Pemilihan kepala daerah yang berjalan aman, lancar, dan damai menunjukkan adanya pergeseran positif dalam kehidupan bangsa dan negara. Terkait hal itu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan agar umat Islam terus menjaga persatuan.
JAKARTA, KOMPAS - Pemilihan kepala daerah yang berjalan lancar, aman, dan damai menunjukkan adanya pergeseran yang positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, semua elemen masyarakat, khususnya umat Islam, diharapkan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam sambutannya pada acara halalbihalal Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu (4/7/2018), Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, kondisi tersebut bertolak belakang dengan situasi di negara-negara berpenduduk Islam terbesar lainnya yang berbentuk republik.
Saat ini, banyak negara republik dengan penduduk mayoritas Muslim yang justru mengalami konflik hingga perang. Bahkan, pemilu di sejumlah negara biasanya diwarnai dengan gangguan keamanan. Untuk itu, masyarakat Indonesia harus bersyukur atas rasa aman yang selama ini dirasakan.
Hal yang tak kalah penting, tambah Wapres, masyarakat, termasuk umat Islam, harus bisa menjaga persatuan serta suasana aman dan damai.
”Kita harus menjaga suasana (aman dan damai) ini dengan menjalankan kebaikan-kebaikan,” katanya.
Di hadapan sejumlah tokoh yang hadir, seperti Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, Kalla menyatakan, saat ini sudah tak ada lagi pembeda partai-partai politik. Apa pun ideologi parpol, baik nasionalis maupun Islam, semuanya sama-sama punya divisi serta melakukan kegiatan keagamaan Islam.
”Kalau politik sudah, walaupun dia PDI-P, walaupun dia Golkar, semuanya sama (melakukan kegiatan keislaman), semuanya haji,” ujarnya.
Dialog keindonesiaan
Adapun Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak semua elemen bangsa menjadikan silaturahim yang dilakukan setelah Idul Fitri sebagai ajang merajut kembali tali persaudaraan yang sempat terputus. Selain itu, bagi elemen pemerintah, silataruhim juga semestinya dijadikan momentum untuk menyatukan visi kebangsaan.
Perbedaan pandangan menghadapi masalah-masalah aktual, seperti radikalisme, semestinya dipandang sebagai sebuah kewajaran. Semua elemen masyarakat hendaknya lebih mendahulukan dialog mencari jalan keluar untuk berbagai persoalan bangsa.
Haedar juga mengingatkan, dialog antara keindonesiaan dan keislaman harus jadi denyut nadi bangsa. ”Jangan sampai ada klaim aspirasi keislaman lalu identik dengan anti-NKRI. Demikian pula orientasi keagamaan harus didasari pada pemahaman akan konstitusi dan keindonesiaan,” katanya.
Posisi Muhammadiyah yang menganggap bangsa dan negara Indonesia sebagai konsensus nasional juga kembali ditegaskan Haedar. Persyarikatan yang didirikan sebelum kemerdekaan Indonesia tersebut akan tetap fokus meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Islam jalan tengah
Dalam kunjungannya ke Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Besar Masjidil Haram Syekh Doktor Hasan Abdul Hamid Bukhari menegaskan pentingnya membuat masyarakat paham mengenai Islam wasatiyyat atau Islam jalan tengah. Terkait misi tersebut, Masjdil Haram bersama Pemerintah Arab Saudi terus berusaha menjalin relasi antarumat Arab Saudi dengan Indonesia serta memfasilitasi masjid-masjid lewat DMI.
”Penting untuk kembali menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang berada di tengah, tidak keras ataupun lemah. Tidak sedikit umat Islam maupun bukan Islam yang salah memahami tentang Islam,” kata Syekh Hasan.
Dalam kesempatan itu, Syekh Hasan berkomitmen membantu umat Muslim di Indonesia memfasilitasi masjid- masjid di Indonesia. Salah satunya lewat sumbangan 100.000 Al Quran ke sejumlah masjid.
Wakil Ketua Umum DMI Komjen Syafruddin, yang juga Wakapolri, mengatakan, selain menyumbang Al Quran, Syekh Hasan juga membantu umat Muslim Indonesia beribadah ke Arab Saudi di antaranya visa umrah.