Akhir dan Awal di Kazan
KAZAN, KOMPAS Era keemasan pemain terbaik dunia lima kali, Lionel Messi, berakhir di Arena Kazan, Rusia, menyusul kekalahan Argentina dari Perancis, 3-4, Sabtu (30/6/2018) malam. Habisnya era Messi berganti dengan pesona baru yang menyamai Pele, legenda sepak bola dunia, yaitu Kylian Mbappe-Lottin, bintang muda Perancis yang masih berusia 19 tahun.
Berkat dua golnya ke gawang Argentina, Mbappe menorehkan sejarah baru di Piala Dunia. Ia menjadi remaja kedua setelah legenda Brasil, Pele, yang mencetak dua gol dalam satu laga Piala Dunia. Pele juga mengemas dua gol saat membawa Brasil mengalahkan tuan rumah Swedia di final Piala Dunia 1958. Saat itu, Pele masih berusia 17 tahun.
”Saya sangat senang dan tersanjung menjadi remaja kedua (yang mencetak dua gol di fase gugur) setelah Pele. Namun, mari meletakan hal ini sesuai dengan konteks. Pele berada di level berbeda, tetapi ini bagus bisa berada di antara orang-orang tersebut,” kata Mbappe.
”Seperti yang telah dan selalu saya katakan, di Piala Dunia, Anda akan berhadapan dengan semua pemain top dunia. Ini sebuah kesempatan menunjukkan apa yang Anda bisa dan apa kemampuan Anda. Tak ada tempat yang lebih baik dari Piala Dunia,” lanjut Mbappe, pemain yang terlahir setelah Les Bleus terakhir kalinya meraih Piala Dunia tahun 1998, pada jumpa pers seusai laga.
Kontras dengan ekspresi kebahagiaan Mbappe di jumpa pers itu, kapten dan bintang Argentina, Messi, hanya bisa menatap nanar ke arah langit seusai wasit Alireza Faghani dari Iran meniup peluit panjang di stadion yang sebelumnya juga menjadi ”kuburan” juara bertahan, Jerman. Messi berjalan tertunduk ke lorong stadion menuju kamar ganti. Tak ada tangis atau lambaian yang bisa menjadi ”perpisahan” bagi puluhan ribu pendukung Argentina yang memadati stadion.
Piala Dunia Rusia meninggalkan catatan terburuk bagi runner-up Piala Dunia Brasil 2014 itu. Untuk kali pertama sejak Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang, tim ”Albiceleste” gagal ke perempat final. Saat itu, jagat dunia belum mengenal Messi. Ia masih berusia 15 tahun. Seiring waktu berjalan, Messi yang berulang tahun pekan lalu, kini menua, yaitu 31 tahun.
”Piala Dunia (Rusia) adalah kesempatan terakhirnya (Messi) untuk menjadi juara dunia,” tutur Jose Mourinho, Manajer Manchester United, jauh sebelum Piala Dunia 2018 bergulir.
Duel di Arena Kazan menunjukkan keputusasaan Messi. Untuk kali pertama dalam sejarah, Messi dipasang sebagai pemain false nine atau ”ujung tombak palsu” di Albiceleste. Namun, ia kerap berlari tidak menentu dan tidak jarang ”bermain sendiri” guna mengejar gol ketika tim- nya berkali-kali tertinggal di
laga ini. Messi memperpanjang catatan negatif, yaitu tidak mampu membuat satu gol pun di 756 menit laga gugur Piala Dunia.
Situasi diperburuk oleh ”keroposnya” barisan pertahanan Argentina, tim yang mulai usang dimakan usia. Barisan bek tim ”Tango”, seperti Nicolas Otamendi dan Marcos Rojo, kewalahan mengimbangi teknik dan kecepatan barisan penyerang Les Bleus, khususnya Mbappe. Laga baru berjalan 13 menit, Mbappe membuat Argentina panik. Ia dijatuhkan di kotak penalti sehingga berujung gol pertama Les Bleus yang dicetak Antoine Griezmann.
Mbappe, yang telah mengemas tiga gol dari empat laga Piala Dunia, lagi-lagi menjadi momok bagi pertahanan Argentina. Ia nyaris membuat Perancis mendapatkan penalti lainnya, lagi-lagi akibat akselerasi kencangnya pada menit ke-19. Mbappe lantas menjelma teror untuk Argentina berkat golnya pada menit ke-64 dan ke-68 yang membuat Les Bleus kembali memimpin setelah sempat dua kali kebobolan oleh gol Argentina yang dicetak Angel Di Maria dan Gabriel Mercado.
”Kylian masih 19 tahun. Masih banyak waktu baginya untuk berkembang di masa depan. Saya sangat senang ia warga Perancis,” ungkap Pelatih Perancis Didier Deschamps menjawab pertanyaan wartawan dalam jumpa pers.
Gejala keterpurukan Argentina sebenarnya terlihat jauh-jauh hari. Mereka dilanda ”turbulensi”, yaitu krisis kepercayaan atas pelatihnya, Jorge Sampaoli. Media-media Argentina sebelumnya memberitakan bahwa Messi ”mengambil alih” fungsi pelatih di kamar ganti tim.
Laga kontra Argentina ini merupakan jawaban Les Bleus pada kritik yang menilai mereka tidak memainkan sepak bola yang meyakinkan. Kritik itu semakin pedas setelah laga membosankan pada laga terakhir grup melawan Denmark yang berakhir 0-0. Deschamps pun dinilai terlalu berhati-hati dengan mengutamakan pertahanan dan mengandalkan serangan balik.
Mantan gelandang papan atas itu bergeming. Dia memainkan pola permainan yang sama, tetapi dengan kecepatan lebih tinggi dan sangat efektif. Les Bleus menampilkan permainan yang elegan hingga membuat sinar Messi redup.
”Kami jauh lebih muda (dari Argentina), tetapi kami menjawab panggilan dengan baik. Kami unggul kemudian tertingal dan bisa menyamakan kedudukan. Ini merupakan mental yang istimewa dari para pemain ini. Saya sangat senang saya sangat bangga,” ujar Deschamps.
Pada laga kontra Argentina, Antoine Griezmann dan kawan-kawan menunjukan mental yang bagus saat tertinggal 1-2. Mereka merespons dengan bermain tenang hingga menyamakan kedudukan, dan kemudian berbalik unggul 4-3. Pola permainan Perancis yang energik, cepat, dan kompak itu, akan dianalisis oleh calon lawannya.
Kunci permainan mereka adalah simpul serangan balik yang memiliki visi permainan jernih dan umpan jitu, yaitu Griezmann dan pemutus aliran bola lawan, Blaise Matuidi.
Deschamps meracik taktik jitu dengan mengandalkan Mbappe sebagai anak panah yang melesat sangat cepat hingga membuat bek-bek Argentina terlihat sangat lambat. Mbappe kini akan menjadi target penjagaan bagi calon lawan di perempat final, pemenang laga Minggu dini hari tadi antara Uruguay dan Portugal.
Perempat final akan menjadi ujian bagi kekuatan mental pemain-pemain muda Perancis menghadapi pertahanan solid lawan, karena Uruguay dan Portugal, memiliki lini belakang bak batu karang. Les Bleus sudah pernah mengalami duka akibat gagal menembus tembok pertahanan Portugal di final Piala Eropa 2016. Dua tahun lalu, Portugal jadi jawara Eropa dengan kemenangan tipis 1-0 atas tuan rumah Perancis.