MALANG, KOMPAS - Pagelaran tari topeng mendominasi pertunjukan dalam Festival Panji Internasional 2018 hari kedua, Senin (2/7/2018) di Taman Krida Budaya Jawa Timur. Beberapa tari dan teater dalam negeri didominasi pertunjukan topeng. Adapun peserta festival dari luar negeri menyuguhkan pentas budaya panji yang dikenal dengan nama Inao.
Beberapa pertunjukan topeng bertema kisah panji yang disajikan hari itu antara lain tari citro langgenan, teater panji puing panji, dan pentas tari panji reni. Adapun peserta dari Kamboja menyuguhkan tarian Inao. Sedangkan peserta dari Thailand membawakan Tarian Inao Keluar dari Gua. Inao diyakini berasal dari kata Inu (Kertapati).
"Budaya panji adalah budaya asli Indonesia yang dikenal sejak abad 14 di zaman majapahit. Kisah panji kemudian menyebar ke Asia Tenggara pada tahun 1800-an. Untuk itu, kita harus bangga dan terus melestarikannya sebagai budaya nusantara. Untuk generasi penerus ke depannya, kita harus mencari nilai-nilai panji yang sesuai zamannya," kata Wardiman Djojonegoro, Direktur Festival Panji Internasional 2018, Senin (2/7/2018) malam di Malang.
Pelaksana tugas Wali Kota Malang Sutiaji mengaku bangga dengan pagelaran panji di Kota Malang. Baginya, panji bukan sekedar pertunjukan namun lebih jauh merupakan contoh nilai-nilai kehidupan.
"Nilai-nilai dalam kisah panji harus diteladani sebagai bagian kebesaran bangsa ini. Kisah panji adalah kisah yang menyatukan. Itu sebabnya, harus bisa menyatukan bangsa ini demi menjaga kebesaran NKRI. Penyatuan itu bisa misalnya antara suporter bola yang selama ini berseteru, atau dalam hal lainnya," katanya.
Dalam pentas di Kota Malang saat itu, terdapat satu aksi teatrikal Panji Puing Panji. Pentas tersebut memberikan banyak gambaran mengenai kondisi bangsa secara umum. "Kita jangan mau negeri ini jadi puing-puing. Jangan mau jadi generasi strawberry, kelihatan berwarna indah namun kecut dan dalamnya busuk," kata pementas yang mengenakan topeng potro.
Dengan mengenakan topeng berwarna merah menyala itu, si pementas terus mengajak penonton untuk mencermati kondisi saat ini. "Topeng ini masih ada di sudut-sudut rumah kita. Apa puing-puing ini masih bisa kita kumpulkan? Kita harus bangkit. Kita memiliki peradaban yang tangguh, unggul, yang megah. Panji adalah peradaban dunia," kata potro menutup pentas.
Hampir sebagian besar penonton terus bertahan menyimak pagelaran tersebut hingga usai.