SAMARA, KOMPAS Tim nasional Inggris kian mendekati mimpi lebih dari setengah abad untuk menjadi juara dunia setelah membungkam tim kuda hitam, Swedia, 2-0 dalam laga perempat final di Samara Arena, Rusia, Sabtu (7/7/2018) malam. Berkat kolektivitas dan keahlian eksekusi bola-bola mati, tim ”Tiga Singa” menembus semifinal untuk kali pertama dalam 28 tahun.
Nyanyian football’s coming home sayup-sayup terdengar di Samara Arena, Rusia, seusai berakhirnya laga itu. Lagu yang populer pada 1990-an itu dinyanyikan ribuan fans Tiga Singa yang kian percaya tim mereka akan membawa pulang trofi Piala Dunia—hal yang terakhir kali diwujudkan saat mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia 1966.
Tim Tiga Singa, yang berangkat ke Rusia tanpa target muluk, seperti para pendahulunya, justru melampaui ekspektasi. Mereka menginjak semifinal Piala Dunia, capaian yang berulang kali gagal dilakukan para pemain
top dari generasi sebelumnya, seperti Alan Shearer, David Beckham, Steven Gerrard, dan Wayne Rooney.
”Swedia adalah tim yang sangat terorganisasi. Kami memanfaatkan situasi bola-bola mati untuk memecahkan pertahanan mereka. Hari ini, semangat kami tinggi seperti mereka. Namun, kualitas kami sedikit lebih baik. Itu yang menjadi pembeda,” ujar Gareth Southgate, Pelatih Inggris, dalam jumpa pers seusai laga tersebut.
Meskipun terbilang sangat muda, tim Inggris saat ini, yang rata-rata usia pemainnya adalah 26 tahun, mampu menjungkalkan Swedia yang lebih kaya pengalaman. Swedia sempat disegani di Rusia karena menyingkirkan Italia dan Belanda pada babak kualifikasi serta turut andil menggagalkan juara bertahan Jerman lolos dari babak penyisihan Grup F Piala Dunia 2018.
Bola mati
Keberhasilan Inggris melaju ke semifinal tidak terlepas dari peranan pelatih muda, Gareth Southgate, yang mengasah kemampuan pemainnya mengeksekusi bola-bola mati pada saat latihan. Berkat latihan khusus itu, Inggris membuka gol ke gawang Swedia melalui tandukan kepala bek Harry Maguire pada sepak pojok menit ke-30.
Gol Maguire tersebut kian menegaskan status Tiga Singa sebagai tim spesialis bola mati. Dari total sebelas gol yang dikemas Inggris hingga perempat final, delapan di antaranya tercipta melalui situasi bola mati, seperti sepak pojok, penalti, dan tendangan bebas.
”Sangat jelas Southgate menjadikan bola-bola mati sebagai senjata. Tidak mudah mengasah ini. Hal itu butuh kerja keras dan kesamaan pikiran,” tulis Alan Shearer, legenda Inggris, dalam kolomnya di BBC.
Kekompakan Inggris tidak hanya terlihat dari kepiawaian mereka membuat gol dari bola-bola mati. Kemarin, mereka juga mencetak satu gol dari situasi permainan terbuka yang didesain dengan baik oleh Jesse Lingard, pemain muda Inggris yang tampil menawan pada Piala Dunia sejauh ini. Gelandang serang yang telah mengemas satu gol dan satu asis di Rusia itu mengirimkan umpan silang matang yang dieksekusi sempurna oleh Dele Alli, pemain muda Inggris lain.
Kemenangan itu sekaligus menunjukkan bahwa Inggris tidak melulu bergantung kepada Harry Kane, striker yang memuncaki daftar pencetak gol pada Piala Dunia Rusia dengan koleksi enam gol. Selain Kane, Tiga Singa kini memiliki empat pencetak gol lain, yaitu Alli, Maguire, Lingard, dan John Stones. Mereka menjadi salah satu tim yang memiliki distribusi pencetak gol terbanyak setelah Belgia, tim paling produktif pada Piala Dunia Rusia.
Kesuksesan Inggris juga terjadi berkat penampilan gemilang kiper Jordan Pickford. Penjaga gawang klub Everton itu membuat tiga penyelamatan penting pada babak kedua yang mementahkan tiga peluang emas Swedia.
Menurut Sven-Goran Eriksson, mantan Pelatih Inggris, timnas Inggris saat ini mampu melesat jauh karena bermain rileks tanpa tekanan.
”Kondisi itu bagus untuk mereka karena mereka bisa menikmati permainan, tanpa beban. Inggris adalah tim bagus, masih muda, dan lapar. Mereka bisa melangkah jauh,” ujar pelatih asal Swedia itu.
Selain kepiawaian mencetak gol dari situasi bola mati, kata Eriksson, Tiga Singa juga memiliki keunggulan lain, yaitu kecepatan barisan serangnya. Para penyerang, seperti Lingard dan Raheem Sterling, memiliki kontrol bola mumpuni dan akselerasi tinggi. Sterling bahkan nyaris menambah gol Inggris setelah mengecoh sejumlah bek Swedia dan tinggal berhadapan dengan kiper Robin Olsen pada babak pertama. Sayang, tendangannya melambung.
”(Peluang juara Inggris) sangat besar. Jika mereka bisa bertahan dengan baik serta memanfaatkan seluruh keunggulan mereka, salah satunya kecepatan yang bisa dioptimalkan untuk serangan balik, mereka bisa mengalahkan siapa pun,” ujarnya.
Dua laga
Dengan kemenangan ini, Inggris hanya terpisah dua laga lagi dengan mimpi mereka, membawa trofi Piala Dunia kembali ke Inggris, negara tempat lahirnya sepak bola modern. Langkah itu diawali dengan semifinal di Stadion Luzhniki, Moskwa, Kamis (12/7) dini hari WIB, menghadapi pemenang laga antara tuan rumah Rusia dan Kroasia yang bertarung Minggu dini hari tadi di Stadion Fisht, Sochi.
Jika Rusia mengungguli Kroasia, laga semifinal akan menjadi pertemuan keempat Inggris dan Rusia setelah Uni Soviet bubar. Pada tiga pertandingan sebelumnya, Rusia dan Inggris sama-sama satu kali menang, satu kali imbang, dan sekali kalah. Perjumpaan terakhir terjadi pada penyisihan Grup B Piala Eropa Perancis 2016 dengan hasil imbang 1-1.
Inggris memiliki catatan lebih baik jika menghadapi Kroasia. Dari delapan kali berduel dengan tim ”Lidah Api”, julukan Kroasia, Inggris memenangi 4 laga, seri 1 kali, dan kalah 2 kali. Inggris bahkan memenangi dua pertarungan terakhir dengan Kroasia pada babak kualifikasi Piala Dunia 2010 zona Eropa. (BRO)