Universitas Airlangga Miliki Pusat Penelitian dan Pengembangan Sel Punca
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meresmikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga, Rabu (11/7/2018) di Surabaya.
Lembaga yang menjadi pusat riset dan pelatihan (teaching industry) serta berlokasi di gedung Lembaga Penyakit Tropis Kampus C Universitas Airlangga tersebut akan menjadi tempat penelitian dan pengembangan di bidang sel punca (stem cell) dan produk-produk yang terkait sel punca.
Nasir mengatakan, saat ini banyak industri yang tertarik mengembangkan sel punca. Namun, kebanyakan sulit berkembang karena tidak menggandeng perguruan tinggi.
”Teaching industry dan metabolit sel punca yang dibangun Universitas Airlangga semoga bisa bermanfaat dan memberikan nilai tambah kepada peneliti, industri, dan masyarakat,” ujarnya.
Kementerian Riset, Teknologi, Pendidikan Tinggi, lanjut Nasir, terus berupaya mendorong pengembangan metode pengobatan baru tersebut. Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 9,3 miliar per tahun untuk pengembangan sel punca.
Menurut Nasir, semua pihak tidak boleh menutup diri dengan perkembangan dunia kesehatan. Perguruan tinggi dan industri harus terbuka dengan teknologi baru yang ditemukan dosen dan peneliti. Oleh sebab itu, inovasi sel punca harus terus dikembangkan karena bisa memberikan manfaat yang besar terhadap dunia kesehatan.
Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Universitas Airlangga dr Purwati SpPD K-PTI Finasim mengatakan, sel punca menjadi harapan baru bagi dunia kedokteran ketika perkembangan medical treatment internasional mulai meninggalkan syntetic ke biologycal. ”Hal ini sudah sejalan dengan Revolusi Industri 4.0,” ucapnya.
Hingga saat ini, sudah lebih dari 600 pasien yang menjalani metode pengobatan menggunakan sel punca di Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya. Umumnya adalah pasien diabetes melitus dengan tingkat keberhasilan 30 persen hingga 100 persen.
Pihaknya kini juga sedang mengembangkan produk metabolit sel punca berupa formula anti-penuaan. Produk berupa serum yang penggunaannya dioleskan ke wajah itu berasal dari plasenta. Harganya bisa lebih murah lima kali lipat dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari luar negeri.
Produk ini sedang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan dan diharapkan awal 2019 sudah selesai. ”Setelah selesai registrasi produk, formula anti-penuaan akan diproduksi oleh PT Phapros,” ujar Purwati.
Dia mengatakan, formula anti-penuaan memiliki pasar yang besar di Indonesia. Berdasarkan kajian industri dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, potensi penjualan produk ini dalam 16 tahun mencapai Rp 18,6 triliun.
”Kami siap memproduksi 300 liter selama 2019 dan bisa terus meningkat tiap tahun karena tren permintaan tinggi,” ucap Purwati.