Masyarakat Dayak identik dengan rumah adat yang disebut rumah panjang atau betang. Namun, berbeda dengan masyarakat Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit, Desa Hlibuei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, mereka memiliki model rumah adat tersendiri yang disebut rumah balug.
Suasana di Dusun Sebujit mulai tampak semarak pada Rabu (13/6/2018) siang. Kampung itu akan melaksanakan Gawai Nibakng (Nyobeng), yakni syukuran setelah panen dan memandikan tengkorak kepala manusia hasil ngayau pada zaman dahulu. Ngayau adalah tradisi mencari kepala manusia di masa lampau.
Rumah Balug sebagai pusat tempat perayaan itu pun mulai berhias diri. Dari kejauhan sudah tampak. Atapnya berbentuk kerucut dan memiliki empat jendela yang berhadapan dengan empat penjuru angin. Tinggi rumah balug di kampung itu 10 meter dengan diameter sekitar 6 meter dan dibangun pada 1997. Di halamannya sudah dipasang janur kuning.
Bentuk rumah adat tersebut bisa dikatakan melingkar, berbeda dengan rumah masyarakat Dayak lain yang lebih dikenal memanjang (rumah panjang). Untuk naik ke rumah balug harus melewati tangga yang terbuat dari kayu ulin setinggi 10 meter.
Rumah balug terdiri atas tiga tingkat. Lantai pertama tempat memainkan alat musik tradisional. Di lantai itulah segala ritual akan dilakukan dalam sebuah perayaan besar. ”Jika ada acara besar, di sinilah pusat ritual dilakukan,” ujar Kepala Desa Hlibuei Deki Suprapto, Rabu siang. Di lantai satu itu terdapat gendang sepanjang 10 meter.
Kemudian, di lantai kedua pada zaman orang Dayak masih ngayau (mencari kepala manusia), setelah orang mendapatkan kepala, ia harus tidur di lantai dua itu. Ia tidak boleh tidur di rumah terlebih dulu. Tujuannya mereka menyucikan diri selama minimal 14 jam.
Selain itu, terdapat tempat penyimpanan barang berharga pemberian dari kerabat yang berkunjung ke rumah balug. Barang-barang berharga itu adalah tempayan atau guci. Cendera mata itu juga sebagai simbol perdamaian.
Penyimpanan pusaka
Lantai tiga tempat penyimpanan pusaka kampung, termasuk tengkorak kepala manusia hasil ngayau. Tempat penyimpanan pusaka itu disebut sangiei. Tengkorak kepala manusia yang terdapat di dalamnya akan dikeluarkan pada acara Gawai Nibakng untuk dibersihkan.
Tengkorak kepala manusia yang disimpan di situ semasa hidupnya merupakan orang-orang yang berilmu tinggi, selain juga memiliki jabatan yang tinggi di daerahnya, misalnya pemimpin kampung.
”Pada zaman dahulu, saat kepala sudah didapatkan, kepala itu disimpan di ujung kampung. Beberapa hari kemudian baru dibersihkan sehingga tinggal menyisakan tengkorak. Roh tengkorak itulah yang dijadikan semacam perantara bagi mereka untuk memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa,” kata Deki.
Meskipun kini budaya ngayau sudah tidak ada, tengkorak kepala hasil ngayau hingga kini disimpan dan dikeluarkan pada saat Gawai Nibakng oleh masyarakat yang masih menganut kepercayaan nenek moyang.
Pada saat ritual di tempat penyimpanan pusaka biasanya hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk ke area itu. Sebab, ritual dianggap paling sakral kecuali jika mendapat izin khusus dari tetua adat setempat saat acara berlangsung.
Sampai sekarang, rumah balug di Kecamatan Siding ada empat. Satu di Desa Tamong, satu di Desa Tangguh, dan ada dua lagi di Desa Hlibuei, yakni di Sebujit Lama dan Sebujit Baru. Bahkan, ada yang usianya sudah ratusan tahun.
Batu (70), salah satu tetua adat di kampung itu, mengatakan, rumah balug itu tetap dijaga karena di sanalah segala ritual warisan nenek moyang warga setempat akan dilaksanakan. Dengan menjaga rumah balug, berarti tradisi pun akan terus diwariskan.
Dari 1.500 total warga di kampung itu, 400 orang masih menganut kepercayaan warisan nenek moyang. Sementara yang lain menganut Protestan atau Katolik. Mereka yang masih menganut kepercayaan nenek moyang inilah yang melaksanakan ritual sebagai bagian dari spiritualitas.
Sementara warga lain yang beragama Protestan ataupun Katolik sudah tidak melaksanakan ritual itu lagi. Mereka hanya membantu dari sisi persiapan untuk agenda pariwisata. Sebab, setiap ritual di rumah balug digelar, ribuan wisatawan akan datang dan ini sudah menjadi agenda pariwisata pemerintah setempat.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.