VATIKAN, KOMPAS – Pemimpin tertinggi gereja Katolik Roma Bapa Suci Paus Fransiskus mendukung langkah bangsa Indonesia untuk terus-menerus membangun persatuan di tengah keberagaman yang ada. Upaya ini penting untuk mengatasi masalah yang muncul saat ini, ketika banyak orang menggunakan perbedaan untuk menciptakan konflik.
Pesan ini disampaikan Sekretaris Negara Vatikan Kardinal Pietro Parolin, orang kedua di Vatikan setelah Paus Fransiskus, saat menerima kunjungan perwakilan agama-agama di Indonesia bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Prof Nur Syam, Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Agus Sriyono, dan Pastor Leo Mali Pr serta Pastor Agustinus Purnomo Msf dari Ikatan Rohaniwan-Rohaniwati di Kota Abadi-Italia, Rabu (4/7/2018), di Palazzo Apostolico,Vatikan, Roma. Kedatangan para delegasi Indonesia di gedung tempat kerja Paus ini didampingi anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama Pastor Markus Solo SVD.
Enam tokoh agama di Indonesia yang hadir dalam pertemuan ini meliputi Prof Abd A’la, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya mewakili Islam; Prof Philip K Widjaja dari Perwakilan Umat Buddha Indonesia; Mayjen (purn) Wisnu Bawa Tenaya selaku Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat; Uung Sendana sebagai Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia; serta Pendeta Henriette T Hutabarat-Lebang sebagai Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia.
“Bapa Suci (Paus Fransiskus) sangat perhatian dengan isu-isu dialog antaragama. Kita hidup dalam dunia yang semakin terpecah-pecah. Paus berkata, masalah yang muncul sekarang adalah, banyak orang menggunakan perbedaan untuk menciptakan konflik di antara kita,” kata Kardinal Parolin.
Bapa Suci Paus Fransiskus sangat perhatian dengan isu-isu dialog antaragama. Masalah yang muncul sekarang adalah, banyak orang menggunakan perbedaan untuk menciptakan konflik di antara kita
Di tengah situasi ini, agama memegang peran yang sangat penting untuk mempersatukan masyarakat yang beragam dan mencari solusi-solusi. Agama semestinya menjadi bagian dari solusi dan bukan menjadi bagian masalah.
Seringkali agama dimanipulasi untuk alasan-alasan tertentu dan kepentingan-kepentingan pribadi. Padahal, semua agama mengajarkan mengajarkan perdamaian, toleransi, dan rasa saling pengertian.
“Saya sangat berterima kasih dan mendukung Indonesia, sebuah negara besar yang memiliki keberagaman luar biasa seperti sebuah mozaik, untuk membangun kesatuan dan masa depan bangsa,” paparnya.
Menurut Parolin, dunia tengah dihinggapi oleh materialisme, sekularisme, dan fundamentalisme yang merupakan efek dari globalisasi. Karena itu, kebutuhan meningkatkan spiritualitas semakin penting untuk menyelamatkan umat manusia.
Di tengah masalah ini, Indonesia bisa memberikan kontribusi positif untuk membangun jembatan dialog antaragama dan memberikan pendidikan kepada generasi muda dalam mengupayakan perdamaian. “Akhirnya, Paus mengucapkan terima kasih atas kunjungan ini dan berjanji mendoakan perdamaian dunia, termasuk di Indonesia. Kita mesti optimistis dan tidak pesimistis karena kita percaya pada Tuhan bahwa kita bisa mengatasi semuanya dan bersama-sama saling menjaga,” ucapnya.
Indonesia bisa memberikan kontribusi positif untuk membangun jembatan dialog antaragama dan memberikan pendidikan kepada generasi muda dalam mengupayakan perdamaian.
Serahkan Deklarasi Roma
Dalam kesempatan ini, melalui Kardinal Parolin, Nur Syam menyerahkan Deklarasi Roma kepada Paus Fransiskus. Deklarasi Roma merupakan hasil kesepakatan dan komitmen bersama 47 orang perwakilan masyarakat diaspora Indonesia dari 23 negara Eropa pada acara “Dialog Antar Agama Masyarakat Indonesia di Eropa”, 30 Juni-3 Juli 2017 di Roma, Italia.
Ada delapan poin yang termaktub dalam Deklarasi Roma. Delapan poin itu meliputi, kemajemukan Indonesia sebagai keniscayaan yang harus dijaga bersama, Indonesia sebagai “rumah bersama” dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika, tenggang rasa dalam kemajemukan masyarakat Indonesia menjadi kebanggaan sekaligus tanggungjawab bersama, kesungguhan hati dan keterbukaan sikap dalam semangat kebersamaan perlu diwujudkan secara berkesinambungan dalam hidup sehari-hari, seruan tidak menggunakan agama dan simbol keagamaan demi kekuasaan politik sementara, semua umat beragama diajak untuk mampu menampilkan wajah yang ramah dan terbuka, komitmen bahwa seluruh anak bangsa Indonesia terikat dalam persaudaraan sebangsa dan setanah air, dan ajakan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh dunia untuk membentuk komunitas-komunitas lintas agama yang terbuka.
Dari Palazzo Apostolico, didampingi Duta Besar Indonesia untuk Italia Esti Andayani, tokoh-tokoh agama kemudian bertemu Pemimpin Masjid Agung Roma sekaligus Direktur Pusat Kebudayaan Islam Italia Abdellah Redouane. “Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang sangat penting bagi terwujudnya perdamaian dunia,” kata Abdellah.
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang sangat penting bagi terwujudnya perdamaian dunia.
Menurut Abdellah, akhir-akhir ini muncul orang-orang yang menganggap bahwa agamanya adalah yang terbaik dan yang lain salah. Karena itulah, ia menekankan semakin pentingnya menerapkan prinsip Islam Wasatiyah atau Islam moderat yang terbuka, mau berinteraksi, dan hidup damai dengan penganut agama lain.
Sebelumnya, Wakil Presiden Komunitas Agama Islam Italia, Imam Yahya Sergio Yahe Pallavicini dalam dialog di KBRI Roma mengatakan, masyarakat kini menghadapi tantangan serius akibat pemahaman agama yang salah, fenomena ultra modern, dan sikap beragama yang terlampau konservatif. Bahkan, ada pula kelompok yang hanya hidup di “ghetto” secara tertutup, dan hanya melihat kehidupan sebagai permainan perang.
“Ghetto bukanlah solusi. Tujuan kita adalah mewujudkan harmoni, bukan menjadi mayoritas atau meminggirkan yang lain,” kata Yahya.
Ghetto bukanlah solusi. Tujuan kita adalah mewujudkan harmoni, bukan menjadi mayoritas atau meminggirkan yang lain
Dalam konteks Indonesia, Henriette menegaskan, bagaimanapun pluralisme adalah identitas Indonesia. Kemajemukan adalah “DNA” Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika, persatuan dalam keberagaman.