Kemesraan PDI-P dan PKB
Di panggung haul ke-48 Bung Karno dan kampanye calon gubernur-wakil gubernur Jawa Timur yang diusung PDI-P dan PKB, elite kedua partai terlihat mesra. Kemesraan itu untuk memenangi Pilkada Jawa Timur 2018, tetapi bukan tak mungkin ini juga sinyal relasi akan berlanjut pada 2019.
”Ini saudara saya yang terkenal, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Beliau ini anak saya yang hilang, tetapi kini sudah kembali lagi,” kata Ketua Umum PDI-P yang juga putri dari Bung Karno, Megawati Soekarnoputri, saat mengenalkan para tokoh yang hadir dalam peringatan haul Bung Karno di Blitar, Jatim, Rabu (20/6/2018).
Mendengar hal itu, Muhaimin sontak tertawa. Begitu pula tokoh-tokoh lain dan masyarakat yang memadati area di sekitar panggung.
Sudah bukan rahasia, Muhaimin selama ini getol memublikasikan diri sebagai calon wakil presiden Joko Widodo untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Ia pun mendeklarasikan JOIN, singkatan dari Jokowi-Muhaimin sekalipun partai pengusung Jokowi lain, termasuk PDI-P, belum tampak akan menyetujui pasangan itu.
Tak jarang sejumlah elite PKB menyatakan PKB mempertimbangkan untuk berkoalisi dengan partai lain jika JOIN tak disetujui. Terlebih Muhaimin membuka komunikasi dengan partai lain, seperti Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dengan pernyataan Megawati itu, tidak salah jika kemudian muncul penafsiran, PKB telah mengurungkan niatnya dan kembali akan bergabung bersama PDI-P pada 2019.
Terlebih sepanjang peringatan haul selama 2 jam itu, Muhaimin tampak ceria. Beberapa kali dia berinteraksi dengan Megawati, tersenyum dan tertawa bersama. Pada pengujung acara, saat Megawati memberikan bingkisan kepada Muhaimin sebagai ungkapan terima kasih telah hadir di acara haul, Muhaimin tanpa ragu membungkuk dan mencium tangan Megawati.
Keakraban itu pun sudah ditunjukkan Megawati dan Muhaimin sejak ziarah bersama di makam Bung Karno sebelum acara haul digelar. Tak hanya keduanya, jajaran elite kedua partai dan menteri Kabinet Kerja dari kedua partai pun akrab.
Kedua partai tak pelak kian larut dalam kemesraan saat Megawati dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj, dalam pidatonya di peringatan haul, memaparkan sejarah hubungan warga nahdliyin atau NU dan Soekarnois. Hubungan itu dirintis Bung Karno bersama para tokoh NU, seperti KH Hasyim Ashari, KH Abdul Wahab Hasbullah, dan KH Wahid Hasyim, pada masa perjuangan kemerdekaan.
Relasi ini tetap terjalin sekalipun setelah Bung Karno wafat. Ini di antaranya tampak ketika warga nahdliyin bersama kaum Soekarnois tetap memperingati haul Bung Karno setiap tahun.
Masih kokohnya relasi tersebut juga ditunjukkan dari bersatunya PDI-P dan PKB di Pilkada Jatim dengan mengusung Saifullah Saifullah, selain kader PKB, adalah cicit dari tokoh dan ulama NU, KH Bisri Syansuri, sedangkan Puti, cucu Bung Karno.
Said Aqil Siroj pun mengingatkan pentingnya relasi NU dan Soekarnois tetap dirawat. Ini sebagai solusi mengatasi masalah bangsa yang kian kompleks. ”Kalangan nasionalis dan santri harus bergandengan, tidak bisa sendiri-sendiri,” katanya.
Pascahaul, keakraban PDI-P dan PKB, khususnya Megawati dan Muhaimin, kembali terlihat pada hari berikutnya, Kamis (21/6/2018), dalam acara kampanye akbar Saifullah-Puti di Madiun.
Namun, akankah keakraban ini berlanjut di Pilpres 2019? Betulkah pernyataan Megawati terkait kembalinya si anak hilang menunjukkan PKB akan bersama lagi dengan PDI-P pada 2019?
2019
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto belum bisa memberikan kepastian. ”Kedekatan (kedua partai dan Megawati-Muhaimin) sangat baik. Lagi pula Muhaimin kan dititipkan Gus Dur (presiden ke-4 RI) kepada Megawati,” ujarnya.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Ahmad Basarah menyampaikan harapannya. ”Hari ini (pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla), kami sudah bersama, dan insya Allah pada 2019 akan bersama-sama lagi,” katanya.
Hal senada disampaikan Muhaimin. ”Kalau di Jawa Timur kami satu, di level nasional semoga tetap satu,” ujarnya.
Muhaimin sepertinya tetap berkeras menginginkan agar JOIN bisa terealisasi. ”Kan sudah JOIN. JOIN itu kan Jokowi-Muhaimin,” ujarnya.
Namun, mengenai tuntutan Muhaimin ini, Basarah berpikir positif bahwa tuntutan itu tidak bersifat absolut. ”Saya yakin pada akhirnya Cak Imin (panggilan untuk Muhaimin) akan meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri,” katanya.
Terlepas dari apa pun keputusan Cak Imin dan PKB kelak, pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Kacung Maridjan, melihat penokohan Cak Imin oleh Cak Imin dan PKB, dengan terus-menerus mengampanyekan sebagai cawapres di 2019, telah berhasil. Ini terutama menjadi modal penting bagi PKB dalam menghadapi Pemilu Legislatif 2019.
”Sebab, jika melihat hasil survei sejumlah lembaga, strategi penokohan Cak Imin itu membuat elektabilitas PKB terus meningkat mengiringi kian populernya Cak Imin,” katanya.
Jika melihat hasil survei sejumlah lembaga, strategi penokohan Cak Imin itu membuat elektabilitas PKB terus meningkat mengiringi kian populernya Cak Imin
Bahkan, berdasarkan hasil survei tersebut, elektabilitas PKB tidak seperti partai menengah-kecil lainnya yang masih harus berjuang agar bisa lolos dari ambang batas parlemen.
Fakta ini praktis membuat PKB kini seperti gadis manis. Partai-partai pengusung Jokowi tentunya tidak ingin PKB pindah ke lain hati. Begitu pula partai-partai lain, berkeinginan meminang PKB supaya bisa bersama-sama di Pilpres 2019.
Dengan melihat PKB yang cenderung lebih dekat dengan Jokowi keakraban yang sudah terjalin antara PKB dan PDI-P, dan aspek historis hubungan Soekarnois dan nahdliyin, sepertinya tidak mudah bagi Cak Imin membawa PKB untuk tidak bersama-sama dengan koalisi partai politik pengusung Jokowi di 2019.
”Namun, namanya politik. Ini bisa saja berubah bergantung pada kalkulasi oleh PKB terhadap opsi-opsi yang ada hingga batas akhir pendaftaran capres-cawapres nanti,” ujarnya.
Jadi, ke mana PKB akan menjatuhkan pilihannya? Tampaknya publik memang masih harus menunggunya.