Ilmuwan Temukan Mekanisme Parasit Toksoplasma Masuki Tubuh
Oleh
Subur Tjahjono
·4 menit baca
Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis atau penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia, terutama oleh kucing. Toksoplasmosis disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii. Para ilmuwan di Perancis telah menemukan bagaimana parasit itu masuk ke dalam sel tubuh yaitu dengan gerakan memutar.
Penelitian yang dilakukan peneliti dari Institut Biosains Lanjutan dan Institute Pasteur itu dimuat dalam jurnal Cell Host & Microbe, yang juga disiarkan sciencedaily.com edisi 2 Juni 2018. Para peneliti yang terlibat adalah antara lain Georgios Pavlou dari Institut Biosains Lanjutan dan Mateusz Biesaga dari Institute Pasteur.
Menurut peneliti, Toxoplasma gondii menerapkan strategi invasif yang cerdik untuk memasuki tubuh manusia. Para ilmuwan telah berhasil merekonstruksi langkah-langkah yang diambil oleh parasit untuk masuk ke sel inang. Toxoplasma gondii menyuntikkan protein kompleks ke dalam membran sel inang untuk membentuk sebuah pintu yang dilaluinya dalam hitungan detik. Kemudian parasit melakukan gerakan memutar untuk menutup pintu di belakangnya. Gaya rotasi ini juga memungkinkannya untuk menyegel dirinya menjadi vakuola, kantung kecil yang bertindak sebagai sarang, di mana ia terus berkembang dengan “biaya” tuan rumah.
Manusia terutama terinfeksi dengan makan daging setengah matang dan buah-buahan dan sayuran yang kurang dicuci. Setelah menginfeksi sistem pencernaan, parasit memasuki jaringan dalam di sistem saraf, di antara tempat-tempat lain, dan tetap ada untuk berkembang, hampir tidak terdeteksi. Pada ibu hamil, toksoplasmosis menyebabkan keguguran.
Di Indonesia, beberapa penelitian telah dilakukan untuk kasus toksoplasmosis pada manusia. Salah satunya oleh Vanessa J T Seran, Billy J Kepel, dan Fatimawali dari Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Penelitian mereka berjudul “Seroepidemiologi toksoplasmosis pada masyarakat di Desa Kumu, Kabupaten Minahasa tahun 2015” yang dimuat dalam jurnal e-Biomedik Januari-Juni 2016. Mereka meneliti serum darah penduduk dan mewawancarainya.
Berdasarkan hasil penelitian Vanessa dan kawan-kawan, didapatkan kesimpulan bahwa didapatkan 50 persen serum darah yang positif terinfeksi Toxoplasma gondii atau seropositif toksoplasmosis dari 22 responden masyarakat di Desa Kumu. Di Indonesia, prevalensi infeksi Toxoplasma gondii berkisar 17 – 20 persen.
Dalam kasus Desa Kumu yang diteliti Vanessa dan kawan-kawan, prevalensi seropositif sebanyak 36,4 persen pada umur 51-60 tahun, 9,1 persen pada laki-laki, 90,9 persen pada perempuan. Sebanyak 45,4 persen seropositif pada responden dengan pendidikan akhir SD, 72,7 persen pada ibu rumah tangga. Sebanyak 54,5 persen seropositif pada responden wanita yang tidak pernah keguguran.
Jika berdasarkan cara mengkonsumsi makanan, 50 persen seropositif pada responden yang mencuci sayuran atau buah sebelum dikonsumsi, 90,9 persen pada responden yang makan daging yang dibakar, dan 72,7 persen pada responden yang tidak makan sayuran mentah.
Jika didasarkan pada jenis hewan peliharaannya, sebanyak 72,7 persen seropositif pada responden yang tidak memiliki kucing, 72,7 persen seropositif pada responden yang memiliki anjing.
Menurut Vanessa dan kawan-kawan, banyak responden yang menyatakan bahwa meskipun tidak memiliki kucing, responden sering berinteraksi dengan kucing liar yang masuk ke dalam rumah. Prevalensi Toxoplasma gondii lebih tinggi pada kucing liar dibandingkan pada kucing yang dipelihara.
Penelitian tentang toksoplasmosis pada kucing liar itu antara lain dilakukan Era Hari Mudji dam Marek Yohana K daru Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Penelitian mereka berjudul “Diagnosis Toxoplasmosis Pada Kucing Liar (Felis silvestris catus) Menggunakan Anigen Rapid Test Kit Di Pasar Keputran Surabaya”. Penelitian mereka dimuat dalam jurnal Agroveteriner edisi 2 Juni 2017.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah dari uji 30 sampel serum kucing liar di Pasar Keputran Surabaya menunjukkan enam sampel (20 persen) menunjukkan nilai positif terinfeksi Toxoplasma gondii dan 24 sampel (80 persen) menunjukkan nilai negatif .
Menurut Era dan Marek, keberadaan kucing liar yang positif terinfeksi Toxoplasma gondii di Pasar Keputran berpeluang dalam meningkatkan resiko infeksi Toxoplasma gondii antara sesama kucing, hewan lain, dan manusia. Tingkah laku dan kebiasaan kucing liar sebagai karnivora sejati dan hewan nokturnal seperti aktif mencari makan pada malam hari, mencari makanan di tempat pembuangan sampah, berburu tikus, menjilat tubuhnya, tidur di sekitar lapak pedagang, dan melakukan defekasi atau buang air besar sembarang tempat akan meningkatkan resiko penyebaran ookista kista atau jaringan infektif dari parasit ini.
Penelitian Era dan Marek ini setidaknya memberi gambaran bahwa hal yang sama dapat terjadi di tempat lain. Pengobatan untuk kasus toksoplasmosis pada kucing dan manusia telah tersedia. Namun, yang lebih penting adalah mencegahnya, terutama pada ibu hamil yang memelihara kucing. Kucing peliharaan itu dipastikan bebas Toxoplasma gondii dengan uji toksoplasma di klinik hewan terdekat.