Lokasi rawan banjir di bantaran Kali Ciliwung, Kelurahan Pengadegan, Jakarta Selatan, belum akan dinormalisasi. Pembebasan lahan masih menjadi persoalan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Rencana relokasi warga bantaran Kali Ciliwung di Kelurahan Pengadegan, Pancoran, Jakarta Selatan, belum terealisasi. Warga di RT 008 RW 001 Kelurahan Pengadegan masih tinggal di pinggir Kali Ciliwung meskipun ada satu menara rusunawa berkapasitas 198 unit di sekitar lokasi.
Lokasi permukiman berada di cekungan dataran rendah. Jarak antara rumah dan kali hanya sekitar 2-5 meter. Warga memanfaatkan sisa tanah di bantaran kali untuk menanam pisang, memelihara ayam, hingga sebagai dapur dan gudang barang.
Saat kawasan Puncak, Bogor, diguyur hujan deras, dan ketinggian air di pintu air Katulampa siaga 1, tiga RT di kelurahan itu akan kebanjiran. Bulan Februari 2018, air merendam rumah warga hingga ketinggian 3 meter.
Meskipun setiap tahun selalu terendam banjir, warga bantaran Kali Ciliwung di Pengadegan masih memilih bertahan. Neneng (65), warga yang rumahnya berjarak dua meter dari Ciliwung mengatakan, hampir setiap tahun banjir merendam rumahnya.
Ketinggian air fluktuatif. Pada saat Depok dan Jakarta hujan lebat, air hanya meluap 15 sentimeter-20 sentimeter ke pekarangan rumahnya. Namun, biasanya, banjir besar muncul dalam siklus lima tahunan. Selain itu, ketinggian air juga akan meningkat saat kawasan Puncak, Bogor hujan lebat selama berjam-jam.
“Sudah beberapa kali disosialisasi, diukur-ukur juga sudah berapa kali katanya mau diganti rugi. Tapi sampai sekarang belum ada informasi lagi,” kata Neneng.
Neneng pun merasa lebih nyaman tinggal di rumahnya yang sekarang. Ia tidak perlu membayar sewa bulanan dan biaya pemeliharaan. Ibu rumah tangga itu khawatir tidak bisa membayar sewa dan pemeliharaan. Menurut informasi awal, biaya sewa rusunawa Rp 360.000-Rp 400.000 per bulan.
Lurah Pengadegan Muhammad Mursid mengatakan, ada tiga RT di wilayah itu yang terdampak luapan air Kali Ciliwung. Wilayah itu di antaranya RT 008 RW 001, RT 011 RW 001, dan RT 007 RW 002. Setidaknya 300 kepala keluarga terdampak banjir.
Dalam program normalisasi Ciliwung yang dilaksanakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane (BBWSCC) dan Pemprov DKI, wilayah itu akan ditata. Penataan dilakukan dengan membangun jalan inspeksi selebar 36 meter dari badan sungai. Untuk melakukan program itu, diperlukan relokasi warga yang tinggal di bantaran kali.
“Kami sudah sosialisasi sejak empat tahun lalu, rapat dan rembug warga sudah berkali-kali. Sekarang, kelanjutan program penataan itu menunggu arahan kebijakan dari pimpinan (Gubernur DKI Jakarta),” ujar Mursid.
Menurut Mursid, rusunawa setinggi 16 lantai berkapasitas 198 unit sudah selesai dibangun oleh pengembang PT Wijaya Karya. Namun, rusun belum diserahterimakan kepada Pemprov DKI. Menurut rencana, rusun akan diprioritaskan untuk warga Pengadegan.
Pembebasan lahan
Kepala Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup Jakarta Selatan Bambang Eko Prabowo mengatakan, tahun ini bidang yang akan dibebaskan oleh Dinas Sumber Daya Air untuk program normalisasi kali di antaranya wilayah Pejaten Timur dan Tanjung Barat.
Di Pejaten Timur, ada 73 bidang dari 90 bidang tanah yang sudah dibebaskan. Adapun di Tanjung Barat sudah 11 bidang dari 18 bidang yang akan dibebaskan. Sebagian wilayah bantaran Ciliwung dari pintu air Manggarai-Jalan TB Simatupang juga sudah dibebaskan.
“Pembebasan lahan untuk Kali Ciliwung sampai saat ini masih berjalan terutama di kelurahan Pejaten Timur,” ujar Bambang.
Sebelumnya diberitakan, BBWSCC menunggu surat balasan dari Gubernur DKI terkait kelanjutan program normalisasi sungai di Jakarta. Surat sudah dikirimkan sejak Mei lalu. Pemprov DKI juga diminta segera membebaskan lahan. Sebab, harus ada titik-titik untuk merelokasi warga. BBWSCC meminta Pemprov DKI segera menjawab surat itu untuk memastikan penganggaran dari pusat, (Kompas, 26 Juni 2018).