Dalam politik, apa pun bisa terjadi. Begitu pula dalam sepak bola. Ketegangan politik bisa memengaruhi dukungan dalam sepak bola. Itu pula yang terlihat jelang laga semifinal Piala Dunia 2018 antara Inggris dan Kroasia.
MOSKWA, KOMPAS Dukungan mayoritas penonton di stadion bisa menjadi pemantik semangat tim yang bertarung, tak terkecuali pada laga semifinal Piala Dunia Rusia 2018 antara Inggris dan Kroasia yang akan berlangsung di Stadion Luzhniki, Moskwa, Kamis (12/7/2018) dini hari WIB. Di saat Rusia sudah tersingkir dalam perburuan gelar, simpati dan dukungan suporter tuan rumah, yang menjadi mayoritas penonton di stadion itu, pun diperebutkan di laga tersebut.
Pada duel semifinal ini, mayoritas pemilik tiket laga adalah warga Rusia. Dari sekitar 78.000 penonton di Stadion Luzhniki, diperkirakan hanya sekitar 10.000 fans tim ”Tiga Singa” yang datang langsung dari Inggris untuk menyaksikan laga ini. Sementara pendukung Kroasia yang menonton di laga ini diperkirakan sekitar 5.000 orang. Dengan kondisi itu, simpati dan dukungan suporter tuan rumah bakal menjadi keuntungan bagi tim yang berlaga.
Atmosfer dukungan suporter tuan rumah jelang laga itu diwarnai nuansa politis. Di ujung pendulum sebelah kanan, ketegangan politik Inggris dan Rusia bisa memengaruhi keengganan suporter tuan rumah untuk mendukung Tiga Singa. Seperti diketahui, tiga bulan sebelum gelaran Piala Dunia, hubungan kedua negara memanas akibat insiden pembunuhan agen ganda Rusia, Sergei Skripal, dan pengusiran 23 diplomat Rusia.
Sementara di pendulum sebelah kiri, provokasi politis yang dilakukan bek Kroasia, Domagoj Vida, seusai timnya menyingkirkan Rusia di perempat final, memunculkan kemarahan rakyat Rusia. Setelah laga itu, Vida dan ofisial timnas Kroasia, Ognjen Vukojevic, membuat video dukungan politik kepada Ukraina, negara yang terlibat konflik dengan Rusia. Kasus ini berpotensi membuat suporter tuan rumah enggan mendukung Kroasia.
”Mendukung siapa? Tentu Inggris. Mengapa tidak? Mereka punya banyak pemain bagus. Politik biarkanlah menjadi politik,” ucap Anna Sokolova, warga Rusia yang ditemui di Stadion Luzhniki, Selasa (10/7).
Hal senada disampaikan Maksim Isayevich, sopir taksi di Saint Petersburg. Meski dalam ranah politik hubungan Rusia dan Inggris sedang buruk, Maksim tidak ragu untuk mengapresiasi dan memberikan dukungan kepada Inggris, selain Belgia.
”Piala Dunia ini urusan sepak bola. Kami hanya melihat siapa yang menurut kami bermain lebih bagus. Siapa yang bermain bagus, itulah yang kami suka,” katanya.
Amarah warga
Aleksandr Lozhechnikov, warga Rusia lain yang juga ditemui di Luzhniki, mengakui dukungan ke Tiga Singa tidak lepas dari kemarahannya atas provokasi Vida. ”Tindakannya (Vida) itu memalukan. Kami tidak akan mendukung Kroasia, apalagi barisan simpatisan separatis sepertinya. Jadi, kami akan mendukung Inggris nanti,” katanya.
Pengamat sepak bola asal Rusia, Artur Pertrosyan, mewakili publik tuan rumah, menginginkan Vida dan Vukojevic dihukum oleh FIFA. ”Ini murni bermuatan politik dan sebuah provokasi,” tulisnya di Twitter.
Meski Vida langsung meminta maaf dan hasil investigasi FIFA langsung memutuskan tak menghukum Vida, hal itu tidak meredakan amarah warga Rusia. Genderang perang dibunyikan Yura Reizer, fans dari klub lokal Spartak Moskwa, yang juga merupakan fans Liverpool. Dikutip dari Telegraph, Reizer mengklaim fans ”Sbornaya” dengan jumlah yang signifikan akan datang dan mendukung Inggris.
Sementara itu, blogger terkenal dengan jumlah pengikut 113.000 di Twitter, Yevgeny Potapoff, mengatakan, dua sosok Kroasia telah mengacaukan segalanya. ”Saya mendukung Inggris,” cuitnya.
Di luar persoalan ketegangan politis, performa tim memang menjadi penentu dukungan, khususnya dari suporter negara lain yang telanjur membeli tiket tetapi timnya sudah tersingkir. Carlos, warga Brasil yang datang ke Saint Petersburg untuk menonton laga Perancis dan Belgia, misalnya, memilih menjagokan Belgia meski Belgia merupakan tim yang menyingkirkan Brasil.
”Permainan mereka memang sangat bagus. Lihatlah bagaimana mereka mengoper bola dan melakukan serangan. Saya paling suka melihat Kevin De Bruyne bermain,” katanya.
Carlos datang ke Saint Petersburg dengan tiket yang dibelinya sejak lama. Dengan tiket itu, seharusnya Carlos bisa menyaksikan Brasil berlaga. Setelah Brasil tersingkir, ia menjagokan Belgia dan akan tetap menyaksikan laga tim itu hingga di final. ”Kalau Belgia bisa ke final, saya juga ingin nonton. Kalaupun tidak ada tiket, saya bisa nonton di Fan Fest di Moskwa,” katanya.