JAKARTA, KOMPAS — Meski masih terbatas, sejumlah sekolah sudah mulai menerapkan e-pembelajaran melalui laman resmi sekolah untuk mengurangi penggunaan kertas. Melalui e-pembelajaran, siswa juga dituntut menggunakan gawai untuk kegiatan yang positif.
Salah satu sekolah yang sudah menerapkan e-pembelajaran adalah SMA Negeri 23 Jakarta. Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bagian Kesiswaan, Edi Susilo, Jumat (6/7/2018). Ia mengatakan, sekolahnya sudah menerapkan pembelajaran berbasis digital dengan melibatkan gawai siswa.
“Dalam mengerjakan tugas atau ujian semester, kami sudah tidak menggunakan kertas, tapi siswa sekarang menggunakan gawai mereka untuk mengerjakan soal. Mereka bermain dengan durasi waktu,” kata Edi.
Edi mengatakan, penerapan tersebut juga mengurangi tingkat kecurangan siswa saat mengerjakan soal. Setiap siswa mendapatkan daftar soal yang berbeda satu sama lain.
“Siswa tidak akan bisa menyontek, karena soalnya beda-beda, sudah ada kode masing-masing. Kami siapkan soal dengan berbagai variasi,” tambah Edi.
Keunggulan lainnya, menurut Edi, siswa tidak memiliki keterbatasan tempat untuk mengerjakan soal. Jika siswa tidak masuk sekolah pada saat ujian, tetap bisa mengerjakan di rumah.
Siswa SMA Negeri 23 Jakarta, Zafira Alaika Putri Kurniawan (16), mengatakan, jaringan internet yang sering mengalami gangguan, menghambat pengerjaan soal di e-pembelajaran. “Beberapa kali internet sering mati, jadi waktu kami banyak yang terbuang,” ungkapnya.
Kami pernah ditawari oleh server Singapura, tapi biayanya sangat tinggi. Jika pemerintah bisa siapkan itu, akan sangat bagus.
Adanya gangguan jaringan internet ini juga dibenarkan oleh Edi. Menurutnya, dibutuhkan biaya yang besar untuk menyiapkan provider yang stabil. “Kami pernah ditawari oleh server Singapura, tapi biayanya sangat tinggi. Jika pemerintah bisa siapkan itu, akan sangat bagus,” katanya.
Saat ini, SMA Negeri 23 Jakarta memiliki dua ruang pembelajaran digital. Masing- masing ruangan dilengkapi 40 unit komputer dan satu monitor layar sentuh seukuran papan tulis di bagian depan ruangan. Di ruang perpustakaan, juga terdapat 60 unit komputer untuk menunjang kegiatan literasi siswa.
Rumah belajar
Pada pemberitaan Kompas tanggal 6 Juli 2018, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menyiapkan laman e-pembelajaran bernama Rumah Belajar. Namun, beberapa sekolah mengaku, belum mengetahui laman tersebut.
“Kami belum mengetahui laman Rumah Belajar walaupun selama ini kami sudah terapkan model pembelajaran digital, beberapa guru, aktif menuntut siswa mengakses referensi melalui internet saat di kelas,” ungkap Edi.
Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 13 Jakarta, Madu Nurliasari, juga belum mengetahui tentang laman Rumah Belajar. “Seminggu yang lalu saya datang ke acara Seminasi Kepala Sekolah, pembicaranya dari Kemendikbud. Beliau sempat menyinggung sedikit soal kemungkinan siswa nantinya tidak perlu bertatap muka dengan guru,” kata Madu.
Madu menambahkan, bisa saja itu diterapkan di sekolahnya. Namun, ia khawatir penerapan nilai-nilai sosial akan terkikis dengan model pembelajaran semacam itu.
“Jika itu diterapkan, saya khawatir ikatan emosional guru dan siswa akan berkurang. Di sini kami terbiasa mengenal karakter siswa, dari 156 siswa, hampir 19 guru yang ada di sekolah ini mengenal mereka dengan dekat,” kata Madu.
Beberapa guru sudah mengajak siswa untuk mengakses internet di kelas.
Wakil Kepala Sekolah Bagian Sarana dan Prasarana SMA Negeri 65 Jakarta, Muhamad Faisal, mengatakan, belum mengetahui laman Rumah Belajar. Meski demikian, beberapa guru sudah memanfaatkan jaringan internet untuk pembelajaran.
“Beberapa guru sudah mengajak siswa untuk mengakses internet di kelas. Saya juga mengajar Seni Budaya, sering juga memberi tugas siswa untuk mengakses web kementerian seputar tutorial pembuatan lukisan atau seni lain. Tapi selama ini belum mengetahui Rumah Belajar,” ungkapnya. (E21)