Reformasi Macron Diterima
PARIS, KAMIS Agenda reformasi Presiden Perancis Emmanuel Macron di bidang pendidikan mulai meraih dukungan publik.
Agenda reformasi yang diterapkan Macron di awal pemerintahannya sempat menimbulkan tentangan dari kubu oposisi ataupun dari serikat guru yang merasa tidak diajak berembuk. Namun, Macron meyakini kebijakan ini bukan saja akan mengurangi ketidaksetaraan anak didik, melainkan juga akan mempersiapkan para pelajar untuk lebih kompetitif dalam memenuhi tuntutan dunia kerja.
Perubahan yang diterapkan antara lain mewajibkan anak untuk bersekolah sejak usia tiga tahun (dari sebelumnya enam tahun). Sekolah juga akan melarang murid menggunakan telepon genggam dan mendorong anak-anak untuk mempelajari bahasa asing, termasuk mempelajari bahasa Latin dan Yunani.
Publik Perancis saat ini lebih fokus menyoroti dampak terhadap pengurangan jumlah murid di dalam kelas, perubahan terhadap sistem ujian kelulusan yang pertama kali diterapkan oleh Napoleon pada 1808, serta seleksi masuk universitas. Kurikulum ajaran juga dirancang untuk memberi ruang yang lebih besar kepada subyek ilmu komputer dan coding, untuk memenuhi kebutuhan dunia digital.
”Dari sejak taman kanak-kanak sampai universitas, kita melakukan perombakan dalam banyak hal,” kata Macron dalam wawancara di televisi.
Ditentang
Perubahan tersebut awalnya membuat berang sejumlah pihak yang menganggap reformasi sebagai ”serangan” terhadap sistem yang sejak lama menerapkan kurikulum yang terstandardisasi secara nasional.
Sebelumnya, warga Perancis yang berada di mana pun akan diajarkan bahan pelajaran yang serupa. Namun, Macron berkeras memodernisasi sistem pendidikan tersebut.
Alasan lainnya adalah banyaknya murid sekolah yang tidak mampu keluar dari latar belakang sosial dan ekonominya untuk memperoleh pendidikan yang setara.
Berdasarkan analisis yang dilakukan kelompok kajian OECD, Perancis merupakan negara yang paling kecil memberikan kesempatan kepada anak didik untuk keluar dari belitan ekonomi.
Kenyataan itu tentunya tidak sesuai dengan moto nasional Perancis, yaitu Liberte, Egalite, Fraternite (kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan).
Selain itu, Macron juga bercita-cita agar para pengusaha yang membuka lapangan kerja bisa memperoleh karyawan yang memiliki kemampuan sesuai tuntutan bidang kerja dan kemajuan zaman. Saat ini tingkat pengangguran di Perancis masih berada di angka 9,2 persen.
Yakin
Meski mendapat tentangan, Macron merasa yakin untuk melakukan reformasi. Setelah usulannya mulus melewati parlemen yang didominasi oleh partainya, En Marche, Macron juga melihat bahwa protes-protes yang terjadi terus meredup.
Jika pada awal 2018 mahasiswa getol berunjuk rasa mengkritik perubahan seleksi mahasiswa baru, kini aksi-aksi unjuk rasa telah jauh berkurang. Kalangan bisnis bahkan menyambut positif perubahan itu.
”Kami bisa dengan jelas merasakan bahwa sistem pendidikan berubah. Mereka yang bertanggung jawab telah menyadari bahwa mereka bukan saja harus mendidik warga, melainkan juga mempersiapkan anak-anak muda untuk memasuki kehidupan sebenarnya,” tutur Florence Poivey yang menjadi pengusaha pemrosesan plastik selama 28 tahun.
”Kita melihat bahwa negara-negara Eropa yang secara ekonomi berada di depan Perancis adalah negara-negara yang sistem pendidikannya lebih fokus dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi masa depannya,” kata Poivey merujuk Jerman, Swiss, dan Denmark.
Di sekolah dasar di Les Ormeaux, selatan Paris, pengurangan jumlah murid di dalam kelas disambut positif. Ducoroy (42), guru yang awalnya skeptis terhadap agenda reformasi, mengakui bahwa murid-murid di kelas-kelas tahun pertama mampu membaca dan menulis secara lebih cepat dibandingkan dengan murid-murid di tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu dikarenakan para guru kini memiliki kesempatan lebih banyak untuk memperhatikan muridnya karena jumlah murid di kelas lebih sedikit.
Jajak pendapat terhadap serikat guru sekolah terbesar di Perancis menunjukkan adanya dukungan kuat terhadap pengurangan murid di kelas. Namun, mereka khawatir hal yang sudah berjalan baik ini akan kembali dirombak ketika pemerintahan baru berkuasa.
Persoalannya, pengurangan jumlah murid dalam kelas akan membutuhkan tambahan guru sebanyak 3.000-4.000 orang dalam kurun 3 tahun. Saat ini, anggaran untuk bidang pendidikan mencapai 59 miliar dollar AS, yang merupakan anggaran terbesar di Perancis.
(AFP/REUTERS/MYR)