”LES BLEUS” MEREDAM EGO
Perancis telah melewati satu rintangan berat lagi dengan sukses saat melumat Uruguay di perempat final. Skuad berjuluk ”Les Bleus” itu pun kian dekat untuk mengulangi sejarah 1998. Namun, pasukan muda itu memiliki tugas besar di depan mata.
NIZHNY NOVGOROD, KOMPAS Tim-tim yang masih bertahan di fase gugur Piala Dunia Rusia 2018 adalah mereka yang berhasil membangun kolektivitas tim seperti Perancis. Setiap pemain dalam skuad ”Les Bleus” berusaha keras untuk membuang ego demi misi utama mengulang kejayaan yang pernah mereka rasakan tahun 1998.
”Permainan kolektif telah berbicara!” tulis bek Perancis, Benjamin Pavard, dalam akun Twitter-nya seusai mengalahkan Uruguay, 2-0, di Stadion Nizhny Novgorod, Nizhny Novgorod, Rusia, Jumat (6/7/2018). Dengan kemenangan itu, Perancis melangkah ke semifinal dan menghadapi Belgia di Stadion Saint Petersburg pada 11 Juli dini hari WIB.
Pavard dan rekan-rekannya larut dalam kegembiraan malam itu. Bagaimana tidak, mereka adalah sekumpulan anak muda yang mampu menyingkirkan Uruguay, tim juara dunia dua kali dan salah satu tim dengan pertahanan terbaik di Rusia.
Ya, skuad Perancis adalah skuad termuda kedua di Rusia setelah Nigeria dengan usia rata-rata pemain 26 tahun.
Dalam usia yang masih muda, ego merupakan musuh terbesar pemain. Godaan untuk tampil menonjol dan menjadi bintang akan selalu ada. Jika tidak dikendalikan, ego itu akan menyetir hasrat pemain untuk selalu menunjukkan kehebatannya sehingga kolektivitas tim rusak.
Upaya meredam ego itulah yang sedang digarap Pelatih Perancis Didier Deschamps di Rusia. Deschamps ingin skuadnya merasakan nikmatnya mengangkat dan mencium trofi Piala Dunia seperti yang pernah ia lakukan ketika menjadi kapten Les Bleus pada Piala Dunia 1998.
Potensi untuk mengulang kesuksesan 1998 itu sudah terlihat pada dua laga terakhir Perancis saat mengalahkan Argentina (4-3) dan Uruguay (2-0). Mereka telah berubah dari tim dengan permainan yang sedikit membosankan pada fase grup menjadi tim yang atraktif ketika bertemu Argentina pada babak 16 besar.
Pengorbanan
”Pada fase grup kami tidak tampil flamboyan, tetapi tetap efektif. Ketika bertemu Argentina tim kami sudah semakin dewasa,” kata Deschamps dalam konferensi pers seusai laga kontra Uruguay. Deschamps pun melihat potensi besar ke depan sekaligus memandang saat ini menjadi momentum tepat untuk kembali menjadi juara dunia.
Satu hal yang penting dalam permainan kolektif di skuad Perancis adalah pengorbanan seperti yang diperlihatkan Olivier Giroud. Striker Chelsea ini sudah bermain selama 380 menit dalam lima laga di Rusia, tetapi belum pernah mencetak gol.
Nama Giroud tenggelam di balik bayang-bayang Kylian Mbappe, pemain yang usianya 12 tahun lebih muda. Antoine Griezmann, yang sudah mengemas tiga gol, juga lebih sering dibicarakan.
Namun, bagi Deschamps, Giroud tetap punya peran besar di lini depan dan ia akan tetap memainkannya pada semifinal. ”Dia memang belum mencetak gol. Belum. Namun, dia sangat dibutuhkan pemain lainnya,” kata Deschamps.
Penampilan Giroud di Rusia kali ini mengingatkan pada sosok Stephane Guivarc\'h yang memperkuat Les Bleus pada Piala Dunia 1998. Sebagai striker, Guivarc\'h terus dimainkan selama 268 menit tanpa mencetak gol. Meski demikian, Perancis tetap bisa menjadi juara.
Kepada L\'Equipe, Giroud mengatakan, ia senang bisa membuka ruang di depan agar pemain lain bisa menyerang dan mencetak gol. ”Saya sendiri menyimpan gol untuk semifinal dan mungkin final,” katanya.
Kedewasaan juga ditunjukkan Mbappe yang menjadi buah bibir menjelang laga kontra Uruguay. Media massa terus menyorot Mbappe dan memuji kemampuan berlarinya. Namun, penyerang Paris Saint-Germain itu tidak bisa mencetak gol ke gawang Uruguay meski memiliki satu peluang emas pada babak pertama.
Membuka ruang
Ketika Mbappe tidak berkutik, muncul kisah epik dari Raphael Varane dan Hugo Lloris. Varane mencetak gol pertama Perancis ke gawang Uruguay dan membangkitkan kepercayaan diri tim. Sementara Lloris tampil gemilang dengan melakukan beberapa penyelamatan penting.
”Saya juga membuka ruang untuk rekan-rekan lainnya. Saya melebur dalam permainan kolektif tim,” kata Mbappe.
Situasi demikian juga justru menguntungkan bagi Mbappe karena ia tidak terlalu merasa terbebani. Ekspektasi yang ia dapatkan tidak sebesar harapan publik Argentina terhadap Lionel Messi atau publik Brasil terhadap Neymar.
Kisah Varane dan golnya pun sejenak menutupi kisah Mbappe. Empat tahun lalu, Varane gagal menghalangi Mats Hummels mencetak gol tunggal Jerman yang menyebabkan Perancis tersingkir di perempat final. Kini, Varane menjadi pahlawan.
Permainan kolektif ini sangat dibutuhkan Perancis untuk menghadapi Belgia nanti. Tim yang mampu bermain efektif dengan mengalahkan Brasil 2-0 itu akan menjadi lawan yang sulit. Skuad ”Setan Merah” itu tidak kalah hebat dalam urusan permainan kolektif.
Oleh karena itu, Deschamps sangat lega ketika para pemainnya selamat dari sanksi akumulasi kartu kuning saat melawan Uruguay. Paul Pogba, Giroud, Corentin Tolisso, dan Pavard terancam tidak bisa bermain di semifinal jika mendapat kartu kuning pada laga kontra Uruguay.
Deschamps sempat dibuat cemas karena Pogba sempat tersulut emosinya pada babak kedua ketika Mbappe dan Christian Rodriguez terlibat insiden. Namun, kedewasaan tim pula yang telah menyelamatkan Perancis. Beberapa pemain menyeret Pogba dan mencoba meredam emosi pemain Manchester United itu.
Ketegangan akan terus dirasakan Deschamps karena Perancis sudah semakin mendekat ke final. Akhir bahagia atau sedih bagi Deschamps, yang mulai membangun skuad sejak 2012 dan menjadi pelatih terlama Perancis setelah Raymond Domenech, tidak lama lagi bisa diketahui.