Macan Tutul, Karnivora Besar Terakhir Jawa
Harimau jawa terakhir hidup tahun 1980-an. Saat ini, tinggal macan tutul jawa menjadi karnivora besar terakhir yang hidup di Jawa. Studi terbaru menunjukkan, masih ada bentang alam terbuka bagi habitat macan tutul yang lebih mudah beradaptasi dibandingkan harimau jawa.
Studi terbaru berjudul Identifikasi Prioritas Lanskap dan Tindakan Konservasi untuk Macan Tutul yang Sangat Terancam Punah di Indonesia: Melestarikan Karnivora Besar Terakhir di Pulau Jawa tersebut dipublikasikan di jurnal PLOS ONE edisi 27 Juni 2018. Penelitian juga disiarkan sciencedaily.com.
Penelitian tersebut dilakukan sebuah tim gabungan dari Forum HarimauKita, Flora & Fauna International, Wildlife Conservation Society, yaitu Hariyo Tabah Wibisono, Hariyawan Agung Wahyudi, Erwin Wilianto, Irene Margareth Romaria Pinondang, dan Matthew Linkie.
Macan tutul atau macan kumbang (Panthera pardus subspesies P pardus melas) masuk dalam daftar satwa dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Walaupun satu spesies, warna macan tutul dan macan kumbang berbeda. Sesuai namanya, warna macan tutul adalah kuning bertutul hitam, sedangkan macan kumbang berwarna hitam. Macan kumbang adalah varian dari macan tutul. Perbedaan warna itu disebabkan oleh pigmen melanin macan tutul (Anton Ario, Panduan Lapangan Kucing-kucing Liar Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, 2010).
Habitat macan tutul adalah di Pulau Jawa. Beberapa di antaranya Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Taman Nasional Gunung Ciremai di Jawa Barat; Taman Nasional Gunung Merbabu di Jawa Tengah; Taman Nasional Gunung Merapi di Jateng/Daerah Istimewa Yogyakarta; serta Taman Nasional Gunung Bromo-Tengger-Semeru, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Merubetiri, Taman Nasional Alas Purwo di Jawa Timur. Estimasi populasi macan tutul berkisar 491,3-546,2 individu (Ario, 2010).
Penelitian Hariyo dan kawan-kawan menegaskan ketahanan macan tutul untuk hidup di luar tipe habitat hutan utamanya. Mereka menemukan bahwa hampir setengah dari titik data macan tutul Jawa tercatat di luar kawasan lindung dan hutan primer, yang sejalan dengan penelitian lain yang menemukan tingkat tinggi adaptasi macan tutul di habitat yang dimodifikasi.
”Ini menunjukkan kemampuan macan tutul untuk hidup dan pindah melalui habitat yang dimodifikasi, seperti yang telah ditemukan di India, Afrika Selatan, dan Rusia,” tulis Hariyo dan kawan-kawan.
Menurut Hariyo dan kawan-kawan, habitat yang dimodifikasi ini dapat berfungsi sebagai koridor struktural yang memfasilitasi penyebaran untuk memungkinkan konektivitas antara populasi macan tutul. Strategi yang berhasil untuk melestarikan karnivora besar yang luas akan bergantung pada perlindungan sumber populasi dengan populasi yang menurun melalui pemeliharaan konektivitas. Ini harus dilakukan dengan pengurangan perburuan mangsa macan tutul, yaitu rusa, pembunuhan pembalasan, dan pemindahan hewan bermasalah.
Macan tutul pernah tertangkap hidup-hidup di Jawa tahun 1980. Harian Kompas, 9 Agustus 1980, memberitakan, seekor macan tutul jantan pada Minggu siang, 3 Agustus 1980, berhasil ditangkap hidup-hidup oleh masyarakat Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tiga bulan kemudian, 19 September 1980, seekor macan tutul ditangkap di Desa Daman, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Kompas, 24 Oktober 1980).
Pertemuan macan tutul karena perebutan hewan buruan rusa itu terekam dalam pemberitaan Kompas. Harian Kompas, 27 Januari 1999, memberitakan induk bersama sepasang anak macan tutul berbulu hitam polos pada Senin, 25 Januari 1999 malam, muncul di pinggir Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, Jawa Barat, setelah memangsa lima rusa beberapa hari sebelumnya. Sejak tahun 1980-an, macan tutul mulai masuk kampung di sekitar daerah Jawa Barat. Tahun 1997, macan kumbang mulai muncul di TSI.
Pada harian Kompas, 10 November 2015, seekor macan tutul jawa asal Suaka Margasatwa Gunung Syawal, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kembali mendekati permukiman masyarakat di Kampung Kersamenak, Desa Pamokolan, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis, Senin, 9 November. Sebelumnya, macan tutul betina sepanjang 2 meter ditangkap menggunakan perangkap bambu oleh warga Cikupa, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis, Agustus 2015.
Informasi terbaru tentang keberadaan macan kumbang yaitu di Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru di perbatasan Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang, Jawa Timur. Dua macan kumbang terpantau kamera jebak petugas taman nasional. Macan kumbang pertama terekam kamera di lereng Gunung Semeru di Senduro, Lumajang, akhir Desember 2017. Macan kumbang kedua terekam kamera di Taji, Jabung, Kabupaten Malang, awal Januari 2018. Kamera yang sama merekam macan tutul di Taji (Kompas, 22 Februari 2018).
Hariyo dan kawan-kawan memberi catatan, meskipun lebih dapat beradaptasi daripada harimau, macan tutul menempati Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9 persen dari daratan Indonesia adalah rumah bagi 60 persen populasi manusia Indonesia. Hal ini membatasi habitat hutan inti ke puncak gunung-gunung dan tepi-tepi pantai.
”Meskipun demikian, penelitian kami mengidentifikasi bahwa banyak bentang alam yang ditempati mungkin masih mengandung populasi macan tutul yang layak menjadikan perlindungan mereka sebagai prioritas utama. Penelitian ini juga mengidentifikasi lanskap yang lebih kecil yang harus dihubungkan,” tulis Hariyo dan kawan-kawan.
Studi Hariyo dan kawan-kawan tersebut memberikan informasi yang dapat dipercaya bahwa upaya konservasi harus diprioritaskan, baik di dalam maupun di luar jaringan kawasan lindung ,untuk melindungi karnivora besar terakhir di Jawa itu.