Alat Tidak Bisa Mendeteksi
SAMOSIR, KOMPAS Tim SAR gabungan masih kesulitan melakukan pencarian bangkai Kapal Motor Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba meskipun sudah menggunakan alat pendeteksi benda di bawah air multibeam side-scan sonar, Jumat (22/6/2018). Pencarian pada hari kelima tersebut belum membuahkan hasil.
”Kedalaman Danau Toba di sekitar lokasi kecelakaan ternyata lebih dari 600 meter. Alat yang kami gunakan ini tidak bisa mendeteksi benda jika kedalaman air sudah lebih dari 600 meter,” kata Kepala Badan SAR Nasional Muhammad Syaugi di Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Syaugi mengatakan, berdasarkan peta, kedalaman Danau Toba di sekitar lokasi tenggelamnya kapal hanya sekitar 550 meter. Karena itu, mereka pun mendatangkan multibeam side-scan sonar yang mempunyai kemampuan mendeteksi benda hingga ke kedalaman 600 meter. Alat itu didatangkan dari Pusat Oseanografi TNI AL, Jakarta, dan tiba di Tigaras pada Kamis malam.
Alat pendeteksi itu pun mulai dirangkai di atas kapal kayu sejak Jumat pagi. Petugas menyusun peralatan di dek dan di sisi kapal. Di dalam dek ada sebuah layar komputer yang menunjukkan keberadaan benda-benda yang ada di dalam air. Kapal itu lalu bergerak pelan ke sekitar lokasi tenggelamnya kapal. Pengoperasian alat pendeteksi tersebut langsung dipimpin Syaugi.
Syaugi mengatakan, multibeam side-scan sonar awalnya bekerja cukup baik di kedalaman kurang dari 600 meter. Namun, saat mendekati lokasi tenggelamnnya kapal, alat tidak bisa bekerja lagi. ”Ini artinya kedalamannya lebih dari 600 meter,” katanya.
Alat diganti
Syaugi mengatakan, pada pencarian selanjutnya mereka akan menggunakan multibeam echosounder yang punya kemampuan mendeteksi benda hingga kedalaman 2.000 meter. Alat tersebut telah dibongkar dari kapal Basarnas di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, dan dalam perjalanan menuju Tigaras. Alat itu diperkirakan akan tiba di Tigaras pada Jumat malam dan dapat digunakan pada Sabtu.
Pencarian bangkai KM Sinar Bangun dinilai penting karena sebagian besar jenazah korban diduga terjebak di dalam kapal. Hingga Jumat malam, jumlah korban hilang berdasarkan laporan warga mencapai 184 orang. Korban yang ditemukan selamat 19 orang dan yang ditemukan meninggal tiga orang.
Menurut Kepala Kantor SAR Medan Budiawan, pencarian di bawah air juga dilakukan dengan remotely operated vehicles (ROV). Alat ini melakukan pencarian dengan kamera hingga kedalaman maksimal 200 meter. Sementara pencarian oleh penyelam dihentikan sementara karena hanya bisa sampai kedalaman 50 meter. Jarak pandang juga hanya sekitar dua meter sehingga tidak bisa melakukan pengamatan visual.
Selain pencarian di dalam air, tim SAR gabungan juga masih terus melakukan penyisiran di permukaan air. Wilayah penyisiran diperluas dari sebelumnya 5-10 kilometer menjadi 10-20 kilometer dari lokasi tenggelamnya kapal.
Pencarian di permukaan air dilakukan dengan perahu karet dan kapal kecil. Tim SAR gabungan duduk di sisi kapal lalu melakukan pengamatan visual dengan teropong atau dengan mata telanjang. Pencarian berfokus menyisir tepi danau untuk mencari jenazah korban yang terdampar ke tepi.
Dibantu warga
Selain tim SAR gabungan, para relawan yang terdiri atas warga juga antusias ikut mencari. Relawan warga menggunakan kapal kayu menyisir perairan Toba. Warga mulai berdatangan ke Pelabuhan Simanindo sejak pukul 08.00. Sekitar enam kapal beroperasi mencari korban. Masing-masing kapal berisi maksimal 40 orang.
Manalu (48), warga Simanindo, yang ambil bagian menjadi relawan, mengatakan, aksi warga sebagai bentuk kepedulian sesama. ”Kami sangat bersedih dengan kejadian ini. Kami tak mau cuma diam. Karena itu, secara swadaya kami berinisiatif berangkat ke danau,” ujarnya.
Kapal warga juga mencoba mencari bangkai kapal dengan menurunkan jangkar bertali sepanjang 600 meter ke dasar danau. Setelah itu, kapal lalu melaju, dengan harapan bisa menemukan titik lokasi bangkai KM Sinar Bangun. Sebab, diduga sejumlah korban tertahan di sekitar kapal yang tenggelam. Namun, hingga pukul 17.00 saat semua kapal pencari bersandar, belum ada korban lagi yang ditemukan.
JB Sagala, Sekretaris Daerah Kabupaten Samosir, mengatakan, pencarian korban masih jadi fokus. Hal serupa dikatakan Bupati Simalungun JR Saragih. Pada masa tanggap darurat selama tujuh hari, pihaknya masih fokus melakukan pencarian dan pertolongan. Setelah itu, pihaknya baru akan melakukan penataan pelayaran di Danau Toba, khususnya untuk meningkatkan aspek keselamatan.
Bentuk tim
Di Jakarta, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan sedang membentuk tim ad hoc untuk mengkaji bagaimana pengawasan keselamatan pelayaran Danau Toba. Tim akan berdiskusi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi berdasarkan hasil investigasi untuk menentukan langkah jangka pendek dan menengah.
”Apakah pengawasan dan operasional tetap dilakukan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat atau seperti di Kali Adem yang dioperasikan DKI Jakarta, tetapi pengawasannya oleh pusat,” kata Budi Karya.
Pengkajian dan pengawasan akan difokuskan pada manifes penumpang, surat izin berlayar, dan ketersediaan alat-alat keselamatan. ”Kami juga akan melihat rancang bangun kapal, apakah sudah benar atau bagaimana. Kami akan tentukan kelembagaannya seperti apa dan akan mempertimbangkannya bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara,” ujarnya.
Praktisi kemaritiman dari Perhimpunan Praktisi Maritim Indonesia (Pramarin), Roni Gozali, berpendapat, pada dasarnya masyarakat dan operator takut akan aturan yang ada. Namun, praktiknya penerapan aturan tidak dilakukan dengan benar dan tidak ada pengawasan ketat di lapangan. (NSA/DIT/ARN)