Tiada Hari Tanpa Kampanye…
Pemilu Anggota Legislatif 2019 masih sembilan bulan lagi. Namun, sebagian anggota DPR periode 2014-2019 sejak saat ini bersiap bertarung guna mempertahankan posisinya sebagai wakil rakyat.
”Saya ini tiada hari tanpa kampanye,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo, setengah berseloroh di sela-sela rapat Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Siang itu, Firman menghadiri rapat dengar pendapat untuk membahas rencana kerja tahun anggaran 2019 dengan mitra kerja Komisi II, yaitu Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Namun, pikirannya terbelah dengan urusan persiapan menghadapi pemilihan anggota legislatif (pileg) yang akan digelar 17 April 2019.
Sembari menunggu rapat dimulai, Firman kerap mengecek telepon selulernya. Sekilas, ia menunjukkan sejumlah grup percakapan di Whatsapp. ”Sehari-hari saya tetap memantau Whatsapp. Bukan hanya grup tim (pemenangan) saya. Saya juga gabung dengan banyak grup, seperti grup alumni SD, grup alumni SMA, kelompok petani, dan grup wartawan,” katanya.
Dari grup-grup di media sosial itu, meski sedang ada di Jakarta, Firman memantau dinamika di Rembang, Pati, Grobogan, dan Blora. Pasalnya, empat daerah di Jawa Tengah itu kemungkinan akan menjadi daerah pemilihan (dapil) dirinya di Pemilu 2019. Saat akhir pekan, ia turun langsung ke daerah itu untuk menindaklanjuti berbagai persoalan dan aspirasi serta berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat.
Sejak dilantik menjadi anggota DPR pada 2014, Firman mengaku sudah bersiap kembali maju di Pileg 2019. Oleh karena itu, upaya ”kampanye” sudah ia lakukan sejak jauh hari. Ia sering memberi bantuan, baik berupa program penyuluhan dan pendampingan maupun bantuan barang dan jasa, kepada konstituen yang membutuhkan.
Saat Ramadhan pada Juni lalu, misalnya, Firman banyak menghabiskan waktu untuk bersilaturahim dengan masyarakat di empat daerah itu.
Semakin mendekati masa pendaftaran caleg yang akan dibuka esok hari hingga 17 Juli mendatang, intensitas berkunjung ke daerah yang kemungkinan jadi dapilnya semakin bertambah hingga hampir setiap akhir pekan. ”Minggu ini saya ke dapil lagi, mau panen bawang merah bersama petani di sana,” katanya.
Di saat yang sama, Firman juga melakukan pendekatan politik. Ia intens menjalin komunikasi dengan petahana gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menurut hasil hitung cepat sejumlah lembaga unggul dalam pilkada lalu.
”Saya melakukan pendekatan sebagai teman meski kemenangan Pak Ganjar belum tentu punya dampak signifikan ke pileg. Di pilkada, calon kepala daerah didukung ramai-ramai oleh koalisi partai. Namun, ketika pileg, caleg itu berjuang sendiri. Bahkan, teman sesama partai juga jadi kompetitor,” katanya.
Upaya ”kampanye” sudah ia lakukan sejak jauh hari. Ia sering memberi bantuan, baik berupa program penyuluhan dan pendampingan maupun bantuan barang dan jasa, kepada konstituen yang membutuhkan.
Seperti halnya Firman, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Rachel Maryam Sayidina, juga meningkatkan intensitas kegiatannya di Kabupaten Bandung yang kemungkinan akan menjadi dapilnya di Pemilu 2019. Kini, ia mengunjungi daerah itu dua hingga tiga kali dalam satu bulan.
Kunjungan itu dilakukan Rachel ketika masa libur sebagai anggota DPR atau di akhir pekan agar tidak mengganggu tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat. ”Satu kali turun (ke dapil), saya maksimalkan dari pagi hingga malam. Satu hari bisa sampai lima sampai enam titik,” ujarnya.
Menurut Rachel, latar belakangnya sebagai selebritas memberikan keunggulan. ”Tingkat penerimaan publik lebih tinggi karena sudah familier,” katanya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Kadir Karding, menekankan, dirinya bukan tipe anggota DPR yang baru turun ke dapil menjelang pemilu. Setiap akhir pekan, ia mengaku selalu berupaya ke dapil dan menjaga komunikasi dengan simpul pendukung.
