Konten pembelajaran sudah tersedia di internet. Namun, peran guru tidak bisa digantikan. Di sinilah guru juga menjadi motivator sekaligus.
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan digital berupa pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi terus dipacu. Namun, kesenjangan kompetensi dalam pembelajaran digital bukan hanya butuh kecakapan teknis, melainkan juga pemahaman akan pedagogi digital.
”Perlu transformasi pada semua guru dan sekolah sehingga tidak gagap dalam menghadapi transformasi pendidikan 4.0 di Indonesia,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi di Jakarta, Jumat (6/7/ 2018).
Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam mengajar. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.
Unifah menerangkan, kemampuan guru untuk bertransformasi dalam pembelajaran digital yang dapat diterapkan di ruang kelas kini jadi perhatian. Karena itu, PGRI merintis Smart Learning and Character Building Center PGRI di Gedung Guru Jakarta sebagai upaya menyiapkan guru di era Revolusi 4.0.
Menurut Unifah, beberapa waktu lalu, PGRI diundang dalam sidang tentang hak cipta atau copyright dari World Intellectual Property Rights di Geneva, Swiss. Penyelenggara tertarik dengan program PGRI Smart Learning Center yang merupakan inisiatif PGRI untuk menjadi Open Online Resources Ecosystem Based (OER) untuk Guru.
Guru fasilitator
Ketua Divisi Persatuan PGRI Smart Learning Center Richardus Eko Indrajit menambahkan, kemampuan para guru mendidik pada era pembelajaran digital perlu disiapkan dengan memperkuat pedagogi siber. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran berguna mendorong pembelajaran bermutu.
”Konten pembelajaran sudah tersedia di internet. Namun, peran guru tidak bisa digantikan. Di sinilah kita harus memperkuat guru sebagai fasilitator yang membantu siswa memanfaatkan sumber belajar yang beragam tersebut. Guru juga jadi motivator dan inspirator,” tutur Eko.
Ketua umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pusat Muhammad Ramli Rahim mengatakan, IGI sudah mengantisipasi perkembangan pendidikan digital sejak kelahirannya pada 2009. ”Kami terus mengembangkan pendidikan berbasis digital,” kata Ramli.
”Berbeda dengan Kemdikbud yang terpusat di P4TK dan hanya menyentuh sedikit guru, IGI memilih langsung ke kabupaten-kabupaten termasuk yang pelosok,” ujar Ramli.
Salah satu sekolah yang menerapkan e-pembelajaran adalah SMA 23 Jakarta. ”Dalam mengerjakan tugas atau ujian semester, siswa tak menggunakan kertas, tetapi menggunakan gawai. Mereka bermain dengan durasi waktu,” kata Edi Susilo, Wakil Kepala SMA 23 Jakarta.
Hal serupa terjadi di SMA 16 Jakarta. Beberapa guru sudah mencoba menerapkan e-pembelajaran di kelas. ”Cuma memang belum menyeluruh,” kata Ahmad Sutanto, Wakil Kepala SMA 16 Jakarta, bidang kesiswaan.