Bola yang Bikin Demam, tetapi Membuat Sehat
Sepak bola membuat “sakit demam” dengan Piala Dunia Rusia 2018-nya. Sebaliknya, sepak bola juga membuat sehat, bahkan bagi mereka yang sudah berusia lanjut.
Begitulah kesimpulan dari berbagai penelitian di sejumlah negara. Hanya saja bagi yang tak lagi muda, ada baiknya tak menelan begitu saja temuan riset tersebut.
Seiring semakin meluasnya popularitas sepak bola, para ilmuwan bidang kesehatan, kedokteran, dan fisiologi klinis di berbagai negara banyak menggali dampak latihan sepak bola terhadap kesehatan lewat berbagai penelitian dalam satu dekade terakhir.
Rata-rata hasilnya menetapkan, sepak bola yang merupakan bentuk permainan kompleks, itu, bagus bagi kesehatan dalam aspek yang luas.
Latihan bola terbukti membantu tubuh menata glukosa dan mengurangi kerusakan pada sel-sel otot.
Latihan sepak bola dua-tiga kali sepekan, misalnya, terbukti meningkatkan metabolisme dan kesehatan jantung paru-paru pada perempuan yang mengidap tekanan darah tinggi dan punya gaya hidup sedentari.
Di lain riset, latihan bola terbukti membantu tubuh menata glukosa dan mengurangi kerusakan pada sel-sel otot.
Rilis riset dalam Scandinavian Journal of Medicine and Science in Sports, Mei silam, misalnya mengungkapkan, sepak bola—bersama pengaturan pola asupan—terbukti meningkatkan kesehatan dalam cakupan yang luas pada penderita prediabetes.
Kombinasi ini menunjukkan keberhasilan yang lebih tinggi bagi penderita, dibandingkan melulu mengandalkan rezim pengelolaan asupan.
Yang menarik, subyek penelitian yang digelar tujuh ilmuwan dari Denmark, Swedia, Inggris, dan Kepulauan Faroe, itu, adalah para penderita yang berusia tua, 55-70 tahun (kelompok usia yang memang rentan terhadap gangguan tersebut).
Prediabetes sendiri adalah keadaan yang dialami tubuh dengan kadar gula darah di atas normal secara akut. Banyak ahli meyakini, jika penderita tidak mengubah gaya hidupnya menjadi lebih aktif dan mengatur ulang asupannya, kondisi itu bisa meningkat menjadi diabetes melitus tipe 2 (DMT2).
Pada dasarnya, prediabetes atau diabetes terjadi ketika pankreas tidak lagi responsif dalam memproduksi hormon insulin yang berfungsi mengatur tingkat keberadaan glukosa dalam darah.
DMT2 telah menjadi sebuah persoalan kesehatan besar di dunia. Dari segi jumlah, diperkirakan jumlah penderita DMT2 meningkat menjadi sekitar 370 juta orang di seluruh dunia.
DMT2 tidak hanya membuat penderitanya rawan menderita sakit, bahkan berujung pada kematian.
DMT2 tidak hanya membuat penderitanya rawan menderita sakit, bahkan berujung pada kematian. Gangguan pada tingkat gula darah itu juga membenani sistem jaminan kesehatan di banyak negara.
Pasalnya, kerusakan pada pengendalian gula darah itu berkomplikasi pada banyak masalah kesehatan. Metabolisme gula darah ini pada akhirnya mengganggu banyak sistem metabolisme lainnya dalam tubuh.
Akhirnya, kebugaran fisik menjadi buruk, penderita mengalami obesitas, massa otot yang sedikit, dan melemahkan kemampuan jantung serta paru-paru.
Wajib sepak bola
Dengan mewajibkan 27 subjek penelitian rutin bermain sepak bola dan mengatur pola gizi mereka, para peneliti lintas negara di Eropa berhasil membuat kondisi puluhan subjek penderita prediabetes membaik. Hasilnya bahkan jauh lebih bagus dibandingan kelompok 23 orang yang hanya diatur ulang pola makannya.
Misalnya, kelompok pertama mengalami peningkatan pada kapasitas maksimal paru-paru (VO2 max) sebanyak 14 persen. Ini tujuh kali lipat dibandingkan kelompok kedua yang tak diminta bermain sepak bola.
VO2 max merupakan indikator yang menjadi fondasi bagi kebugaran fisik seseorang. Ilustrasinya, jika oksigen yang mampu diserap tubuh tinggi, proses metabolisme dalam tubuh, yang umumnya memang memerlukan oksigen, dipastikan menjadi lancar.
Selain itu, subyek penelitian yang diminta bermain bola (dan asupannya ditata ulang) juga mengalami penurunan pada tekanan pembuluh arteri jauh lebih banyak dibanding yang tak main bola. Lemak tubuh mereka juga berkurang tiga kali lipat dibanding kelompok kedua.
Artinya, para penderita menjadi lebih langsing. Selain itu, massa otot dapat meningkat atau relatif menjadi lebih kekar—sesuatu yang tak dapat diraih oleh mereka yang hanya mengatasi prediabetes dengan menjaga pola makan. Yang penting, tingkat gula darah mereka pun menurun.
