PURWOKERTO, KOMPAS Taman Sastra Ahmad Tohari mulai dibangun di kawasan Agro Karang Penginyongan, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Taman ini diharapkan menjadi sarana edukasi literasi dan pewarisan kesusastraan dari sastrawan Banyumas, Ahmad Tohari.
”Taman Sastra Ahmad Tohari akan dijadikan simbol pemberdayaan karakter penginyongan,” kata Ahmad Tohari di sela-sela peletakan batu pertama dan peluncuran buku 70 Tahun Ahmad Tohari: Sastra Itu Sederhana di Agro Karang Penginyongan, Cilongok, Sabtu (30/6/2018).
Ahmad Tohari mengatakan, generasi muda dan para penulis Banyumas punya kewajiban budaya untuk menggali potensi budaya Banyumas agar menginspirasi. ”Saya sangat memikirkan modal budaya Banyumas adalah egalitarian. Kalau dibahasakan dengan bahasa politik, sebetulnya karakter demokratis. Ini yang saya kembangkan,” katanya.
Menurut Ahmad Tohari, karakter penginyongan yang demokratis persis dengan karakter Pancasila. ”Beda dengan karakter Jawa wetan (Jawa bagian timur) yang masih punya konsep kerakyatan kawula alit. Di Banyumas, tidak, rakyat adalah teman setingkat,” ujar penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk ini.
Ahmad Tohari menekankan pentingnya kesusastraan dalam pengembangan karakter manusia Indonesia. ”Kalau kita mau mendidik anak tumbuh optimal, lengkap, seutuhnya, mestinya ada pengembangan humaniora. Itu terutama dari seni budaya yang sangat terwakili oleh kesusastraan. Jadi, kalau orang hanya pintar, kritis, matematis, dia tidak punya perasaan, tidak punya imajinasi. Orang pintar yang tidak mengembangkan perasaan seperti anak kecil yang dipegangi pisau yang tajam. Itu nanti segala pohon akan ditebang,” ujarnya.
Menurut Ahmad Tohari, kemampuan imajinasi dapat berkembang dengan baik melalui pendalaman kesusastraan. ”Saya kasih contoh konkret. Kalau seorang pintar berimajinasi, dia bisa menghitung: kalau dana pembuatan KTP elektronik saya korupsi Rp 1 triliun, berapa jumlah rakyat yang gagal mempunyai KTP elektronik dan bagaimana kesulitan setelah tidak memiliki KTP elektronik,” katanya.
Meretas belenggu
Guru Besar Ilmu Sastra Universitas Negeri Semarang Teguh Supriyanto yang hadir dalam acara itu menyebut Ahmad Tohari adalah sastrawan yang luar biasa karena karyanya mampu meretas belenggu kolonial sekaligus mengangkat kearifan lokal.
”Ahmad Tohari mengangkat warna lokal. Itu menjadi warna Indonesia. Indonesia pada dasarnya pelangi, penuh keanekaragaman,” kata Teguh.
Karena itu, kata Teguh, nilai- nilai yang terkandung dalam karya Ahmad Tohari, seperti kebersamaan, kejujuran, keragaman, dan kesederhanaan, wajib diwariskan. Salah satu caranya lewat pembangunan taman sastra. Selain itu, Teguh mendorong agar pewarisan nilai diwujudkan dalam proses pembelajaran formal di sekolah-sekolah.
”Saya akan mengimbau para guru untuk menjadikan karya Ahmad Tohari sebagai salah satu sumber ajar,” ujar Teguh.
Agro Karang Penginyongan merupakan kawasan edukasi seluas 15 hektar milik Liem Kuswintoro di kaki Gunung Slamet. Di sini terdapat area berkemah, outbound, kebun durian dan kelengkeng, serta kandang terpadu.
Lokasi pembangunan Taman Sastra Ahmad Tohari seluas 1.400 meter persegi berada di bagian timur. Nantinya akan dilengkapi dengan bangunan perpustakaan digital, perpustakaan manual, ruang museum barang, serta karya Ahmad Tohari dan ruang pameran.
Liem berharap taman sastra akan selesai dibangun setahun ke depan dan akan menjadi tempat pengembangan nilai karakter budaya penginyongan yang sejalan dengan Pancasila. ”Saya berterima kasih karena Ahmad Tohari sudi menjadikan namanya untuk taman sastra di lingkungan wisata ini,” kata Liem. (DKA)