Danau Tempe Masih Meluap, Aktivitas Warga Belum Normal
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
SENGKANG, KOMPAS - Ribuan bangunan, sesuai pantauan Rabu (11/7/2018), masih terendam luapan air Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Aktivitas warga, seperti terlihat di Sengkang, ibu kota Kabupaten Wajo, sebagian lumpuh total.
Pengamatan di sejumlah lokasi banjir, ketinggian air masih berkisar 50 sentimeter hingga 300 cm (tiga meter), walau sebagian mulai surut. Di lokasi banjir, semua tempat harus dijangkau dengan berperahu.
Jalan permukiman yang sempit, juga sebaran eceng gondok, membuat perahu kesulitan melaju. Warga bertahan di rumah-rumah panggung, di ruang setinggi kurang dari dua meter antara batas muka air dan plafon. Sulitnya akses membuat mereka mandi dan mencuci dengan air genangan banjir.
Banjir setiap tahun dan setiap kali banjir, anak-anak tidak sekolah.
“Saya pasang panggung tinggi di tengah rumah untuk tempat tidur dan memasak. Sebenarnya saya sudah mengungsi bulan lalu dan baru satu minggu balik. Air lumayan surut meski rumah masih terendam,” kata Ambo Sennag (50), warga Sengkang, pusat ibu kota yang berada sekitar tujuh kilometer dari Danau Tempe, di sisi barat Kabupaten Wajo.
Sejak meluap Mei 2018, setidaknya 14.000 rumah terendam, mendampak 16.000 keluarga atau setara 50.700 jiwa. Delapan orang, sebagian anak-anak, dilaporkan tewas tenggelam.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wajo, Alamsyah, dampak banjir tahunan ini menimbulkan kerugian lebih besar. Taksiran sementara mencapai Rp 32,5 miliar, meliputi kerusakan bangunan sekolah, bangunan dan fasilitas kesehatan, kantor, rumah warga, jalan, hingga jembatan.
Setidaknya, 60 sekolah dan 40 mesjid terendam. Lalu, 47 kilometer dan 17 jembatan juga terendam. Itu belum termasuk di daerah lain di luar Wajo.
Sekolah darurat
Terkait pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo menyiapkan sekolah darurat bagi pelajar yang sekolahnya terendam. Saat ini, aktivitas belajar mengajar belum bisa dilakukan meskipun musim libur bagi sebagian pelajar telah berakhir.
Di SDN 373 Laelo dan SDN 21 Salo Menraleng misalnya, hampir tidak ada buku terselamatkan. Banjir sejak akhir Mei lalu itu tak hanya merendam bangunan, tapi juga mengirim lautan eceng gondok. Di sejumlah kawasan permukiman dan sekolah, kondisinya seperti kawasan yang mati.
Kartini (43), warga Kelurahan Watang Lipue, Kecamatan Tempe, prihatin dengan pendidikan anaknya. “Banjir setiap tahun dan setiap kali banjir, anak-anak tidak sekolah. Kalaupun ada sekolah darurat, kadang kondisi rumah yang terendam membuat kami sulit mengatur antarjemput anak,” kata dia.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo, Jasman Juanda mengatakan, pihak Dinas Pendidikan menyiapkan sekolah darurat untuk ribuan pelajar yang sekolahnya terendam. Siswa SMP dan SMU libur dan bersiap masuk lagi Senin (16/7/2018).
Tahun-tahun sebelumnya, Danau Tempe selalu meluap. Namun, tahun ini cukup besar dan hampir dua bulan. Penduduk Kabupaten Wajo menerima dampak terbesar dari luapan danau muara sejumlah sungai itu, meski ada delapan daerah menyumbang kerusakan danau kritis seluas 13.000 hektar itu.