Hebatnya, membaiknya metabolisme dan kesehatan jantung paru-paru itu dialami oleh para subjek penelitian yang seluruhnya sudah berusia tua, antara 55 hingga 70 tahun.
Semula, daya tahan mereka juga ada di batas bawah kelompok kurang bagus dengan VO2 max sekitar 22 (daya tahan yang tergolong rata-rata berada di kisaran 29-39 untuk kelompok usia mereka).
Para subjek penelitian juga dipilih dari mereka (laki-laki dan perempuan) dengan tubuh yang gemuk dan obesitas dengan Indeks Massa Tubuh (BMI) 25 hingga 34,3. Tubuh dikatakan kegemukan jika BMI seseorang berada di angka 25-29,9 dan sangat gemuk (obesitas) jika BMI nya berada di angka 30 atau lebih.
Dalam penelitian, para subjek terpilih diminta untuk rutin berlatih sepak bola selama 16 pekan. Setiap pekannya, mereka bermain dua kali dengan setiap sesi berlangsung selama 30 menit hingga satu jam.
Dengan hasil tersebut, Peter Krustrup dan para rekan peneliti sejawatnya menyimpulkan, latihan sepak bola yang dikombinasikan dengan pengaturan pola gizi berdampak baik secara luas terhadap metabolisme dan kesehatan jantung paru-paru para penderita prediabetes berusia tua.
Kesimpulan itu mereka sajikan dalam lembar ilmiah berjudul “Football Training Improves Metabolic and Cardiovascular Health”.
Latihan sepak bola yang dikombinasikan dengan pengaturan pola gizi berdampak baik secara luas terhadap metabolisme dan kesehatan jantung paru-paru.
Perlu diperhatikan
Ini jelas kabar baik bagi para lansia. Namun, agaknya sejumlah hal harus diperhatikan jika kita ingin menerapkan penelitian tersebut. Pertama, penelitian tersebut digelar di Kepulauan Faroe, sebuah wilayah otonomi yang bernaung dalam Kerajaan Denmark, di Eropa.
Seperti umumnya negara-negara Eropa, sepak bola adalah permainan dan olahraga yang mendarah daging pada masyarakat di kepulauan itu. Sebuah laporan FIFA misalnya menyebutkan, sekitar 17-18 persen masyarakat Kepulauan Faroe aktif dan rutin bermain sepak bola.
Tidak mengherankan, peringkat tim nasional Kepulauan Faroe yang penduduknya cuma sekitar 50.000 jiwa, tersebut, lebih tinggi dari peringkat tim-tim nasional negara Asia Tenggara.
Timnas Faroe berada di urutan 90 dunia. Bandingkan dengan Indonesia yang kini ada di peringkat 164, Thailand yang 122, atau Malaysia yang 171.
Harus diingat, banyak kemampuan tubuh menurun di usia lanjut. Kekuatan tulang dan otot, respons syaraf motorik, panca indera, dan sebagainya. Di sisi lain, sepak bola bukanlah olahraga ringan dan menuntut keterampilan fisik yang cukup bagus.
Agaknya, sepak bola bisa menjadi pilihan dalam riset di Kepulauan Faroe itu karena karakteristik masyarakatnya yang telah akrab dengan permainan bola.
Keakraban (kebiasaan dan mengenal permainan bola secara benar sejak dini) itu bisa jadi membuat orang-orang Kepulauan Faroe—hingga manula—kemampuan teknik bermain sepak bola dengan benar.
Dalam olahraga, teknik atau gerakan tubuh yang benar tidak cuma memaksimalkan performa dan membuat energi yang dipakai menjadi ekonomis, juga amat mengurangi risiko cedera.
Di samping itu, latihan sepak bola dalam penelitian Peter Krustrup dan kawan-kawan itu selalu dijaga, berlangsung dalam intensitas menengah.
Dalam hitungan sederhana, aktivitas fisik intensitas menengah berlangsung ketika tingkat denyutan jantung berada di kisaran 50-70 persen dari denyut jantung maksimal (maximal heart rate, MHR). Rumus sederhana MHR adalah 220 dikurangi usia seseorang.
Teknik atau gerakan tubuh yang benar tidak cuma memaksimalkan performa dan membuat energi yang dipakai menjadi ekonomis, juga amat mengurangi risiko cedera.
Jadi, demam Piala Dunia yang tengah berangsung di Rusia kali ini bisa menjadi inspirasi bagi mereka yang menderita prediabetes—juga bagi kita semua--untuk meningkatkan kesehatan dengan cara bermain sepak bola.
Namun harus diingat, hal itu tak bisa kita terapkan dengan begitu saja mengambil sepatu, membeli bola, lalu pergi ke lapangan bersama teman-teman.
Yang perlu diperhatikan, mintalah program yang tepat sesuai dengan usia Anda, pada pelatih bersertifikat sehingga Anda bisa bermain bola dengan teknik yang tepat. Idealnya, program itu juga melibatkan pelatih fisik dengan latar belakang ilmu olahraga.
Jangan lupa, gaya hidup aktif tersebut harus disertai saran pola asupan yang dibuat oleh ahli gizi. Terakhir, periksakan kondisi kesehatan Anda setelah itu pada dokter, khususnya dokter spesialis olahraga.
Selamat berdemam Piala Dunia!.