Pascapertemuan Singapura, Korut Hapus Peringatan Anti-imperalisme AS
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
PYONGYANG, SENIN — Pyongyang memperingati dimulainya Perang Korea pada Senin (25/6/2018). Menariknya, kebiasaan adanya seruan anti-imperialisme Amerika Serikat ditiadakan. Pertemuan puncak antara Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Singapura, 12 Juni lalu, dinilai menjadi alasan peniadaan itu.
Perang Korea dimulai pada 25 Juni 1950 ketika Korut melancarkan invasi besar-besaran ke selatan hingga mencapai kota Seoul tiga hari kemudian. Namun, Pyongyang telah lama menuduh AS memprovokasi Perang Korea sebagai bagian dari rencana untuk mewujudkan dominasi global dan menyalahkan AS atas terbelahnya Semenanjung Korea, yang adalah bagian dari kesepakatan antara Moskwa dan Washington pada hari-hari akhir Perang Dunia II.
Media resmi yang dikontrol ketat Pemerintah Korut biasanya dikemas dengan aneka slogan anti-Amerika pada 25 Juni. Namun, peringatan pada tahun 2018 ini terbukti sebagai pengecualian. ”Setiap tahun, pada hari ini, tentara dan warga kami mendayung perahu kenangan, penuh keyakinan, dan tekad untuk membela bangsa,” demikian bunyi penggalan laporan media Rodong Sinmun, media Korut yang dikelola negara. ”Apa yang lebih mengejutkan dunia adalah... solidaritas rakyat kita untuk memusnahkan musuh.”
Tidak ada identifikasi dari kata musuh dalam seruan itu kali ini. Hal itu kontras dengan laporan atas peringatan serupa tahun lalu. Kala itu, laporan Rodong Sinmun dipenuhi dengan kritik warna-warni terkait ”imperialisme AS”. Amerika antara lain disalahkan dan dinilai sebagai penyebab pembantaian warga Korut dengan cara yang paling brutal dan biadab.
Peringatan tahun ini memang berlangsung kurang dari dua pekan setelah Kim Jong Un dan Trump bertemu di Singapura. Pertemuan mereka sangat bersejarah karena untuk pertama kali Presiden AS yang masih menjabat bertemu dengan pemimpin Korut.
Tidak ada identifikasi dari kata musuh dalam seruan itu kali ini. Hal itu kontras dengan laporan atas peringatan serupa pada tahun lalu.
Propaganda anti-AS juga hilang dari jalan-jalan Pyongyang tahun ini. Tidak ada gambar peluncuran rudal dan formasi militer di sebuah tempat terkemuka di luar stasiun kereta kota. Tampilan industri dan pertanian yang justru tersaji di sana.
Para analis menilai wajah peringatan Perang Korea yang berbeda tahun ini adalah bagian dari upaya rezim untuk mempertahankan momentum diplomatik. ”Anti-Amerikanisme Korut mungkin memiliki akar yang populer, tetapi apa yang kita lihat (kini) adalah apa yang diinginkan negara,” kata Peter Ward, peneliti Korut di Seoul National University. Ia menilai apa yang disajikan Pyongyang merupakan hal yang luar biasa.
Pada pembicaraan penting mereka di Singapura, Trump dan Kim Jong Un menandatangani pernyataan bersama, yakni Pyongyang berkomitmen mewujudkan denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea. Namun, hal itu tidak lepas dari kritik. Substansi pertemuan Trump-Kim Jong Un dinilai tidak tuntas karena hanya menghasilkan dokumen pendek tentang isu krusial senjata nuklir.
Peringatan kepada Jepang
Di tengah perkembangan yang relatif positif atas kondisi Semenanjung Korea pascapertemuan Singapura, Korut akan terus mengabaikan Jepang. Pengabaian akan berlanjut, menurut Pyongyang, kecuali Tokyo menghentikan permusuhan terhadap tetangganya itu, seperti latihan militer besar-besaran dan upaya untuk meningkatkan kesiapan militer.
Jepang selama ini mengincar prospek untuk pertemuan puncak dengan Kim Jong Un. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berharap mengatasi masalah warga Jepang yang diculik puluhan tahun lalu oleh otoritas Korut. Di tengah terjadinya pertemuan puncak Kim Jong Un dengan pemimpin China, Korsel, dan AS, sejauh ini belum ada pertemuan Korut dengan otoritas Jepang.
”Jika Jepang tidak mengoreksi ambisinya mengenai perdamaian dan keamanan, harus disadari bahwa Jepang akan dilewati,” demikian penegasan kantor berita Korea Utara. ”Jepang harus menghentikan latihan militer berskala besar dan menghentikan upaya peningkatan kemampuan militer yang ditujukan untuk menyerang (Korut), mengakhiri kebijakan permusuhan terhadap kami, memutuskan hubungan dengan masa lalu dan menunjukkan ketulusan terhadap perdamaian.” (AFP/REUTERS)