Pemerintah Jemput Bola untuk Optimalkan Perekaman KTP-el
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan lebih mengoptimalkan perekaman kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el untuk memastikan masyarakat telah terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan Umum 2019. Salah satu cara pengoptimalan ini dengan memasifkan kembali layanan jemput bola.
Berdasarkan data Kemendagri, saat ini 98 persen dari total penduduk yang berhak mendapatkan KTP-el sudah merekam data kependudukan mereka. Hanya tersisa sekitar tiga juta penduduk lagi yang belum melakukan perekaman data.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar di Jakarta, Sabtu (7/7/2018), mengatakan, untuk mempersiapkan Pemilu 2019, Kemendagri akan mengoptimalkan kembali perekaman KTP-el. Hal ini karena KTP-el menjadi syarat utama bagi pemilih untuk memberikan hak suara.
”Dalam Pemilu 2019, daftar pemilih harus berdasarkan KTP-el dan kami akan memastikan seluruh data masyarakat Indonesia telah terekam,” ujar Bahtiar.
Salah satu cara yang akan dilakukan Kemendagri untuk mengoptimalkan perekaman KTP-el ialah dengan memasifkan layanan jemput bola. Kemendagri akan memastikan petugas di setiap kecamatan dapat menjalankan layanan ini.
”Layanan jemput bola ke sekolah-sekolah juga menjadi salah satu prioritas untuk memastikan pemilih pemula mendapatkan hak pilih. Kami juga berharap masyarakat ikut proaktif merekam data KTP-el,” ujar Bahtiar.
Selain memasifkan layanan jemput bola, hal lain yang akan diantisipasi dalam Pemilu 2019 ialah terkait dengan pindah daerah memilih. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa ketika pemilih berpindah daerah pemilihan, pemilih tersebut juga diberikan surat suara yang sama dengan cakupan daerah pemilihannya.
”Artinya pemilih tersebut tidak akan mendapatkan surat suara yang berbeda dengan daerah pemilihannya. Informasi ini juga harus disosialisasikan secara masif sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian,” kata Bahtiar.
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz menilai, sejumlah tantangan mungkin akan terjadi pada pemilu serentak 2019, salah satunya perbedaan hasil survei elektabilitas ataupun hitung cepat dari sejumlah lembaga survei.
Menurut dia, pemilihan kepala daerah serentak 2018 memberikan pekerjaan rumah bagi lembaga-lembaga survei dan partai politik. Lembaga survei ini perlu mencegah permasalahan yang muncul di masyarakat terkait perbedaan hasil hitung cepat.
”Ini penting mengingat salah satu fungsi dari survei adalah menghambat potensi kecurangan ataupun mala-administrasi yang dapat dilakukan oleh otoritas penyelenggara,” kata August.
August menambahkan, pemilu serentak 2019 membutuhkan administrasi kepemiluan yang baik sehingga dapat meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap mekanisme demokrasi.
Pengunduran diri ASN
Terkait aparatur sipil negara (ASN) yang akan maju dalam Pileg 2019, Bahtiar menyampaikan bahwa hal tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam Pasal 240 Ayat (1) Huruf k disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memutuskan maju sebagai caleg harus mengundurkan diri, termasuk anggota TNI dan Polri aktif, serta aparatur sipil negara di instansi-instansi pemerintah.
Selain ASN, pengunduran diri juga berlaku untuk direksi, komisaris, hingga karyawan di badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
”Sebelum memutuskan maju sebagai caleg, ASN perlu mempertimbangkan matang-matang. Sebab, surat pengunduran diri ASN tidak dapat ditarik kembali,” kata Bahtiar.