Suhu udara di Arab Saudi sama seperti musim haji tahun lalu, yakni mencapai 53 derajat celsius. Kondisi tersebut berpotensi memicu ”heatstroke”.
JAKARTA, KOMPAS — Tahun 2018, semua embarkasi menggunakan kartu kesehatan haji. Terobosan ini bertujuan memudahkan identifikasi data kesehatan jemaah sejak sebelum dan sesudah berangkat ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.
”Dengan adanya kartu tersebut, petugas akan lebih mudah mengidentifikasi data kesehatan jemaah. Tinggal di-scan, nanti keluar semua datanya,” ucap Eka Jusup Singka, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, kepada awak media di Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Menurut Eka, identifikasi kesehatan para anggota jemaah calon haji tahun ini tidak lagi dilakukan secara manual. Kini, data terpantau secara digital melalui kartu kesehatan haji (KKH). Kartu itu mengondisikan jemaah patuh mengikuti pemeriksaan dan pembinaan kesehatan. Datanya terhubung dengan sistem komputerisasi haji terpadu.
Risiko tinggi
Eka menambahkan, pada tahun ini juga terjadi perubahan warna gelang untuk jemaah risiko tinggi (risti). Tahun lalu, warnanya terbagi tiga, yakni merah, kuning, dan hijau, sesuai dengan tingkat keparahan. Tahun ini, warnanya diseragamkan, yakni oranye. ”Ini demi menjaga kondisi psikologis pasien,” kata Eka.
Dia menyebutkan, suhu udara di Arab Saudi sama seperti musim haji tahun lalu, yakni mencapai 53 derajat celsius, jauh berbeda dengan suhu di Tanah Air. Kondisi tersebut berpotensi memicu heatstroke. Kondisi ini ditandai dengan suhu tubuh panas (sampai 40 derajat celsius), kejang-kejang, denyut jantung cepat, pusing, dan napas memburu. Kondisi ini sering terjadi pada saat jemaah terpapar matahari dalam waktu lama.
Umumnya gejala ini terjadi pada saat puncak ibadah haji, yakni ketika jemaah berkumpul di Padang Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina). Dengan sengatan terik matahari di ruang terbuka, jemaah rentan dehidrasi. Apalagi, jumlah anggota jemaah yang berusia lanjut (di atas 50 tahun) mencapai 70 persen.
Langkah pencegahannya, saat di luar ruangan, jemaah disarankan menggunakan alat pelindung diri, yaitu payung, kacamata hitam antipanas, masker, sandal, topi, botol semprot, dan botol minum. ”Biasakan minum sebelum haus,” kata Eka.
Penyakit lain yang diwaspadai adalah Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS). ”Penyakit ini rawan menular melalui hewan, khususnya unta. Jadi, jemaah jangan dekat-dekat unta,” ucapnya.
Tahun ini, anggota jemaah haji Indonesia 221.000 orang, terdiri dari 204.000 anggota jemaah reguler dan 17.000 anggota jemaah penyelenggara ibadah haji khusus. Jemaah reguler yang terbagi dalam 507 kelompok terbang secara bertahap mulai berangkat ke Tanah Suci pada 17 Juli.
Imbauan Kemenag
Kasubdit Bimbingan Ibadah Direktorat Bina Haji Kemenag Endang Jumali mengimbau jemaah mengurangi aktivitas rutin yang berisiko menguras stamina, seperti umrah sunah dan ziarah.
Secara rinci imbauan tersebut adalah:
Pertama: banyak minum selama berada di Arab Saudi 8 gelas/hari, walaupun tidak merasa haus.
Kedua: terkait masalah ibadah, agar menjaga efektivitas waktu supaya tidak mengerjakan rutinitas ibadah yang dapat menguras tenaga, misalnya umrah, sunah, dan ziarah.
Ketiga: menghemat waktu dengan tidak memaksakan untuk pergi ke haram, karena setiap hotel di Mekkah sudah disediakan mushala. Tahun ini hotel di Madinah juga sudah sebagian menggunakan full musim. Jadi, jemaah lebih nyaman untuk mengoptimalkan waktu.
Keempat: senantiasa membawa persediaan air minum kalau keluar dari hotel.
Adapun Direktur Layanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis menyarankan jemaah meminum air putih yang memadai, tidak keluar ruangan sewaktu terik matahari, menggunakan payung bila keluar ruangan; serta membatasi aktivitas pada siang hari. (E15)