Menanti Evakuasi 5 Orang Terakhir dari Goa Tham Luang
CHIANG RAI, SELASA — Masyarakat Chiang Rai, Thailand, Selasa (10/7/2018) sore, menanti dengan penuh harap penyelamatan lima orang terakhir, yakni empat dari 12 anak laki-laki anggota tim sepak bola Moo Pa (Babi Hutan) dan satu pelatih mereka, di Goa Tham Luang.
Warga berharap, operasi terakhir ini dapat berjalan lancar seperti dua operasi sebelumnya. Delapan anak berhasil dievakuasi, masing-masing empat orang pada Minggu (8/7/2018) dan Senin (9/7/2018).
Para penyelam terjun ke dalam goa untuk menyelesaikan operasi penyelamatan 12 remaja laki-laki dan seorang pelatih yang terjebak di Goa Tham Luang Nang Non sejak lebih dari dua pekan silam.
Baca: Misi Penyelamatan Lanjutan Dibayangi Cuaca Buruk
Gubernur Chiang Rai Narongsak Osatanakorn mengatakan, operasi terakhir Selasa ini dimulai setelah pukul 10.00 dengan melibatkan 19 penyelam. Seorang dokter dan tiga anggota Navy SEAL Thailand juga ada di dalam goa itu sejak awal operasi. Mereka semua menunggu di tempat kering yang sempit.
”Empat anak laki-laki, satu pelatih, satu dokter, dan tiga anggota SEAL yang telah bersama anak-anak itu sejak hari pertama diharapkan akan keluar pada hari ini,” ujar Narongsak, Selasa siang.
Menurut Narongsak, operasi penyelamatan tahap akhir ini mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama dari penyelamatan sebelumnya, yakni diperkirakan memakan waktu 11 jam. Operasi Senin kemarin berlangsung selama sembilan jam. Dia tidak merinci mengapa memakan waktu lebih lama.
Namun, Senin kemarin cuaca buruk melanda kawasan Goa Tham Luang. Hujan lebat dan angin kencang terjadi. Ramalan cuaca juga menunjukkan, Selasa ini cuaca pun tidak mendukung. Namun, tim sudah mempelajari dengan baik karakter goa dan air di dalamnya.
Dalam konferensi pers di Chiang Rai, Selasa siang, Sekretaris Tetap Kementerian Kesehatan Publik Thailand Jedsada Chokedamrongsuk mengatakan, delapan anak yang telah dievakuasi kini baik dan sehat.
”Semua delapan anak hari ini dalam kondisi kesehatan yang baik, tak ada yang demam. Semua dalam kondisi mental yang bagus,” ujar Jedsada.
Baca: Delapan Anak Dievakuasi
Jedsada menyebutkan, empat anak pertama yang dievakuasi pada Minggu berusia 12-16 tahun. Mereka sudah makan seperti biasanya dan makan makanan normal. Empat anak kedua yang dievakuasi pada Senin berusia 12-14 tahun.
Mereka semua dalam kondisi ”semangat tinggi” dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat karena mereka adalah para pemain sepak bola.
Thongchai Lertwilairatanapong, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Publik, sebelumnya mengatakan, hasil cek darah menunjukkan ”semua anak laki-laki ada gejala terinfeksi”. Kedelapan anak laki-laki itu berada dalam pengawasan khusus selama satu minggu di rumah sakit.
Operasi penyelamatan kedua pada Senin adalah mengevakuasi empat anak dengan sukses dan dalam waktu lebih singkat dibandingkan operasi pertama yang dilakukan pada Minggu. Kedelapan anak tersebut belum bisa bertemu dengan keluarganya, tetapi pihak keluarga sudah bisa melihat mereka dari balik kaca.
Narongsak Osatanakorn, Kepala Pusat Komando, yang mengoordinasikan operasi penyelamatan itu, mengatakan, operasi pada Senin didukung kondisi yang lebih baik dibandingkan operasi pada Minggu.
Waktu penyelamatan yang lebih singkat menunjukkan tim penyelamat semakin terbiasa dengan proses penyelamatan itu dan mengenal kondisi goa lebih baik.
Baca: Drama di Goa Tham Luang
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, Senin malam, mengunjungi goa dan rumah sakit tempat anak-anak yang telah diselamatkan itu dirawat. Identitas anak-anak yang telah dievakuasi tersebut belum diungkapkan.
Dua minggu terjebak
Sebanyak 12 anak laki-laki pesepak bola dan seorang pelatih mereka menjadi pusat perhatian masyarakat Thailand dan sebagian warga dunia setelah mereka menghilang pada 23 Juni 2018 dan kemudian diketahui terjebak di Goa Tham Luang. Mereka terjebak akibat goa kebanjiran menyusul hujan lebat yang terjadi saat mereka sedang menjelajahi goa itu seusai latihan sepak bola.
Sejak 23 Juni, anak-anak remaja berusia 11-16 tahun dan pelatihnya yang berusia 25 tahun itu terperangkap di dalam perut goa. Posisi terakhir mereka berada 4 kilometer dari mulut goa.