Menurut Karding, peningkatan intensitas anggota DPR untuk mengunjungi dapil tidak menyalahi aturan. Bahkan, kunjungan ke dapil merupakan bagian dari kerja anggota DPR.
Tim pemenangan
Selain melakukan kunjungan langsung ke dapil, caleg petahana juga membentuk tim pemenangan untuk membantunya di pileg. Anggota tim ini biasanya dipilih yang mengenal situasi sosial, politik, dan kondisi konstituen di daerah.
”Sekarang saya tinggal menata tim dan mempersiapkan strategi, terutama di daerah yang daya kenal saya masih rendah,” ucap Karding yang akan kembali maju sebagai anggota DPR dari dapil di Jawa Tengah.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Viva Yoga Mauladi, mengatakan, tidak ada persiapan khusus untuk menghadapi pileg. Ia optimistis dapat dukungan dari masyarakat di Lamongan dan Gresik. Pasalnya, ia merasa telah memperjuangkan aspirasi masyarakat di daerah yang jadi dapilnya selama hampir 10 tahun menjadi anggota DPR.
Yoga juga selalu menyapa masyarakat di daerah itu. ”Kalau berkunjung ke dapil bisa setiap minggu,” ujarnya.
Biaya caleg
Selain semakin sering bertemu dengan calon pemilih, para caleg petahana juga mulai memikirkan urusan logistik. Guna mengikuti kontestasi di Pemilu 2019, setidaknya harus disiapkan Rp 1 miliar, Uang itu antara lain untuk membiayai alat peraga kampanye, pertemuan tatap muka dengan konstituen, insentif untuk tim pemenangan, hingga biaya saksi saat pemungutan suara.
Selain merogoh tabungan pribadi, Firman, misalnya, juga menerima sumbangan sukarela yang diorganisasi kelompok masyarakat di dapilnya.
”Untuk tahun depan ini sudah banyak sumbangan. Tanpa saya minta dan saya perintahkan, ternyata ada masyarakat yang membentuk tim untuk mengumpulkan bantuan. Biaya Pileg 2019 ini diharapkan tidak semahal waktu 2009 dan 2014,” katanya.
Sementara itu, Rachel mengatakan, dana yang ia siapkan untuk Pileg 2019 akan lebih besar dibandingkan dengan Pileg 2014. Hal itu karena adanya kenaikan harga barang-barang yang digunakan untuk kampanye, seperti alat peraga, pembuatan atribut kampanye, dan operasional ketika blusukan.
Guna mengikuti kontestasi di Pemilu 2019, setidaknya harus disiapkan Rp 1 miliar, Uang itu antara lain untuk membiayai alat peraga kampanye, pertemuan tatap muka dengan konstituen, insentif untuk tim pemenangan, hingga biaya saksi saat pemungutan suara.
Adapun Karding masih menghitung anggaran kampanyenya. Ia juga memprediksi dana kampanye akan lebih besar dibandingkan dengan 2014. Anggaran kampanye itu akan dialokasikan untuk konsolidasi dan operasional tim pemenangan serta bantuan sosial ke konstituen.
Sementara itu, Viva Yoga enggan memberi tahu dana yang ia butuhkan setiap kampanye. Ia hanya mengatakan, uang itu keluar dari kantongnya sendiri dan tidak pernah ada penggalangan dana kampanye atau meminta uang dari perusahaan.
”Anggarannya tidak pernah saya hitung, tetapi murah. Hanya untuk membuat alat peraga kampanye, seperti kaus, stiker, dan baliho. Semuanya dari modal sendiri,” kata Yoga.
Kampanye untuk Pileg 2019 sejatinya memang sudah dimulai sejak saat ini. Namun, memperhatikan konstituen dan menyerap aspirasi di dapil hanya satu dari sekian banyak tugas anggota DPR. Utang kerja DPR periode 2014-2019 masih banyak. Jangan sampai cita-cita untuk kembali menduduki kursi di Senayan membuat para wakil rakyat lupa akan tugas dan kewajiban mereka yang lain.