BOGOR, KOMPAS Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menghasilkan komitmen peningkatan kerja sama. Selain isu perlindungan buruh migran dan hak pendidikan anak buruh migran, dibicarakan kerja sama ekonomi dan perbatasan.
Mahathir, Jumat (29/6/2018), menjadikan Indonesia sebagai tujuan kunjungan kenegaraan pertamanya setelah kembali menjabat sebagai PM Malaysia. Sebelum ini, Mahathir menjabat PM Malaysia pada 1981-2003.
Anak-anak berpakaian adat, pasukan berseragam tradisional, dan prajurit berkuda serta rampak gendang menyambut kehadiran Mahathir serta Nyonya Siti Hasmah Mohd Ali. Jokowi yang didampingi Nyonya Iriana menyalami Mahathir dan Siti Hasmah di Istana Bogor.
Mahathir, yang terpilih kembali sebagai PM Malaysia pada Mei lalu, juga berbincang informal dengan Jokowi di beranda belakang dan menanam pohon meranti. Pertemuan terbatas diadakan sebelum konferensi pers dan shalat Jumat bersama.
Saat akan menunaikan shalat Jumat bersama, Jokowi mengemudikan mobil golf yang ditumpanginya bersama Mahathir. ”Kali ini saya yang nyetir, Pak,” ujar Jokowi. Dalam kunjungan ke Malaysia tahun 2015, Jokowi naik mobil Proton yang dikemudikan Mahathir dengan kecepatan 180 kilometer per jam.
”Cepat sekali, tetapi saya tidak takut atau khawatir karena driver-nya Bapak Tun Mahathir,” kata Jokowi ketika membuka konferensi pers bersama, disambut tawa para menteri.
Bangunan sekolah
Dalam pertemuan itu, masalah TKI menjadi fokus. ”Kami titip perlindungan tenaga kerja Indonesia di Malaysia dan pembangunan sekolah anak-anak Indonesia ,” kata Presiden.
Jokowi, menurut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, mengusulkan satu nota kesepahaman (MOU) mengenai penempatan dan perlindungan TKI. MOU yang lama sudah berakhir pada 2016. Sejak saat itu belum ada perbincangan untuk memperbaruinya.
Mahathir mengatakan, ada warga Indonesia yang datang ke Malaysia secara legal, ada juga yang ilegal. TKI legal biasanya datang bersama anak-anak yang perlu pendidikan. Di semenanjung ada beberapa sekolah walau tak mencukupi. Namun, di Sabah dan Serawak belum ada sekolah untuk anak-anak Indonesia. ”Ini akan kami atasi,” katanya.
PM Mahathir menyebutkan, salah satu masalah yang dihadapi Indonesia dan Malaysia adalah resolusi Parlemen Uni Eropa yang menyebut minyak sawit bukan bahan bakar berkelanjutan. Akibatnya, impor minyak sawit akan dikurangi.
”Kita perlu bersama-sama melawannya. Argumen mereka, minyak sawit didapat dari hutan yang ditebang dan berpengaruh buruk pada cuaca, tidak benar sama sekali,” ujar Mahathir.
Kenyataannya, menurut dia, negara-negara Eropa dulu tertutup hutan, tetapi kini hutan-hutan itu hilang dan tak ada yang mempersoalkannya. Resolusi yang mengancam sawit dinilainya lebih bermotif ekonomi ketimbang lingkungan.
Dalam isu perbatasan, kedua pemimpin ingin hal itu segera dituntaskan. ”Kita bicara kerja sama di perbatasan sehingga keuntungan didapat Malaysia dan Indonesia,” ujar Jokowi.
Perbatasan darat terpanjang RI adalah dengan Malaysia. Wilayah maritim RI paling luas juga berbatasan dengan negara itu.
Untuk menyelesaikan tumpang tindih wilayah Indonesia-Malaysia, Mahathir mengusulkan area pembangunan bersama, yang sudah diterapkan Malaysia dengan Thailand.
Pada kesempatan terpisah, Presiden Dewan Bisnis Indonesia-Malaysia (IMBC) Tanri Abeng menyatakan, Mahathir meminta pebisnis, politisi, dan tokoh IMBC membentuk aliansi untuk masuk ke pasar global. Pengusaha Indonesia dan Malaysia didorong mengembangkan bisnis ke sejumlah negara.