Warga di Jatim Masih Menolak Serahkan Ikan Predator
Oleh
Runik Sri Astuti
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Masyarakat Jawa Timur hingga kini belum mau menyerahkan secara sukarela ikan predator peliharaan mereka ke Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan.
Hingga hari kesembilan, pelaporan di posko masih nihil. Padahal, jumlah pemelihara ikan predator, baik untuk kesenangan maupun diperdagangkan, diprediksi cukup banyak.
Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Surabaya 1 Muhlin mengatakan, pihaknya terus melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat. Caranya, menyosialisasikan jenis-jenis ikan berbahaya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2014.
”Petugas juga menyosialisasikan tentang keberadaan posko pelaporan, pengaduan, dan penampungan ikan berbahaya,” ujar Muhlin, Senin (9/7/2018).
Sosialisasi dilakukan di pasar ikan hias dan di tempat para pembudidaya hingga kolam pemancingan yang menggunakan ikan predator sebagai daya tarik pengunjung. Tim Pemantauan Jenis Agen Bersifat Invasif kemarin mengunjungi pembudidaya di sepanjang aliran Sungai Porong hingga Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo.
Ketua Tim Pemantauan Jenis Agen Bersifat Invasif BKIPM Surabaya 1 Ayuda yang ditemui saat sosialisasi di Pasar Ikan Hias Sidoarjo mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan sementara di pembudidaya dan pedagang ikan, belum ditemukan ikan invasif. Namun, pihaknya tetap melakukan sosialisasi dan membagikan data tentang 152 jenis ikan berbahaya yang dilarang masuk ke Indonesia.
”Petugas tidak bisa memaksa masyarakat menyerahkan ikan peliharaannya. Petugas hanya bisa mengimbau supaya mereka menyerahkan dengan sukarela dan diberi waktu hingga 31 Juli. Adapun setelah itu mungkin baru akan ditindak,” tutur Ayuda.
Ketua Koperasi Mina Mandiri (koperasi pembudidaya dan pedagang ikan) Sidoarjo Husodo menyambut positif kedatangan petugas BKIPM Surabaya 1 ke pedagang ikan hias. Menurut dia, sosialisasi itu perlu karena tidak semua pedagang mengetahui tentang ikan-ikan berbahaya.
”Selain itu, pedagang dan pehobi ikan hias banyak yang belum tahu ke mana mereka harus melapor apabila menemukan atau memelihara ikan predator,” ucap Husodo.
Bertambah
Sementara itu, jumlah ikan predator Arapaima gigas yang ditemukan di daerah aliran Sungai Brantas terus bertambah. Saat ini jumlahnya telah menjadi 20 ekor dari pekan lalu 18 ekor. Jumlah ikan diprediksi terus bertambah karena tidak diketahui pasti jumlah yang dilepasliarkan di sungai.
”Jumlah temuan ikan Araipama gigas ini telah melampaui pengakuan dari pemilik dan saksi-saksi. Pemilik mengaku melepas 12 ekor, sedangkan saksi mengaku total dilepas 18 ekor,” kata Muhlin.
Menyikapi temuan ikan yang terus bertambah itu, pihaknya merasa perlu meminta keterangan lebih lanjut terhadap pemilik dan saksi. Adapun penanganan kasus pelepasliaran ikan arapaima oleh pemilik Pursetyo alias Haji Ghofur masih dalam proses penyelidikan.
BKIPM Surabaya 1 telah menggandeng penyidik Polda Jatim untuk melakukan proses hukum lebih lanjut sebab lokasi kejadian berada di wilayah Sidoarjo dan Mojokerto. Penyidik berhati-hati dalam menentukan peraturan perundangan yang diduga dilanggar.
Selain itu, BKIPM Surabaya 1 juga terus mengawasi 30 ekor araipama yang disita dalam kondisi hidup. Meski berstatus barang bukti, ikan-ikan itu saat ini masih dititipkan kepada pemilik untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut.