Revolusi Industri 4.0 menciptakan perubahan mendasar dalam semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Semua elemen harus disiapkan, bukan sekadar teknologi.
JAKARTA, KOMPAS – Transformasi pendidikan di Indonesia menuju pendidikan 4.0 perlu dipersiapkan. Kesiapan ini bukan hanya infrastruktur, namun semua pemangku kepentingan, utamanya siswa, guru, sekolah, dan penyelarasan kurikulum.
Pesatnya perkembangan TIK saat ini yang disebut sebagai Revolusi Industri 4.0 telah menciptakan perubahan mendasar dalam semua aspek kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan. Tantangan TIK saat ini dalam pendidikan yakni untuk memanfaatkan berbagai potensi yang mampu mempersempit kesenjangan digital, pembentukan karakter, transformasi pendidikan digital, dan pendidikan kejuruan.
Demikian dikatakan Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekom), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gogot Suharwoto, dalam peluncuran acara International Symposium on Open, Distance, and e-Learning (ISODEL) di Jakarta, Kamis (5/7/2018).
"Transformasi pendidikan digital Indonesia atau Pendidikan 4.0 perlu dipersiapkan. Karena itu, acara ISODEL tahun ini diharapkan jadi ajang berbagai pemangku kepentingan untuk bertukar pengetahuan, ide, dan pengalaman untuk mendukung transformasi pendidikan di Indonesia menuju Pendidikan 4.0," kata Gogot.
Transformasi pendidikan digital Indonesia atau Pendidikan 4.0 perlu dipersiapkan.
Acara ISODEL yang akan digelar di Bali pada 3-5 Desember 2018 menjadi pertemuan bagi pembuat kebijakan, ilmuwan, akademisi, guru, peneliti, dan praktisi dari seluruh dunia yang peduli pada peningkatan pendidikan melalui pemanfaatan TIK. Acara ini diselenggarakan Pustekom bekerja sama dengan Universitas terbuka dan Indonesia Distance Learning Network, International Council for Distance Education, serta Sekretarita Southeast Asian Ministers of Education Organization.
Empat sisi
Menurut Gogot, pendidikan 4.0 setidaknya menyentuh empat sisi. Pertama, para siswa tidak hanya disiapkan dalam penguasaan TIK. "Yang utama membekli siswa dengan kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah, berkomunikasi, kreatif, dan mampu berkolaborasi," ujar Gogot.
Kedua, para guru juga perlu diubah mindset atau pola pikirnya untuk beradaptasi dengan TIK dalam pembelajaran. Saat ini, kata Gogot, baru sekitar 30 persen sekolah yang memanfaatkan conten dalam Rumah Belajar yang disediakan Pustekom. Padahal, sebagian besar dari sekitar 390.000 sekolah sudah terhubung dengan layanan internet. Ada sekitar 40.000 sekolah yang belum terkoneksi internet.
Ketiga, sekolah juga harus memanfaatkan TIK mulai dari input yakni penerimaan siswa baru, proses belajar, hingga evaluasi. "Sistem penerimaan siswa baru dan ujian nasional sudah mulai memakai TIK. Kami harap di 2019 bisa semakin optimal lagi," ujar Gogot.
Keempat, perlu penyesuaian kurikulum. Materi yang membekali siswa untuk memahami soal big data, kecerdasan buatan, masyarakat digital, hingga sistem informasi harus dikembangkan. "Perkembangan TIK dalam pendidikan ini juga jadi tantangan untuk tetap menguatkan pendidikan karakter," ujar Gogot.
Materi yang membekali siswa untuk memahami soal big data, kecerdasan buatan, masyarakat digital, hingga sistem informasi harus dikembangkan.
Bukan hanya teknologi
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Akademik Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Paulina Pannen mengatakan, dalam menghadapi Revolusi iIdustri 4.0 jangan hanya terpaku pada urusan penyiapan teknologi. "Justru penyiapan berbagai pemangku kepentingan mulai dari siswa, guru, pimpinan sekolah, orangtua, institusi pemerintah, hingga individu tidak boleh dilupakan," kata Paulina.
Dalam menghadapi Revolusi iIdustri 4.0 jangan hanya terpaku pada urusan penyiapan teknologi.
Perwakilan dari Universitas Terbuka (UT) Sri Sedyaningsih mengatakan, pengalaman UT yang diberi mandat untuk mengembangkan pendidikan jarak jauh sejak 1984, membuktikan dengan pemanfaatan TIK mampu membuka akses pendidikan tanpa batas. Buktinya, UT mampu melayani lebih dari 300.000 mahasiswa yang ada di Indonesia dan 32 negara lainnya.
"Dunia pendidikan harus ikut serta untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Namun, dalam pendidikan berbasis TIK pun, pembentukan karakter tetap juga jadi komitmen," ujar Sri.