JAKARTA, KOMPAS - Salah satu hasil menarik dari Pemilihan Kepala Daerah 2018, perempuan yang memenangi pemilihan naik 100 persen. Pada pilkada serentak 2017, perempuan yang menang hanya 15 orang, sementara untuk 2018 angkanya melonjak menjadi 30 orang. Isu jender bukan masalah.
Tokoh perempuan sekaligus Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid menyatakan, dalam pergelaran pesta demokrasi, saat ini masyarakat cenderung menempatkan isu jender di bawah kinerja dari calon pasangan kepala daerah.
”Selama kandidat menunjukkan kesan bisa membawa perubahan positif dalam kehidupan masyarakat, isu jender tidak lagi menjadi masalah. Ini menunjukkan masyarakat Indonesia semakin rasional dan progresif,” ujar Yenny, Jumat (29/6/2018), di Jakarta.
”Mereka bisa menang karena memang calon-calon itu sudah malang melintang di partai. Ada pengurus partai yang sudah biasa mengelola partai. Ada kematangan dalam mengelola strategi. Selain itu, mereka juga mampu mengangkat program yang bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan,” ujar Wahidah Suaib Wittoeng, pegiat pemilu yang juga mantan anggota Badan Pengawas Pemilu.
Data olahan Litbang Kompas berdasarkan penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum per 29 Juni sampai pukul 14.00, tahun ini perempuan yang memenangi kontestasi gubernur satu orang, yaitu Khofifah Indar Parawansa, sedangkan tahun sebelumnya tidak ada. Dua perempuan wakil gubernur tahun ini, yakni Chusnunia (Lampung) dan Sitti Rohmi Djalilah (Nusa Tenggara Barat). Pada 2017, hanya satu perempuan yang menjadi wakil gubernur.
Jumlah perempuan yang akan menjadi wali kota, bupati, atau wakilnya mencapai 27 orang. Dari jumlah itu, 14 orang akan memimpin kabupaten dan kota di Jawa. Secara lebih spesifik lagi, kali ini Jawa Timur akan menjadi provinsi yang paling banyak menambah jumlah pemimpin perempuan, yaitu delapan orang.
Calon gubernur Jatim terpilih, Khofifah Indar Parawansa, yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, berharap kemenangan dalam Pilgub Jatim 2018 merupakan bagian dari mata rantai untuk menjadikan Jatim lebih baik, lebih unggul, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Bagi pasangan calon nomor urut 1 di Pilgub Jatim ini, kampanye tidak sekadar menyosialisasikan proses pencalonan kepala daerah. Kampanye merupakan bagian dari navigasi program Nawa Bhakti Satya atau sembilan program kerja prioritas untuk membangun Jatim.
Anna Muawanah, calon bupati Bojonegoro, dalam jangka pendek akan membentuk tim transisi guna mengharmoniskan janji politik dengan masyarakat. ”Kami akan realisasikan janji politik kepada masyarakat Bojonegoro. Nahdlatul Ulama dan Marhaen bisa menjadi kekuatan yang mengayomi seluruh masyarakat,” kata Anna yang berpasangan dengan Budi Irawanto.
Lebih jauh mengenai unggulnya calon kepala daerah perempuan, khususnya di Jatim, Yenny mengatakan, hal itu terjadi karena faktor figur setiap pasangan dan partai politik pengusung.
”Kemenangan Bu Khofifah atas Pak Syaifullah tidak terlepas dari dukungan dua parpol besar yang mempunyai basis massa di Jatim. Meski demikian, masyarakat atau pemilih juga tetap melihat figur yang bertarung, bukan sekadar calon yang diusung partai,” ujarnya.
Selain faktor figur, ujar Yenny, debat antarkandidat yang disiarkan langsung oleh beberapa stasiun televisi juga mempunyai andil dalam membantu masyarakat membuat keputusan mengenai calon pemimpinnya. Dari debat tersebut, masyarakat bisa menilai pasangan Khofifah-Emil lebih cakap. (GAL/ACI/GAL/MTK)