Otda Belum Mengurangi Ketimpangan Wilayah Barat dan Timur
Oleh
Laksana Agung Saputra
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otonomi daerah atau otda belum mampu mengurangi ketimpangan kesejahteraan antarwilayah, terutama antara wilayah barat dan wilayah timur. Hal ini kontraproduktif terhadap konsep otonomi daerah itu sendiri.
”Ketimpangan antarwilayah sebelum dan sesudah desentralisasi tidak bergeser. Bahkan yang terjadi sedikit lebih lebar. Ini kan lucu,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro dalam kunjungannya ke Kompas, Jumat (29/6/2018).
Salah satu tujuan otonomi daerah, menurut Bambang, adalah mengurangi dominasi ekonomi Jawa dan kawasan barat. Namun, setelah desentralisasi berlangsung sekitar 18 tahun, komposisinya relatif stagnan.
Ketimpangan antarwilayah sebelum dan sesudah desentralisasi tidak bergeser.
Pemilihan kepala daerah sebagai salah satu desentralisasi di bidang politik, lanjut Bambang, mestinya mendorong kesenjangan antarwilayah pada gilirannya nanti. Sebab, kemampuan dan integritas kepala daerah sangat menentukan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melalui penjelasannya menyebutkan, pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Otonomi yang dimaksud tidak sebatas soal politik, administrasi, fiskal, tetapi juga ekonomi.
Namun, rasio gini sebagai alat ukur ketimpangan pengeluaran masyarakat justru menunjukkan pemburukan sejak 2005. Sampai 2004, rasio gini berkisar di 0,32. Mulai tahun 2005, rasio gini berangsur-angsur menanjak hingga mencapai titik terburuk pada 2011 sampai dengan 2015, yakni 0,4. Pada 2016 dan 2017, rasio gini sedikit turun ke 0,394 dan 0,393.
Salah satu tujuan otonomi daerah adalah mengurangi dominasi ekonomi Jawa dan kawasan barat.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menyatakan, desentralisasi politik, fiskal, dan administrasi daerah sudah banyak dilakukan. Namun, kaitannya terhadap dimensi ekonomi tidak banyak terjadi.
”Desentralisasi ekonomi pada intinya adalah kewenangan daerah dalam mengelola perekonomian daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dimensi ini tidak banyak terungkit meski desentralisasi politik lewat pilkada, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal telah dilakukan,” tutur Endi.
Tingkat kemiskinan selama 2015-2017 di wilayah barat Indonesia sebesar 10,26 persen dari total jumlah penduduk. Sementara di wilayah timur 12,05 persen dari total jumlah penduduk.
Indeks pembangunan manusia tahun 2016 di barat rata-rata mencapai 71,19, sedangkan di timur sebesar 67,36. Sementara produk domestik regional bruto per kapita tahun 2016 di wilayah barat sebesar 42,43 juta dan di wilayah timur 36,43 juta.