Pengacara Dituduh Bocorkan Rahasia Intelijen mengenai Timor Timur
Oleh
Koresponden Kompas, Harry Bhaskara, dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
BRISBANE KOMPAS — Seorang pengacara di Canberra, Australia, dan kliennya didakwa berkomplot membocorkan informasi intelijen ke publik menyangkut penyadapan ruang rapat kabinet Timor Leste ketika kedua negara melakukan perundingan soal minyak dan gas bumi pada 2004. Hal ini terungkap ketika anggota parlemen independen, Andrew Wilkie, melakukan pembelaan terhadap kedua terdakwa di sidang parlemen, Kamis (28/6/2018).
Wilkie mengatakan, dakwaan itu menunjukkan bahwa pemerintah federal sedang berusaha memenjarakan kedua terdakwa. Anggota parlemen dilindungi hak imunitas dalam sidang parlemen.
”Ini biasanya terjadi di negara yang otoriter. Bukannya membentuk tim penyelidik, mereka justru memenjarakan orang yang sebenarnya patut mendapatkan penghargaan negara,” kata Wilkie seperti dikutip ABC News.
Wilkie juga mempertanyakan waktu dari dakwaan itu mengingat Australia dan Timor Leste baru saja menandatangani perjanjian batas maritim pada Maret lalu.
Semua pemerintahan sejak zaman John Howard, katanya, mencoba menutup-nutupi operasi penyadapan tahun 2004 itu. ”Inti persoalannya adalah memata-matai Timor Leste merupakan tindakan jahat dan melawan hukum. Walau itu inisiatif pemerintahan Howard, kejahatan ini terus-menerus ditutup-tutupi oleh semua pemerintah berikutnya,” kata Wilkie.
Pengacara Bernard Collaery dan kliennya yang mantan mata-mata yang disebutnya ”Saksi K” mengatakan, dakwaan atas mereka menunjukkan kebebasan berbicara sedang dikebiri.
Collaery yang mantan jaksa agung untuk daerah istimewa ibu kota Canberra (ACT) mengatakan, hal ini merupakan serangan terhadap pribadi dan kliennya yang namanya tak bisa ia ungkapkan.
”Telah terjadi pelanggaran atas kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi hari ini, juga serangan terhadap profesi hukum, serangan pribadi terhadap seorang patriot Australia yang tak bisa berbicara di sini hari ini, Saksi K,” kata Collaery.
Telah terjadi pelanggaran atas kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.
Jaksa Agung tingkat federal Christian Porter dalam pernyataannya mengonfirmasi dakwaan atas Collaery dan ”mantan anggota ASIS” (Badan Intelijen Australia). Namun, ia enggan berkomentar lebih lanjut dengan alasan kasus ini sedang ditangani pengadilan.
Pengadilan Canberra dijadwalkan menyidangkan kasus ini pada 25 Juli.
Arbitrasi
Pemerintah Timor Timur menyadari tentang adanya penyadapan ini pada 2012 dan membawa kasus ini ke Pengadilan Permanen Arbitrasi di Den Haag setelah memberi tahu Australia. Ketika itu Collaery menjadi penasihat hukum Timor Timur dan catatannya menyebutkan ”Saksi K” selaku pelaku penyadapan.
Pada 2013, ketika ”Saksi K” akan memberi bukti tentang operasi penyadapan itu di Den Haag, intelijen Australia (ASIO) menggeledah rumahnya dan merampas paspornya. Kantor pengacara Collaery juga digeledah.
Pemerintah Timor Timur menyadari tentang adanya penyadapan ini pada 2012 dan membawa kasus ini ke Pengadilan Permanen Arbitrasi di Den Haag.
Collaery, Kamis (28/6/2018), mengatakan, pemerintah ketika itu mendasarkan tindakannya atas undang-undang anti-terorisme yang disahkan 2004. ”Saya kira tak seorang penegak hukum pun di Canberra yang mau memberi surat perintah penggeledahan. Mereka tahu itu. Maka, mereka menggunakan kekuatan undang-undang teroris untuk menggeledah kantor saya,” kata Collaery.
Pada 2015 pemerintah federal mengembalikan dokumen-dokumen yang disita dalam penggeledahan itu. ”Mereka terpaksa mengembalikan dokumen-dokumen tersebut dan hal itu merupakan tamparan bagi Pemerintah Australia. Namun, sesudah itu kami terus dipantau dan diganggu,” katanya.
Collaery mengatakan, tuduhan bagi ”Saksi K” bukan karena keterlibatannya dalam penyadapan, tetapi karena bersekongkol mengungkapkan operasi intelijen itu ke publik. ”Dia dan saya didakwa melakukan pelanggaran yang sama, berkonspirasi melanggar seksi 39, yaitu memberi informasi kepada pihak luar tentang ASIO,” katanya merujuk pada badan intelijen Australia. Pelanggaran ini diancam maksimum dua tahun penjara.