JAKARTA, KOMPAS - International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF) meluncurkan Indeks Investasi Hijau perbankan Indonesia. Indeks ini bertujuan melihat pelaksanaan komitmen investasi hijau perbankan. Selain itu, indeks mendorong perbaikan kebijakan lembaga jasa keuangan agar sejalan dengan peta jalan dan regulasi keuangan berkelanjutan yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan.
Penyusunan indeks (IIH) memakai data Laporan Tahunan dan Laporan Berkelanjutan tahun 2016 dari bank-bank yang berkomitmen menjalankan keuangan berkelanjutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), beraset besar, dan memberikan pinjaman atau investasi pada sektor kebun sawit, kehutanan, dan tambang. Dengan kriteria ini, ada 12 bank nasional dan internasional di Indonesia yaitu BNI, BRI, Bank Mandiri, BCA, Danamon, Panin, CIMB Niaga, Permata, Rabobank, Sumitomo, dan DBS.
Hasilnya tak ada bank yang mendapat nilai sangat bagus. Hanya ada 2 bank mendapat nilai bagus yaitu Citibank dan Rabobank. Kategori cukup pada Bank Mandiri, BCA, BNI, BRI, CIMB Niaga, dan Sumitomo. Kategori kurang pada Danamon dan DBS.
Koordinator IWGFF Willem Pattinasarany mengatakan indeks ini dikerjakan selama setahun dengan metode expert judgment bersama pakar perbankan, pemerhati, akademisi, pengusaha, ahli statistik, dan peneliti indeks. Penyusunan indeks didasarkan pada empat prinsip operasional pada peta jalan keuangan berkelanjutan Otoritas Jasa Keuangan (2015-2019).
Banyak pihak mengapresiasi penyusunan indeks investasi hijau (IHI) ini. Dalam peluncuran kemarin, IHI disebut sebagai indeks pertama yang menilai komitmen hijau perbankan.
Willem mengakui dalam riset ini memiliki sejumlah keterbatasan yaitu hanya memakai dokumen laporan tahunan dan laporan berkelanjutan perbankan tahun 2016. Selain itu, pihaknya tak sempat memverifikasi langsung riset ini kepada bank terkait.
Menanggapi indeks ini, Juniarti Gunawan, tim ahli OJK yang juga pengajar pada Universitas Trisakti Jakarta, menambahkan keterbatasan riset juga terkait Peraturan OJK nomor 51/2017 (tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik) mengamanatkan prinsip berkelanjutan pada perbankan. Sedangkan riset menggunakan hasil laporan perbankan 2016 yang belum wajib memiliki laporan berkelanjutan.
Ia mengapresiasi penyusunan IHI ini sebagai wake up call kepada perbankan – khususnya delapan perbankan – yang telah menyatakan komitmen berkelanjutan (Kompas, 8 November 2015). “Laporan ini sebagai tamparan bagi bank-bank untuk bangun,” kata dia.
Juniarti tak heran Rabobank dan Citibank memiliki nilai indeks tertinggi karena laporan tahunan dan laporan berkelanjutan disusun oleh kantor pusat bank asing tersebut. Bank-bank internasional memiliki standar telah maju dan mengikuti tren greenbanking maupun keuangan berkelanjutan global.
Nilai positif
Beberapa nilai positif kedua bank asing ini, sebut Willem, Citibank dan Rabobank memiliki pertimbangan terhadap konflik atau klaim masyarakat terdampak dalam pemberian kredit. Selain itu, kedua bank memasukkan prinsip FPIC (free, prior, informed, consent) sebelum pemberian kredit.
“Kedua bank ini juga sudah menandatangani prinsip ekuator dan menjadikan sertifikasi roundtable sustainable palm oil (RSPO) sebagai panduan kebijakan investasi hijau kepada nasabah,”kata dia.
“Kalau laporan di (bank) kita masih yang penting punya, nice to have lalu di-submit ke OJK dan tidak dimarahi OJK. Itu saja,” kata dia. Padahal, laporan tahunan amat penting sebagai bahan informasi bacaan bagi masyarakat yang menentukan keputusan calon penanam modal.
Dalam konteks lingkungan, ia mendorong perbankan untuk memikirkan aliran pendanaan investasi bagi upaya penurunan emisi. Hal yang ia jumpai, konsep konteks greenbanking masih kerdil seperti praktik mematikan lampu saat ruangan tak terpakai dan sebagainya. “Bukan bank yang melakukan (penurunan emisi) tapi keuangan/investasinya perbankan bagaimana membantu penurunan emisi,” kata dia.
Bukan bank yang melakukan (penurunan emisi) tapi keuangan/investasinya perbankan bagaimana membantu penurunan emisi.
Maria Lauranti dari Oxfam mengatakan IHI membantu OJK untuk menagih komitmen keuangan berkelanjutan pada perbankan dan lembaga-lembaga pemberi kredit. Ia pun mendorong agar masyarakat juga menagih perbankan untuk bertanggung-jawab dalam menggunakan uang yang disimpannya pada bank tersebut. “Nasabah juga perlu menanyakan, uang yang disimpannya pada bank "A" digunakan untuk apa,” kata dia.