Partai Politik Diyakini Tetap Ajukan Bekas Napi Jadi Caleg
Oleh
Agnes Theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah elite politik tidak setuju dengan pemberlakuan pakta integritas sebagai solusi jalan tengah terhadap polemik larangan mantan terpidana korupsi menjadi caleg. Pakta integritas dianggap tidak berlaku mengikat karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tetap membolehkan bekas napi korupsi untuk maju di pemilihan anggota legislatif.
”Pakta integritas itu tidak bisa mengikat karena di undang-undang, kan, dibolehkan,” kata Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Zainudin Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Ia menegaskan, PKPU tentang Pencalonan berada di bawah undang-undang. Meskipun bahasa redaksional norma di PKPU diubah, pada prinsipnya melalui pakta integritas itu caleg tetap tidak bisa maju di pemilu legislatif. Hal mendasar itu yang membuat PKPU dan pemberlakuan pakta integritas tetap bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
Oleh karena itu, bakal caleg bekas napi korupsi yang tidak menandatangani pakta integritas dan pencalegannya ditolak oleh KPU tetap bisa mengajukan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu jika tidak puas. Zainudin yakin, Bawaslu tetap akan mengabulkan gugatan tersebut karena aturan di Undang-Undang Pemilu sudah jelas membolehkan bekas napi korupsi untuk maju.
Berkenaan dengan hal tersebut, menurut dia, partai-partai tetap bisa mengajukan caleg bekas napi korupsi. ”Yang paling bagus itu lebih baik hanya bersifat mengimbau partai. Artinya, kalau partai memilih tidak tunduk, ya sudah, masyarakat yang menilai. Namun, jangan diwajibkan karena aturan di undang-undang, kan, tidak ada,” kata Zainudin.
Oleh karena itu, menurut dia, pertemuan konsultasi antara pemerintah, pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU dan Bawaslu pada Kamis (5/7/2018) tetap harus dijalankan. Hal itu agar jangan ada perbedaan pandangan lagi terkait implementasi PKPU Pencalonan.
”Tetap jalan saja pertemuannya supaya ke depan yang begini tidak terulang lagi. Energi kita habis untuk membicarakan satu hal ini saja,” ujarnya.
Bakal caleg bekas napi korupsi yang tidak menandatangani pakta integritas dan pencalegannya ditolak oleh KPU tetap bisa mengajukan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu jika tidak puas.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, partai akan terlebih dahulu mengkaji PKPU Pencalonan sebelum menindaklanjutinya dalam penyusunan daftar caleg. Gerindra juga masih menunggu gugatan PKPU ke Mahkamah Agung.
”Nanti kita lihat perkembangan ke depan. Kalau kami semangatnya sih menyetujui bahwa aturan ini harus diperiksa oleh ahli-ahli hukum supaya tidak bertabrakan,” katanya.
Ia mengatakan, hampir semua partai punya caleg yang merupakan bekas napi korupsi. Adapun kader Gerindra, M Taufik, yang pernah divonis penjara 18 bulan pada 2004 karena terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam proses pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004, juga berencana untuk maju di Pileg 2019.
Namun, Fadli menegaskan, jumlah caleg bekas napi korupsi di Gerindra sangat sedikit. DPP Gerindra juga belum memutuskan akan menerima pencalonan M Taufik.
”Maka nanti kami lihat lagi aturannya seperti apa. Semangatnya sih kita dukung, tetapi aturannya harus kami periksa,” katanya.