Kerawanan di TPS Diantisipasi
AMBON, KOMPAS Komisi Pemilu Umum Provinsi Maluku mengajak warga ikut mengawal hasil pemilihan gubernur Maluku, mulai dari tempat pemutungan suara, sejak Rabu (27/6/2018) ini. Kondisi Maluku yang banyak pulau, dinilai rawan kecurangan.
Di Maluku terdapat lebih dari 200 pulau berpenduduk, tersebar di 11 kabupaten/kota. Pada pilkada serentak kali ini, sebanyak 1.149.990 pemilih akan menentukan pilihan di 3.358 TPS, di 1.231 desa atau kelurahan.
Analisis kerawanan itu diungkapkan Ketua KPU Maluku Syamsul R Kubangun di Ambon, Selasa (26/6/2018). Syamsul becermin pada sejumlah kasus pemilu beberapa waktu lalu, saat ada pembuangan kotak suara ke laut, demi mengubah hasil suara.
Menurut Syamsul, salah satu cara mengawal hasil suara, adalah memotret perhitungan pada formulir C1 plano. Formulir itu biasanya ditempel di setiap TPS, dan diisi dengan sistem tally (manual hitungan lima-lima). Data pada formulir itu hasil perhitungan surat suara, yang pengisiannya disaksikan saksi pasangan calon dan masyarakat umum. Dari TPS, hasil suara berikut logistik lainnya direkapitulasi secara bertingkat, mulai dari kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.
Komisioner KPU Maluku La Alwi menambahkan, untuk memperkuat pengawalan hasil pemilu, perolehan suara pada masing-masing TPS akan diunggah ke dalam sistem internal KPU, paling lambat dua hari setelah pemungutan suara. Pengunggahan itu dilakukan di tingkat KPU kabupaten/kota.
Kendati demikian, lanjut La Alwi, KPU tetap berpatokan pada hasil perhitungan manual. Hasil hitung cepat lembaga survei juga bukan patokan. “Hitung cepat itu bagian dari partisipasi publik. Namun, itu bukan patokan. Kita tunggu hasil pleno resmi,” ujarnya.
Dari Pontianak, Kalimantan Barat dilaporkan, ribuan TPS di provinsi itu juga rawan pelanggaran. Kerawanan itu, misalnya dalam bentuk politik uang, dan dukungan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara terhadap pasangan tertentu.
Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kalbar, Faisal Riza mengatakan, Bawaslu telah memetakan kerawanan di 11.658 TPS di Kalbar, awal Juni lalu. “Pemetaan itu dilakukan sebagai acuan bagi Bawaslu untuk mengawasi,” kata Faisal, Selasa.
Bawaslu memetakan kerawanan berdasar sejumlah indikator, misalnya ada pemilih yang memenuhi syarat untuk memilih, tetapi tak terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT). Untuk indikator itu, tingkat kerawanan tertinggi berada di Kabupaten Landak. Di Kalbar, TPS yang rawan dari indikator itu mencapai 1.684 TPS, atau 14 persen dari total TPS Kalbar.
Indikator lain, pemilih tidak memenuhi syarat masuk DPT. Total TPS yang rawan indikator itu sebanyak 436 TPS, atau 4 persen dari total TPS. Tingkat kerawanan tertinggi di Kabupaten Sanggau.
Kerawanan lain bisa muncul dari adanya dukungan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terhadap pasangan tertentu. Ada 321 TPS yang rawan pelanggaran itu, atau 3 persen dari total TPS.
Faisal menuturkan, pemetaan kerawanan menjadi upaya guna menyediakan data untuk menyusun strategi pencegahan pelanggaran, di tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Selain itu, sebagai deteksi dini mencegah pelanggaran.
“Kami terus berpatroli ke daerah-daerah untuk mengantisipasi kemungkinan pelanggaran itu. Dari hasil patroli, bahkan ada laporan di salah satu daerah di Kalbar, ada oknum warga yang mengajak warga lainnya berbuat curang. Kami terus dalami,” ungkap Faisal.
Kepala Polda Kalbar Inspektur Jenderal Didi Haryono, mengatakan, TNI-Polri sudah mengerahkan pasukan sejak 22 Juni ke berbagai daerah. Jumlah personil Polri mencapai 4.337, plus 1.500 personil TNI.
37.716 TPS Rawan di Jateng
Bawaslu Jawa Tengah juga memetakan 37.716 TPS yang dinilai rawan, dari total 63.973 TPS di Jateng . Tiga daerah dengan TPS rawan terbanyak yakni Kabupaten Banyumas (2.799 TPS), Kabupaten Brebes (2.525 TPS), dan Kabupaten Kebumen (2.258 TPS). Pemeringkatan TPS rawan terbagi dalam tiga kategori, yakni tinggi, sedang, dan rendah.
Secara terpisah, Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Pemilu Bawaslu Jateng Sri Wahyu Ananingsih mengatakan, pemeringkatan TPS rawan mengacu enam indikator utama, yakni akurasi data pemilih, penggunaan atau penghilangan hak pilih, potensi politik uang, netralitas KPPS, proses pemungutan suara, dan pelanggaran kampanye.
Di Nusa Tenggara Barat ada sedikitnya 15.664 warga yang gagal menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTB, Rabu (27/6/2018). Mereka tidak tercatat dalam Daptar Pemilih karena tidak memiliki KTP Elektronik (KTP-el).
Menurut Ketua KPU NTB Aksar Ansori, mereka yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya, antara lain, para TKI dan TKW yang bekerja di luar negeri, kalangan usia lanjut, dan para terhukum di Lembaga Pemasyarakatan di Pulau Lombok dan Sumbawa.
“Sebenarnya kami berupaya mengambil data dan identitas pemilih, terutama di Lapas. Tetapi karena berbagai pertimbangan, kami tidak mendapat izin,” ujar Aksar Ansori, Selasa sore di Mataram.