MOSKWA, KOMPAS - Duel melawan Uruguay pada perempat final Piala Dunia 2018, Jumat (6/7/2018), di Nizhny Novgorod menyentuh emosi Antoine Griezmann. Bagi ujung tombak ”Les Bleus” itu, Uruguay adalah separuh hidupnya, negeri yang dicintainya setelah Perancis.
Sorotan puluhan kamera jurnalis dari seluruh dunia tertuju kepada Griezmann menjelang latihan tertutup tim Perancis, Selasa (3/7). Dengan mengenakan jaket tipis dan celana pendek hitam, Griezmann keluar dari hotel tim Perancis di Istra, pinggiran kota Moskwa.
Ia menyapa para jurnalis dan fans Perancis yang lama menantinya dengan salam tiga jari sebelum masuk bus untuk menuju tempat latihan. Di tangannya tergenggam minuman hangat cimarron atau mate, minuman tradisional Amerika Latin, termasuk Uruguay, dalam wadah unik berwarna coklat.
Minuman itu selalu dibawa Griezmann ke mana pun ia pergi, termasuk pada Piala Dunia Rusia. Minuman itu seolah ”doping” baginya. Kecintaan Griezmann akan Uruguay tidak hanya diperlihatkan dengan membawa cimarron dalam perjalanan. Ia mahir berbahasa Spanyol-Uruguay dan terlihat mengenakan kostum biru langit merayakan kelolosan ”La Celeste” ke Piala Dunia Rusia, Oktober 2017.
”Saya merayakan kelolosan mereka karena mencintai negara itu dan orang-orangnya. Saya punya banyak sahabat dari negara itu. Separuh diri saya adalah Uruguay,” ujar Griezmann dalam wawancara dengan FIFA TV.
Uruguay memang mewarnai kehidupan dan perjalanan karier penyerang Atletico Madrid itu. Ia mengawali kariernya di Real Sociedad saat klub Spanyol itu diasuh Martin Lasarte, pelatih asal Uruguay. Di sana, ia bersahabat dengan penyerang asal Uruguay, Carlos Bueno. Di Atletico, saat ini, ia sangat akrab dengan dua pemain Uruguay lainnya, Diego Godin dan Jose Gimenez. Godin bahkan menjadi ayah baptis Mia (2), putri Griezmann.
Situasi memaksa Griezmann berduel dengan dua sahabatnya itu. Persahabatan yang harus dilupakan sejenak. Griezmann menghadapi Godin dan Gimenez demi satu tempat di semifinal.
Godin dan Gimenez adalah palang pintu yang menjadi ”nyawa” Uruguay di Rusia. Duet bek tengah itu membawa Uruguay menjadi tim dengan pertahanan tersolid, bersama Brasil, yang baru kebobolan satu gol.
Adapun Griezmann memikul beban sebagai harapan terbesar rakyat Perancis untuk mencetak gol. Sayangnya, kilau Griezmann pudar di Rusia. Penyerang 27 tahun itu baru mengemas dua gol, itu pun melalui tendangan penalti.
Griezmann malah menjadi bayang-bayang yuniornya yang jauh lebih muda, Kylian Mbappe-Lottin (19). Mbappe jadi pahlawan saat Les Bleus menyingkirkan Argentina pada 16 besar. Dua golnya pada laga itu membuat Mbappe menjadi remaja kedua setelah Pele yang membuat dua gol di satu laga Piala Dunia.
Mbappe bisa kembali menjadi senjata mematikan bagi Perancis menghadapi Uruguay. Tusukannya dari lini kedua dan kecepatan larinya dapat merepotkan Godin dan Gimenez. Namun, Pelatih Perancis Didier Deschamps berkata, timnya tak bergantung hanya kepada Mbappe. Ia berharap penyerang lain, khususnya Griezmann, tampil lebih baik untuk memperbesar peluang Les Bleus melangkah lebih jauh.
”Dia (Griezmann) adalah pemain besar. Seperti pemain bintang lain, pasti ia juga dibebani oleh ekspektasi. Saya sendiri berharap ia mampu meningkatkan level permainannya. Ia terus berkembang meskipun pada awal laga penyisihan grup sedikit mengalami kesulitan dan harus menyesuaikan diri,” ujar Didier Deschamps kepada media, pekan lalu.