MAKASSAR, KOMPAS — Ribuan rumah di tujuh kecamatan di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, terendam air setinggi 50 sentimeter hingga lebih dari 3 meter akibat luapan Danau Tempe. Sepuluh tahun terakhir, inilah banjir terbesar di sekitar danau, yang tahun ini mulai meluap sejak akhir Mei 2018 dan menewaskan 8 orang.
Selasa (10/7/2018) sore, sebagian aktivitas warga ataupun perkantoran dilaporkan lumpuh akibat banjir. Banyak pelajar tak bisa bersekolah. Banjir kian parah karena di Wajo dan sekitarnya hujan lebat turun.
”Ada 14 .000 rumah lebih terendam dan berdampak bagi lebih dari 16.000 keluarga dan sekitar 50.700 jiwa. Ada 60 sekolah dan 40 masjid terendam, serta jalan sepanjang 47 kilometer dan 17 jembatan ikut terendam. Ribuan hektar sawah dan kebun juga terendam,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wajo Alamsyah, Selasa sore.
Selain tenda darurat, masjid, kantor kelurahan, dan aula serta balai desa dijadikan tempat pengungsi.
Danau Tempe adalah danau purba di Sulawesi Selatan berbatasan dengan Kabupaten Wajo, Sidrap, Soppeng. Danau ini muara bagi belasan sungai besar dan kecil dari delapan kabupaten, sedangkan satu-satunya keluar air danau adalah Teluk Bone. Itu melalui beberapa desa di Bone dan sekitarnya.
Danau Tempe juga termasuk salah satu danau kritis di Indonesia. Sedimentasi di hulu sungai membuat danau mendangkal dan tak cukup menampung luapan air. Tak hanya Wajo, banjir juga merendam sebagian Soppeng, Sidrap, dan Bone.
Menurut Alamsyah, posko-posko pengungsi dibuka di beberapa titik untuk menampung warga yang rumahnya terendam, sama sekali tak bisa ditinggali.
Data posko bencana alam Kabupaten Wajo, banjir merendam 7 kecamatan yang meliputi 18 kelurahan dan 41 desa. Ketujuh kecamatan itu adalah Kecamatan Tempe, Tanasitolo, Bola, Sabbangparu, Belawa, Pammana, dan Majauleng. Di sana, ketinggian air lebih dari 3 meter.
Warga mengungsi
Untuk sementara, warga yang mengungsi menempati beberapa lokasi di sejumlah titik yang diatur BPBD Wajo. Selain tenda darurat, masjid, kantor kelurahan, dan aula serta balai desa dijadikan tempat pengungsi.
Beberapa warga juga berinisiatif mengungsi secara mandiri. Sebagian lain ditampung di rumah-rumah keluarga dan kerabat yang aman.
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Wajo Syamsul Bahri mengatakan, saat ini selain membuka posko pengungsian, pemerintah juga menyuplai kebutuhan bahan pokok, pakaian, hingga air bersih untuk warga.
”Sebelumnya kami juga membantu bambu untuk titian dari rumah ke rumah hingga jalan raya. Luapan air membuat banyak yang rusak dan terendam,” katanya.
Meski banyak rumah warga berupa rumah panggung, karena ketinggian air lebih 3 meter, tetap banyak rumah yang terendam.
Hingga Selasa, hujan mulai reda dan air surut di sejumlah lokasi. Namun, lebih banyak rumah yang tetap terendam. Itu disebabkan luapan air dan hujan di hulu-hulu sungai yang alirannya masuk ke Danau Tempe.