JAKARTA, KOMPAS- Penanganan konflik kerukunan antarumat beragama tidak bisa diselesaikan hanya dengan aksi ketika konflik itu terjadi. Perlu penyadaran masyarakat untuk mengedepankan dialog dalam upaya pencegahan konflik berkelanjutan.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta Ahmad Syafi’i Mufid mengatakan, Kamis (28/6/2018), di Jakarta, selama ini konflik kerukunan umat beragama hanya diselesaikan di tahap akhir, bukan penguatan di aspek pencegahan. Bahkan, pemerintah terkesan menyerahkan penyelesaian konflik itu kepada lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang kerukunan beragama.
”Seharusnya pemerintah punya peta permasalahan kerukunan, lalu dianalisis bersama-sama dengan anggota lembaga kerukunan yang ada. Setelah itu buat kegiatan-kegiatan yang meningkatkan toleransi antarumat beragama. Jadi, geraknya itu bottom up (dari bawah ke atas) dan bukan top down (dari atas ke bawah),” ujar Syafi’i saat diskusi ”Memperkuat Mutu Demokrasi di Indonesia: Meninjau Peran FKUB”.
Menurut Syafi’i, upaya pencegahan paling efektif adalah dialog antarumat beragama. Hal itu dilihatnya sebagai bentuk penguatan demokrasi. ”Indonesia hidup dalam keberagaman. Hal itu yang perlu disadari terlebih dahulu bagaimana merayakan keanekaragaman itu sendiri,” kata Syafi’i.
Ketua Lembaga Dakwah Khusus Pengurus Pusat Muhammadiyah Muhammad Ziad menuturkan, sebagai negara demokrasi, tingkat demokrasi Indonesia menjadi kuat jika toleransi antarumat beragama bisa terjaga. ”Pendekatan kedamaian ini aset besar yang harus dijaga, dirawat, dan jadi kekuatan demokrasi. Nilai-nilai agama tak bisa dipisahkan dari nilai-nilai demokrasi, yakni keadilan, toleransi, dan sederajat,” ujarnya.
Menurut Ziad, gesekan akhir-akhir ini rentan dipengaruhi kekuatan politik. Demi mencapai kemenangan, kekuatan politik dikerahkan dan menyeret kelompok agama masuk ke dalam ruang politik. ”Masyarakat kita dibenturkan. Agama harusnya jadi pemandu politik, tetapi ini di balik. Karena itu, penting bagi kelompok politik menahan diri. Jangan bawa kelompok-kelompok agama. Kelompok agama juga harus punya kedewasaan menyikapi potensi benturan,” kata Zaid.
Peneliti di Pusat Studi Agama dan Demokrasi, Irsyad Rafsadie, menuturkan, kurang idealnya mutu demokrasi karena masyarakat masih belum sepenuhnya menerima perbedaan. Masih banyak isu identitas keagamaan dan etnis yang disalahgunakan.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag Ferimeldi mengakui kerukunan umat beragama masih menjadi masalah.