi Erdogan dan AKP rentan menjelang pelaksanaan pemungutan suara pada Minggu (24/6).
Gambar Erdogan dalam berbagai ukuran mendominasi di sejumlah wilayah di Istanbul. Relawan Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) bekerja ekstra keras guna menjaring lebih banyak simpati pemilih di kota tersebut.
Pengamat politik Turki, Metin Turan, kepada Kompas di Istanbul, memperkirakan, sangat sulit bagi AKP untuk kembali meraih suara mayoritas mutlak seperti dalam pemilu parlemen, November 2015. Selain itu, tak mudah bagi Erdogan untuk meraih suara lebih dari 50 persen atau langsung memenangi putaran pertama pemilihan presiden.
Sangat sulit bagi AKP untuk kembali meraih suara mayoritas mutlak seperti dalam pemilu parlemen.
Posisi Erdogan dan AKP, khususnya di Istanbul, saat ini dinilai merupakan yang paling tidak aman sejak partai itu memenangi pemilu pada 2002.
Pada 24 Juni, Turki akan mengadakan pilpres dan pemilu parlemen bersamaan. Pelaksanaan pemilu serentak ini sesuai amendemen pada April 2017, yang mengubah sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial. Setelah pemilu 24 Juni, Presiden Turki yang semula simbolis akan sepenuhnya memegang kekuasaan eksekutif.
Ada dua koalisi besar dalam pilpres dan pemilu parlemen di Turki. Pertama, koalisi kerakyatan yang berintikan tiga partai politik, yakni AKP, Partai Gerakan Nasionalis (MHP) yang beraliran ultra-kanan nasionalis sekuler, dan Partai Persatuan Besar (BBP) yang berhaluan ultra-kanan. Kedua, koalisi keumatan yang meliputi Partai Rakyat Republik (CHP) yang beraliran sosial demokrat, Partai IYI (Kebaikan) dengan haluan liberal konservatif, Partai Saadet (SP) yang beraliran ultra-kanan, serta Partai Demokrat (DP) dengan haluan kanan-tengah.
Pertarungan sengit di Istanbul
Sudah menjadi tradisi politik di Turki, kota Istanbul menjadi ajang pertarungan sengit di antara partai-partai. Bagi calon presiden dan partai, Istanbul sangat penting serta strategis sebagai lumbung suara terbesar.
Di kota yang terkenal dengan Selat Bosphorus yang memisahkan Benua Asia dan Eropa itu terdapat 10,6 juta penduduk yang memiliki hak suara, atau sekitar 18 persen dari 59,4 juta rakyat Turki yang berhak memilih. Kemenangan di Istanbul sangat membantu capres dan partai untuk memenangi pemilu.
Kemenangan di Istanbul sangat membantu capres dan partai untuk memenangi pemilu.
Khusus di Istanbul, dalam amendemen konstitusi April 2017 ada 51,35 persen suara yang menolak usulan perubahan undang-undang dasar yang diajukan oleh kubu Erdogan. Erdogan dan AKP saat itu sangat terkejut dengan hasil referendum di Istanbul karena selama ini kota tersebut dikenal sebagai basis AKP. Erdogan pernah menjabat sebagai gubernur Istanbul pada 1990-an dan sangat populer di kota ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan kubu Erdogan kini cukup cemas akan menderita kekalahan di Istanbul dalam pilpres ataupun pemilu parlemen.
Hasil jajak pendapat yang dilakukan Metropol yang berbasis di Ankara menunjukkan, secara nasional Erdogan meraih 45 persen suara dalam pilpres, sementara ada 9 persen suara yang belum menentukan sikap.
Lembaga Metropol juga melaporkan, Koalisi Kerakyatan akan meraih 46 persen suara, sementara Koalisi Keumatan memperoleh 33 persen. Partai Kurdi dari Partai Rakyat Demokratik (HDP) mendapat 10 persen suara dan 7 persen suara belum menentukan sikap.
Adapun lembaga jajak pendapat yang dekat dengan pemerintah melaporkan, Erdogan akan meraih 52-55 persen suara. Dengan kata lain, Erdogan diramalkan memenangi pilpres dalam satu putaran karena mendapat lebih dari 50 persen suara.
Lembaga Metropol juga melaporkan, Koalisi Kerakyatan akan meraih 46 persen suara, sementara Koalisi Keumatan memperoleh 33 persen.
Di sisi lain, lembaga jajak pendapat yang dekat dengan oposisi menyebutkan, Erdogan memperoleh 43-48 persen suara atau kurang dari 50 persen. Oleh karena itu, pilpres akan berlangsung dua putaran.
Pada Pilpres 2014, Erdogan yang didukung AKP tanpa berkoalisi dengan partai lain meraih 51,79 persen suara. Lawannya dari MHP, Ekmeleddin Ihsanoglu, mendulang 38,44 persen.
Erdogan dan AKP kini mewaspadai capres dari CHP, Muharrem Ince, dan capres dari IYI, Meral Aksener. Ince dikenal memiliki kemampuan orator yang luar biasa seperti Erdogan. Adapun Aksener dikenal sebagai perempuan besi dan mempunyai kemampuan orator yang mengagumkan.