Cemas Diserang Gajah, Warga di Lampung Berkumpul di Hutan
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Puluhan warga yang membuka lahan di kawasan Hutan Lindung Register 39 Kotaagung Utara, Kabupaten Tanggamus, Lampung, berkumpul di dalam hutan setelah seorang warga tewas diserang kawanan gajah liar. Warga dari dua kecamatan, yakni Kecamatan Semaka dan Bandar Negeri Semoung, itu khawatir kebun mereka diserang kawanan gajah.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Kotaagung Utara Zulhaidir mengatakan, puluhan warga berkumpul di dekat kolasi konflik gajah pada Sabtu (7/7/2018). Mereka berinisiatif menggiring gajah ke dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) secara mandiri. Namun, petugas pengelola hutan bersama tim satgas konflik berupaya menahan warga agar tidak melakukan penggiringan.
”Kami khawatir warga tidak terkoordinasi dan justru dapat menimbulkan korban lagi,” ujar Zulhaidir saat dihubungi, Sabtu sore.
Menurut dia, pihaknya telah menyampaikan kepada warga bahwa pekan depan tim satgas bersama pawang gajah akan melakukan penggiringan gajah ke dalam kawasan taman nasional. Dia telah meminta warga bersabar dan menunggu instruksi dari petugas. Namun, warga tetap merasa khawatir kawanan gajah liar kembali menyerang perkebunan mereka.
Setelah musyawarah, warga pun menyepakati tidak melakukan penggiringan gajah. Mereka berharap, petugas dan pawang gajah segera datang untuk membantu warga.
Mereka tidak memahami jalur jelajah gajah sehingga hanya menghalau gajah agar keluar dari kebun mereka.
Untuk mengantisipasi serangan gajah liar, sejumlah warga memilih menebang pohon pisang yang mereka tanam. Mereka khawatir gajah kembali mendekat ke kebun untuk memakan pisang.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Lampung bersama instansi terkait telah menggelar rapat pada Jumat (6/7/2018) untuk membahas penanganan konflik gajah dan manusia di Tanggamus yang telah berlangsung sejak setahun terakhir. Dalam rapat tersebut disepakati, gajah liar akan digiring ke dalam kawasan taman nasional. Selanjutnya, tim satgas akan berjaga di perbatasan taman nasional dan hutan lindung.
Konflik gajah dan manusia itu terjadi di kawasan hutan lindung yang merupakan habitat gajah. Kawasan itu menjadi sasaran konflik karena hutan dibuka untuk perkebunan dan pertanian ilegal. Di dalam hutan ditanam tanaman pangan dan buah, antara lain jagung, nangka, dan pisang.
Menurut data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Lampung-Bengkulu, sedikitnya terjadi 62 konflik gajah dan manusia di Tanggamus setahun terakhir. Terbaru di kawasan Hutan Lindung Register 39 Kotaagung Utara, Bandar Negeri Semoung, Tanggamus, Selasa (3/7/2018) dini hari. Penjaga kebun tewas diserang sekawanan gajah.
Di sekitar area konflik diperkirakan ada 5.000 warga yang membuka hutan secara ilegal puluhan tahun lalu. Pemerintah tidak mengizinkan karena kawasan itu zona inti yang bukan untuk program Perhutanan Sosial. Banyaknya warga bermukim di kawasan hutan membuat potensi konflik gajah dan manusia di Lampung masih tinggi.
Camat Semaka Wawan mengatakan, belum semua warga memahami permasalahan dan penanganan konflik tersebut. Selama ini, warga yang membuka lahan di dalam kawasan hutan lindung lebih mementingkan perkebunan mereka masing-masing agar tidak diserang kawanan gajah liar. Akibatnya, penggiringan gajah ke dalam kawasan taman nasional menjadi tidak efektif.
”Mereka tidak memahami jalur jelajah gajah sehingga hanya menghalau gajah agar ke luar dari kebun mereka,” ujarnya.
Selain itu, sejumlah warga juga belum paham bahwa gajah merupakan satwa liar yang harus dilindungi. Dia khawatir, upaya penggiringan oleh warga secara mandiri justru akan menimbulkan konflik baru.