Ada banyak hal yang bisa membuktikan keanekaragaman suku serta budaya Indonesia. Salah satunya melalui tarian. Dari Sabang hingga Papua, semua daerah memiliki tarian khasnya masing-masing. Setiap tarian pun memiliki makna berbeda, mulai sekadar mengungkapkan perasaan, pikiran dan pendapat, hingga mengungkapkan suatu makna mistis.
Namun, bukan itu yang ingin dimaknai 24 anak dari SMA Al Izhar, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Berangkat dari sekadar ingin tahu dan ingin belajar, tarian kemudian menjadi upaya diplomasi budaya untuk menunjukkan ke seluruh dunia tentang indahnya bangsa Indonesia.
Marsha Nayla (17) mengaku gugup. Lebih kurang sepekan lagi, ia bersama 23 temannya akan mewakili Indonesia dalam ajang festival budaya antarbangsa Llangollen International Musical Eisteddfod. ”Ini kali pertama saya belajar menari dan langsung berkompetisi ke luar negeri,” ucapnya seusai mengikuti acara Gelar Pamit Misi Budaya di Jakarta, Sabtu (23/6/2018).
Festival Llangollen International Musical Eisteddfod merupakan ajang bergengsi yang rutin setiap tahun diselenggarakan di Wales Utara, Inggris. Festival ini sudah belangsung sejak 1947 atau sekitar 71 tahun yang lalu. Tahun 2018, festival ini akan diselenggarakan pada 3-8 Juli. Diperkirakan ada sekitar 5.000 penari, penyanyi, dan pemusik dari 50 negara di seluruh dunia yang mengikuti ajang ini.
Bagi Marsha, menari saat ini lebih dari berlenggak-lenggok mengikuti irama musik. Dari menari, ia bisa mengetahui banyak budaya di Indonesia. Ada roh di setiap tarian. Begitu ungkap Marsha.
Ia menjelaskan makna dari tari ”Muda-mudi Papua”, misalnya. ”Tarian ini merupakan tarian rakyat yang menggambarkan persahabatan di kalangan remaja laki-laki dan perempuan. Jika dilihat, tarian ini mungkin sangat sederhana, tetapi ketika digerakkan bersama ada semacam roh yang menyatukan kami,” katanya.
Lain hal dengan Amadeo Gibran (17). Siswa yang baru saja naik kelas 9 SMA ini mengaku sudah dari awal ingin serius belajar menari agar bisa mengenalkan berbagai tarian Indonesia ke kancah dunia. ”Tarian Indonesia itu sangat indah. Banyak yang bisa dipelajari dan dimaknai. Kebetulan di sekolah ada kesempatan membawa tarian ke luar negeri, kenapa tidak dicoba?” kata Gibran.
Sebelumnya, SMA Al Izhar juga pernah ikut serta di ajang yang sama pada 2017. Saat itu, sekolah ini berhasil mendapat juara 2 dalam kategori dancing in the street. Pada tahun ini, ada empat tarian yang akan dibawakan, yaitu tari ”Muda-mudi Papua” dari Papua, ”Nagekeo Bangkit” dari Nusa Tenggara Timur, ”Mirah” dari Betawi, dan ”Kipah” dari Aceh (Sumatera Utara).
Mira Arismunadar, koreografer kelompok tari SMA Al Izhar yang juga pengasuh Sanggar Seni Gema Cita Nusantara (GCN) menyampaikan kebanggaannya kepada semua anak yang akan mewakili Indonesia dalam festival di Wales tersebut. ”Mereka ini semua belajar dari tidak tahu sama sekali. Namun, karena mereka gigih dan mau disiplin, akhirnya bisa memberikan yang terbaik,” katanya.
Ia menyatakan, latihan yang dilakukan lebih kurang selama enam bulan. Dari kurun waktu itu, para siswa berlatih hingga lebih dari 50 kali. Tidak hanya berlatih terkait gerakan, siswa juga belajar mengenai sejarah dari tarian-tarian yang dilakukan.
Mira berpendapat, tarian Indonesia merupakan salah satu kebanggaan yang layak dikompetisikan secara global. ”Orang pertama kali melihat hanya dari pakaian yang dikenakan untuk menari saja sudah terkagum-kagum. Apalagi, pada setiap gerakannya,” ujarnya.
Menurut Arniyani Arifin, Direktur Utama Perguruan Al Izhar, selain membawa pesan persahabatan antarnegara, para siswa juga membawa misi untuk melestarikan dan menghayati budaya Indonesia.
”Kegiatan ini sesuai dengan visi sekolah kami, yaitu menanamkan nilai nasionalisme. Murid-murid sejak dini sudah dikenalkan dan ditekankan terkait rasa bangga akan bangsanya. Rasa cinta bangsa mereka ditumbuhkan melalui kekayaan budaya kita,” kata Ariyani.
Sementara, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata Guntur Sakti mengatakan, keikutsertaan para siswa di ajang internasional bisa menjadi aset dan daya tarik wisatawan untuk datang ke Indonesia. ”Dalam portofolio pariwisata kita, unsur budaya menempati porsi terbesar, yaitu 60 persen, kemudian baru karena alam dan buatan manusia,” katanya.