JAKARTA, KOMPAS — Dinas Perhubungan DKI Jakarta belum bisa memastikan apakah uji coba integrasi transportasi One Karcis One Trip atau OK OTrip akan diperpanjang atau tidak. Evaluasi program yang diluncurkan sejak 15 Januari 2018 itu rencananya digelar pekan depan.
Kepala Bidang Angkutan Jalan dan Perkeretaapian Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Masdes Arroufi mengatakan, evaluasi terpadu uji coba OK OTrip sejak 15 Januari-Juni 2018 akan dipimpin Asisten Bidang Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Kemungkinan pekan depan segera diputuskan apakah OK OTrip akan diperpanjang uji cobanya atau diresmikan.
”Ini karena ketua timnya (OK OTrip) Asisten Bidang Perekonomian,” ujar Masdes, Rabu (27/6/2018).
Masdes menambahkan, saat ini rata-rata jumlah penumpang OK OTrip dalam masa uji coba mencapai 7.800 orang per hari. Penumpang itu berasal dari enam rute OK OTrip, yaitu Kampung Melayu-Duren Sawit, Semper-Rorotan, Kampung Rambutan-Pondok Gede, Lebak Bulus-Pondok Labu, dan Grogol-Angke. Total jumlah armada yang sudah bergabung dalam program ini 114 armada. Adapun dari 11 koperasi operator angkutan umum, baru dua operator yang bergabung.
Pemprov DKI diharapkan mendetailkan program ini dengan menerapkan standar pelayanan minimum.
Dari jumlah penumpang tersebut, rata-rata masih melakukan perjalanan single trip atau belum terintegrasi dengan bus transjakarta. Padahal, program ini dibuat salah satunya untuk mendorong integrasi antarmoda.
Pemerintah pun memberikan tarif subsidi Rp 5.000 per tiga jam untuk pengguna OK OTrip. Tarif berlaku untuk penumpang yang naik bus transjakarta dan melanjutkan dengan angkutan OK OTrip. Namun, jika penumpang hanya melakukan single trip pada masa uji coba, tarif masih digratiskan.
”Kenapa jumlah penumpang integrasi masih sedikit? Ini karena terkait dengan masih terbatasnya jumlah jaringan trayek dan armada yang ideal melayani enam rute tersebut,” kata Masdes.
Masdes menjelaskan, salah satu kendala sembilan operator belum mau bergabung dengan OK OTrip adalah masalah tarif rupiah per kilometer. Tarif Rp 3.739 per kilometer yang ditawarkan PT Transjakarta dianggap tidak menguntungkan operator. Sebagian operator menuntut tarif minimal Rp 4.000 per kilometer.
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta Safruhan Sinungan mengatakan, rendahnya tarif rupiah per kilometer hanya salah satu alasan mengapa operator masih enggan bergabung dalam program OK OTrip. Selain itu, operator meminta perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar pelayanan minimum (SPM) yang diatur Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2015.
Menurut Safruhan, tanpa adanya perbaikan kualitas layanan, angkutan umum dalam trayek akan kalah dengan kendaraan pribadi ataupun angkutan berbasis dalam jaringan (daring). Saat ini, masalah yang dihadapi angkutan umum masih banyak seperti banyaknya sopir tembak, dan aksi kriminalitas di dalam angkutan. Tanpa ada jaminan kenyamanan, dan keselamatan, angkutan umum akan sulit bersaing.
”Kami melihat OK OTrip ini baru sebatas pergantian sistem pembayaran saja, dari tunai ke tapping. Tetapi belum ada perbaikan kualitas pelayanan,” kata Safruhan.
Ia menambahkan, sistem OK OTrip sudah cukup baik dalam mengintegrasikan angkutan antarmoda. Namun, saat ini masih sebatas perubahan sistem pembayaran.
Pemprov DKI diharapkan mendetailkan program ini dengan menerapkan standar pelayanan minimum yang sudah diatur oleh Kementerian Perhubungan. Apalagi, momentum saat ini sangat tepat pada saat moda angkutan massal berbasis rel, seperti MRT dan LRT, akan beroperasi di Jakarta. Selain itu, DKI juga menjadi kota penyelenggaraan Asian Games pada Agustus 2018.
Sementara itu, Kepala Humas PT Transjakarta Wibowo mengatakan, hingga Juni 2018, baru satu bank, yaitu BNI, yang bersedia bekerja sama dalam penyediaan kartu nontunai OK OTrip. Hingga 25 Juni 2018, sebanyak 55.185 unit kartu OK Otrip sudah terjual. Pada 28 Juni besok, PT Transjakarta juga kembali meluncurkan rute baru, yaitu OK OTrip 16 Pusat Grosir Cililitan-Condet. Sebanyak 15 angkutan kota akan melayani rute baru tersebut.
”Program OK OTrip terbukti telah meningkatkan jumlah pengguna moda transportasi umum, serta berdampak pada perbaikan kualitas layanan di sektor transportasi publik,” ujar Wibowo.
Beberapa kendala yang masih dihadapi di lapangan adalah akurasi mesin tapping yang masih lambat. Pada saat uji coba, mesin tapping baru bisa mendeteksi 15 detik setelah kartu ditempel. Padahal, kartu itu berfungsi dalam rentang waktu tiga jam setelah penumpang naik bus transjakarta atau angkutan OK Otrip. Setelah diperbaiki, waktu tapping baru berubah menjadi sekitar 10 detik. PT Transjakarta berharap masalah teknis ini bisa segera diperbaiki.