Menurut BBC dan The Guardian, anak-anak tersebut adalah pemain sepak bola dari tim akademi sepak bola Moo Pa atau Wild Boar, yang berarti babi hutan (jantan).
Dilaporkan, mereka mengunjungi goa itu dalam rangka merayakan ulang tahun salah seorang anak. Dalam salah satu tradisi Thailand, ulang tahun dirayakan dengan mengunjungi goa dan menulis namanya di dinding goa itu.
Akan tetapi, hujan deras turun pada hari itu dan membanjiri goa. Kondisi tersebut memaksa anak-anak dan pelatihnya terus mundur semakin jauh dari mulut goa untuk menyelamatkan diri. Saat ini, Thailand memasuki musim hujan yang biasanya berlangsung Juli hingga Oktober.
Anak-anak dan pelatihnya baru ditemukan dua penyelam asal Inggris pada 2 Juli atau 10 hari setelah mereka terjebak di dalam goa. Mereka ditemukan kelaparan di atas tumpukan lumpur. Sejak itu, mereka diberikan pasokan makanan gel berkalori tinggi dan obat-obatan.
Risiko tinggi
Operasi penyelamatan dihantui sejumlah tantangan yang penuh risiko. Saman Kunan (38), salah satu anggota tim penyelamat, tewas akibat kehabisan oksigen dalam perjalanannya dari titik tempat anak-anak itu terjebak ke luar goa. Pakar penyelam itu adalah mantan anggota SEAL Thailand, unit angkatan laut elite Thailand.
Baca: Kematian Penyelam Samarn Membuat Tim Penyelamat Kian Khawatir
”Tugasnya adalah membawa oksigen ke dalam goa. Dia tidak punya cukup oksigen dalam perjalanannya ke luar,” ujar Passakorn Boonyaluck, Wakil Gubernur Chiang Rai.
Tingkat oksigen di dalam goa itu dikhawatirkan tidak cukup karena semakin banyak orang memasuki goa untuk menyediakan berbagai perlengkapan bagi anak-anak itu dan mempersiapkan mereka untuk operasi penyelamatan. Anak-anak tidak memiliki pengalaman menyelam dan ada yang tidak bisa berenang.
Akses dari luar ke perut goa yang sejauh 4 kilometer itu juga sangat sulit dilalui. Penyelam yang ahli pun memerlukan waktu sekitar lima atau enam jam untuk melaluinya. Dari perut goa, lokasi anak-anak dan pelatihnya terperangkap, mereka harus menyelam ke bawah dan kemudian naik ke permukaan choke point melalui lorong yang sangat sempit.
Anak-anak harus merangkak keluar dari lorong sempit dan gelap itu sendiri untuk kemudian mencapai permukaan puncak yang berbatu (choke point).
Dari puncak itu, mereka harus menyelam lagi sekitar 2,4 kilometer hingga titik rescue base. Di sana, kondisi anak-anak akan dicek. Apabila dievakuasi pada siang hari, mereka memerlukan masker dan kacamata matahari karena mereka sudah lama berada di kegelapan goa.
Baca: Kisah tentang Cinta dari Dalam Perut Bumi
Operasi penyelamatan dengan menyelam itu dipilih karena khawatir pada level air di dalam goa yang terus meningkat akibat hujan. Opsi lain yang telah dipertimbangkan adalah menunggu level air di dalam goa surut, yang bisa memerlukan waktu hingga empat bulan.
Pilihan lain adalah dengan mengebor dan menemukan jalan alternatif ke dalam goa melalui poros alamiah. Pilihan itu juga tidak mudah karena kondisi lapangan yang berbukit-bukit dan hutan yang tebal.
Selama ini, tingkat air di dalam goa untungnya stabil. Air terus dipompa keluar dengan mesin pompa air untuk menghindari kenaikan tinggi muka air.
Solidaritas internasional
Kejadian yang dialami 12 anak laki-laki dari klub sepak bola ”Babi Hutan” ini menjadi perhatian luas media internasional dan disaksikan masyarakat di seluruh dunia lewat tayangan televisi dan berita daring. Jay Parini, penyair dan novelis, menyampaikan pesan solidaritasnya kepada CNN.
”Hati kami bersama para penyelam yang telah menunjukkan keberanian dan keterampilan yang luar biasa. Tidak bisa dibayangkan kesulitan yang mereka alami di dalam goa yang sempit, bergerigi, dan arus air yang kuat,” ujar Jay.
Baca: Solidaritas bagi 13 Korban yang Terjebak di Goa
Selain pasukan katak Navy SEAL Thailand, tim penyelamat dan penyelam kawakan dari Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Jepang juga terlibat. ”Kerja keras mereka yang inspiratif ini bermakna simbolis. Ini menunjukkan dunia di mana semua negara bisa kerja sama secara konstruktif untuk tujuan yang sama,” ujar Jay lagi.
Saat mengunjungi keluarga anak-anak itu pada Senin malam, Prayut mengatakan, ”Tidak peduli berapa banyak yang kita keluarkan, tidak ada yang mengeluh tentang hal itu. Hidup adalah hal yang terpenting.” (AP/AFP/BBC/REUTERS)