JAKARTA, KOMPAS Penangkapan dan penetapan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai tersangka kasus korupsi menunjukkan bahwa Aceh menjadi salah satu dari daerah di Indonesia yang rawan korupsi. Sumber kerawanan ini antara lain dari besarnya dana otonomi khusus untuk daerah itu yang penggunaannya tanpa diiringi oleh pengawasan yang ketat.
”Kami menyayangkan, dana otonomi khusus ini justru diwarnai praktik korupsi. Padahal, manfaat dana ini seharusnya dirasakan oleh masyarakat Aceh dalam bentuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemberantasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Ini sangat merugikan masyarakat Aceh,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/7/2018), saat mengumumkan status Irwandi.
Setelah ditangkap pada Selasa malam, kemarin KPK menetapkan Irwandi dan Bupati Bener Meriah Ahmadi sebagai tersangka. Irwandi diduga menerima uang Rp 500 juta dari Ahmadi. Uang itu bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Irwandi. ”Pemberian itu bagian dari 8 persen komitmen fee yang disepakati diberikan kepada pejabat Pemerintah Aceh dari tiap proyek yang dibiayai dengan otsus (otonomi khusus),” ujar Basaria.
KPK, lanjut Basaria, akan mendalami keterkaitan kasus ini dengan bupati lain. Pasalnya, komitmen fee tidak hanya 8 persen, tetapi juga 2 persen untuk pejabat kabupaten/kota. ”Ini yang membuat uangnya ke mana-mana,” katanya.
Dana otsus yang diterima Aceh tahun ini Rp 8,02 triliun. Ini membuat dana otsus yang diterima daerah itu sejak 2008 mencapai Rp 56,5 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, kerawanan korupsi akibat adanya dana otsus juga terjadi di Papua dan Papua Barat. Sejumlah kepala daerah di dua daerah itu juga telah ada yang diproses hukum oleh KPK karena mengorupsi dana otsus.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin menambahkan, UU No 11/2006 membuat Pemerintah Aceh bebas menentukan pengelolaan dana otsus. ”Di Aceh ada fleksibilitas dalam pengelolaan dana otsus. Ini yang rawan korupsi,” ujarnya.
Terkait hal itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo menyampaikan, perencanaan dan aturan secara rinci mengenai penggunaan dana otsus perlu diperjelas. Dengan demikian, celah korupsi dapat dipersempit.
Kepala Pusat Penerangan Umum Kemendagri Bahtiar menuturkan, dengan ditetapkannya Irwandi sebagai tersangka, Wakil Gubernur Aceh akan diangkat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Aceh.