Kriminalisasi Terhadap Pembela Lingkungan Terus Terjadi
Oleh
Brigitta Isworo Laksmi
·3 menit baca
OSLO, KOMPAS—Meski beberapa tahun terakhir manajemen hutan dibenahi dan sejumlah perusahaan berjanji tak melakukan pelanggaran kemanusiaan, kriminalisasi pada masyarakat adat dan aktivis pembela lingkungan terus terjadi. Untuk itu, butuh tekanan lebih masif pada pemerintah dan penegak hukum serta butuh bantuan hukum yang memadai.
Demikian diungkapkan Pelapor Hak Asasi Manusia PBB Victoria Tauli-Corpuz, yang biasa dipanggil Vicky di sela-sela diskusi paralel hari terakhir Oslo Tropical Forest Forum, di Oslo, Norwegia, Kamis (28/6/2018).
Terkait hak manusia, masyarakat adat memprotes pembangunan dan pembangunan berbasis lahan. ”Mereka yang ada di Guatemala kini masih ditahan. Saya berbicara mengenai warga di selatan tentang kriminalisasi dan perlawanan masyarakat adat. Kriminalisasi terjadi di dunia, kita menyaksikan 200-an orang dibunuh karena kegiatan mereka,” kata Vicky.
Kriminalisasi masyarakat adat dan aktivis pembela lingkungan terjadi karena menolak pembangunan infrastruktur seperti jalan raya dan investasi korporasi berupa perkebunan atau tambang. Di Amerika Selatan, lahan digunakan untuk produksi kedelai korporasi multinasional.
Hal serupa terjadi di Indonesia. Konflik dihadapi aktivis dan warga lokal karena rencana perkebunan dan infrastruktur.
”HAM ada di agenda kita. Penting di semua dewan hak asasi manusia membantu orang yang dikriminalisasi. Kita tak bisa hanya melihat hutan dan keberlanjutan. Kita harus melihat sisi mata uang lain, yakni mereka hidup di dalamnya,” kata Vicky yang masuk dalam daftar teroris di Filipina.
HAM ada di agenda kita. Penting di semua dewan hak asasi manusia membantu orang yang dikriminalisasi.
Kekuatan massa
Fran Lambrick, pendiri Not1More (N1M) yang membantu korban kriminalisasi di Kamboja, menyatakan pentingnya tekanan massa pada pemerintah. ”Berkumpulnya semua orang di komunitas pembela lingkungan jadi kekuatan mencegah kekerasan. Setiap akan ada konflik, kita tahu,” ujarnya.
”Tekanan harus dilakukan pada pemerintah dan pihak yang berkomitmen, tetapi tak menjalankan,” kata Claudelice Silva Dos Santos, pembela lingkungan dari Brasil.
Vicky menegaskan, masyarakat adat dan pembela lingkungan harus memperkuat diri dengan mendokumentasikan, melaporkannya pada pihak berwenang, mencari orang-orang yang memiliki keahlian untuk membela mereka.
“Mereka harus melakukannya sendiri, karena tidak bisa berharap kepada pemerintah. Saya yang petugas dari PBB saja bisa dikriminalisasi namun saya beruntung karena banyak yang memberi perhatian, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kekuatan apa-apa?” ujarnya.
Di sisi lain perwakilan dari korporasi, Kepala bagian Tanggungjawab dan Keberlanjutan Korporasi Olam International Limited Christopher Stewart menjelaskan, “Dalam kebijakan korporasi kami melihat sebagai produsen tantangan kami adalah berinvestasi berkelanjutan untuk komunitas dan lingkungan. Itu adalah investasi besar dengan margin kecil.”
Melibatkan komunitas lokal
“Kami selalu melibatkan komunitas lokal dan melakukan pelatihan agar mereka bisa terlibat dalam produksi. Kami berharap ada pengertian dari konsumen untuk membayar lebih karena kami melakukan semua itu untuk lingkungan dan masyarakat lokal,” ujarnya.
Secara global, beberapa perusahaan besar telah memberikan komitmen untuk tidak melakukan deforestasi dan tidak mengeksploitasi (NDNE) dalam menjalankan usahanya. Komitmen itu saat ini selalu mendapat penghargaan. “Tidak ada perubahan dalam praktiknya karena kriminalisasi pada masyarakat adat dan aktivis terus terjadi di mana-mana hingga saat ini,” kata Vicky.
Tidak ada perubahan dalam praktiknya karena kriminalisasi pada masyarakat adat dan aktivis terus terjadi di mana-mana hingga kini.
Forum pertemuan tentang hutan tropis yang berlangsung dua hari ini ditutup kemarin dengan beberapa catatan tentang harapan yang masih ada. Di antaranya yaitu masyarakat adat terus tanpa lelah berjuang, ada penurunan hilangnya tutupan hutan meski sedikit, serta komitmen dari beberapa daerah yang ingin menjaga hutannya.
Direktur Eksekutif Lingkungan PBB Erik Solheim dalam pleno terakhir memuji Menteri Lingkungan HIdup dan Kehutanan Siti Nurbaya karena berhasil menekan deforestasi, serta karena inisiatif membangun Kerja sama Selatan-Selatan untuk menerapkan program menekan emisi gas rumah kaca.