Bangunan koalisi Jokowi di 2019 segera dimatangkan. Sementara itu, hasil pilkada membuat Gerindra optimistis menghadapi Pemilu 2019.
JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan sejumlah partai politik yang akan mengusung Presiden Joko Widodo di Pemilu Presiden 2019 akan segera bertemu untuk memfinalisasi bangunan koalisi dan menentukan calon wakil presiden. Terkait hal itu, parpol lain yang kini belum menentukan arah koalisinya akan diajak bergabung.
Hingga kini, ada lima parpol yang berhak mencalonkan presiden/wakil presiden di Pemilu 2019 yang telah menyatakan mengusung Jokowi. Kelima partai itu adalah PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Nasdem, dan Hanura.
Ketua DPP PDI-P Hendrawan Supratikno, Jumat (29/7/2018), mengatakan, pekan depan, semua sekretaris jenderal parpol pengusung Jokowi akan bertemu. Hasil pertemuan akan dikomunikasikan ke ketua umum setiap partai. Selanjutnya, akan ada pertemuan semua ketua umum partai dengan Jokowi.
”Di pertemuan tingkat sekjen itu, bangunan koalisi partai pengusung Jokowi akan diperjelas. Selain itu, akan dibahas pula nama-nama yang memungkinkan menjadi cawapres dari Jokowi. Kemudian, sudah mulai membahas soal power sharing (pembagian kekuasaan) jika Jokowi terpilih kembali di Pemilu 2019, seperti siapa dapat menteri apa dan jumlahnya berapa,” katanya.
Parpol-parpol juga akan memetakan kemenangan calon kepala/wakil kepala daerah yang mereka usung di Pilkada 2018. Kemenangan itu dapat menjadi salah satu modal bagi pemenangan Jokowi pada 2019.
Saat ini, masih ada tiga partai lain yang dianggap belum menentukan arah koalisi, yaitu Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrat. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, koalisi menargetkan menambah jumlah partai pendukung Jokowi terlebih dahulu sebelum mulai membicarakan soal kursi cawapres dan pembagian kekuasaan.
Setidaknya, koalisi menambah satu partai lagi. ”Namun, jika ternyata tidak ada yang mau bergabung, ya, sudah, kami tutup dulu koalisinya agar langsung fokus bicara sosok cawapres. Kalau misalnya ada (partai) yang mau bergabung di belakang, kehilangan momentum dan porsi (power sharing),” kata Arsul.
Dengan menggaet satu partai lagi, koalisi mengantisipasi agar tidak muncul poros koalisi ketiga. Alasannya, ujar Arsul, jika ada tiga pasang calon, kontestasi pilpres dikhawatirkan lebih lama karena bisa ada dua putaran pemilihan. ”Ada pandangan, kalau sampai dua putaran, (situasi politik) bisa tidak terkontrol. Kalau head to head (dua calon), lebih kondusif, relatif lebih tenang,” ujarnya.
Meningkat
Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menyatakan, hasil Pilkada 2018 membuat partainya sebagai pengusung Ketua Umum Prabowo Subianto semakin optimistis di Pilpres 2019. Melihat hasil Pilkada Jabar dan Jatim, menurutnya, Prabowo berpeluang besar menang pada 2019.
Berdasarkan hasil hitung cepat, pasangan yang diusung Gerindra memang tidak menang di Jabar dan Jatim. Namun, perolehan suaranya cukup tinggi dan meningkat jauh dibandingkan dengan prediksi sejumlah lembaga survei sebelum pemungutan suara.
Di Jabar, misalnya, pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu menempati urutan kedua setelah sebelumnya selalu diprediksi sejumlah lembaga survei akan ada di posisi ketiga. Lonjakan suaranya pun amat tinggi dan hanya berselisih sekitar 3 persen dengan pasangan Ridwan Kamil-UU Ruzhanul yang dari hasil sejumlah hitung cepat ada di posisi pertama.
Demikian juga di Jateng. Meskipun pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin unggul, di wilayah yang merupakan basis suara bagi Jokowi di Pemilu 2014 itu, pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah yang diusung Gerindra mampu memperoleh suara hingga 41,66 persen. ”Kami melihat Jabar dan Jateng sebagai sebuah kemenangan. Pilkada harus dilihat sebagai barometer pilpres yang akan datang,” kata Fadli.