BEIJING, JUMAT — China percaya bahwa Myanmar sekarang siap untuk memulangkan kembali ratusan ribu warta etnis Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh. Padahal, pada saat bersamaan, Amerika Serikat menilai Myanmar tidak melakukan upaya yang cukup memadai untuk mengatasi perdagangan manusia, sebagaima terlihat dalam kasus dugaan kekerasan atas warga Rohingya.
Sejak Agustus 2017, sekitar 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar. Otoritas AS dan lembaga-lembaga pemberi bantuan melaporkan adanya pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran dalam skala besar di wilyah barat Negara Bagian Rakhine. Pada Mei, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan telah mencapai kesepakatan garis besar dengan Myanmar yang bertujuan untuk memungkinkan para pengungsi itu untuk kembali.
Anggota Dewan Negara dan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan telah bertemu dengan Menteri Penasihat Negara Myanmar Kyaw Tint Swe di Beijing, Kamis (28/6/2018). Ia mendengar laporan tentang bagaimana Myanmar berusaha menyelesaikan masalah repatriasi.
”Saya sangat merasa bahwa pihak Myanmar telah siap untuk menerima kembali orang-orang yang sebelumnya memasuki Bangladesh untuk berlindung,” kata Wang, berbicara kepada wartawan dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abul Hassan Mahmood Ali di sisinya. ”Kami benar-benar berharap untuk melihat bahwa proses pemulangan, terutama kelompok pertama, dapat direalisasikan secepat mungkin.”
China akan memberikan bantuan dan memainkan peran konstruktif. China telah menyediakan rumah bongkar pasang di Myanmar bagi mereka yang kembali, dan untuk Bangladesh, China juga telah menyediakan tenda dan perlengkapan kemanusiaan lain.
”Kami ingin melihat dan percaya bahwa dengan kerja keras Bangladesh dan Myanmar, proses repatriasi ini dapat dimulai sesegera mungkin,” kata Wang. China memiliki hubungan dekat dengan Myanmar. Beijing antara lain mendukung apa yang disebut pejabat Myanmar sebagai operasi kontra-pemberontakan yang sah di Rakhine.
Ali mengatakan telah membicarakan secara detail dengan Wang tentang Rohingya. ”Dalam hal ini kami telah mencari dukungan China dalam memastikan lingkungan yang kondusif di Negara Bagian Rakhine untuk repatriasi awal supaya orang-orang telantar ini kembali ke tanah air mereka,” katanya. ”China telah menjamin dukungannya yang berkelanjutan dalam menyelesaikan masalah ini. Saya pikir kami telah menerima dukungan luar biasa dari China tentang bagaimana menyelesaikan masalah ini.”
Pandangan Washington
Di sisi lain, di mata AS, Myanmar tidak melakukan cukup upaya untuk mengatasi perdagangan manusia. Departemen Luar Negeri AS menurunkan peringkat Myanmar ke tingkat terburuk dalam laporan tahunan perdagangan manusia.
Dalam laporan itu, Myanmar dinyatakan mengalami kemunduran pada indeks orang yang diperdagangkan ke Tier 3 karena gagal melindungi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari tindakan keras militer di Negara Bagian Rakhine. Bersama PBB, AS mengatakan, dilihat dari jumlah kekerasan dan banyakntya korban, tindakan itu sebagai upaya ”pembersihan etnis”.
Sebagian besar kaum Rohingya yang melarikan diri bermukim di kamp-kamp pengungsi yang tersebar di perbatasan dengan Bangladesh. Laporan AS itu menyatakan banyak perempuan dan anak-anak yang menjadi korban perdagangan manusia.
”Warga Rohingya dieksploitasi—atau diangkut ke negara lain untuk tujuan perdagangan seks—sebagai akibat dari pemindahan mereka,” demikian salah satu isi pernyataan itu.
Otoritas AS juga mengatakan, beberapa anak-anak Rohingya diculik dalam perjalanan dan dijual demi kawin paksa di India, Indonesia, dan Malaysia. Pemerintah Myanmar dinilai tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk penghapusan perdagangan dan tidak melakukan upaya signifikan untuk melakukannya. (AP/REUTERS)