JAKARTA, KOMPAS - Tiga pekan menjelang pembukaan pendaftaran calon peserta Pemilihan Presiden 2019 yang dibuka 4 Agustus 2018, Joko Widodo masih menyeleksi lima nama bakal calon wakil presiden pendampingnya. Namun, ia menolak menyebutkan lima nama itu.
”Sebelumnya 10 (nama), sekarang mengerucut ke lima (nama). Bisa (dari) partai, bisa nonpartai, bisa profesional, bisa sipil, bisa TNI/Polri, semuanya bisa,” kata Jokowi di Jakarta, Rabu (11/7/2018), saat ditanya bakal cawapres yang akan mendampinginya pada Pemilu 2019.
Jokowi menegaskan, lima nama masih dalam tahap penggodokan. Penjajakan tidak hanya dilakukan Jokowi, tetapi juga dikomunikasikan dengan partai-partai politik pendukung.
Partai Golkar intensif melakukan pendekatan ke sejumlah parpol yang belum menentukan arah koalisi pada Pemilu 2019. Komunikasi itu, misalnya, dilakukan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Wilayah Sumatera Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Golkar masih mendukung Jokowi sebagai calon presiden untuk Pemilu 2019. Namun, saat ini juga ada dorongan di internal Golkar agar Airlangga dijadikan cawapres Jokowi. ”Kami masih berharap salah satu nama cawapres yang dikantongi Presiden itu namanya (Airlangga),” katanya.
Jika tuntutan dan dorongan dari internal partai tidak bisa dipenuhi, kata Doli, ada langkah cadangan yang tengah dikaji Golkar.
Membantah
Namun, Airlangga Hartarto menampik adanya opsi atau skenario lain yang disiapkan Golkar, seperti keluar dari koalisi, jika ia batal menjadi cawapres Jokowi.
Menurut dia, keputusan Golkar untuk mendukung Jokowi pada Pilpres 2019 sudah diambil secara resmi dalam Rapat Pimpinan Nasional dan Musyawarah Nasional Partai Golkar. Ia membantah adanya opsi atau skenario lain yang disiapkan Golkar, seperti keluar dari koalisi, jika batal menjadi cawapres Jokowi.
”Golkar sudah punya sistem dan mekanisme. Ada mekanisme yang dibuat dari awal saat kita mendukung Pak Presiden tanpa pamrih. Kami tidak bisa berpaling begitu saja. Tentu pembicaraan di warung-warung (pembicaraan informal) bukan bagian dari keputusan,” ujar Airlangga.
Menurut Airlangga, pertemuan dirinya dengan Yudhoyono adalah untuk mengajak Demokrat bergabung dengan koalisi Jokowi pada 2019. Meski bangunan koalisi Jokowi sudah memenuhi syarat persyaratan capres-cawapres dan sudah mendekati final, tetapi masih membuka pintu untuk partai lain bergabung. ”(Respons Yudhoyono), beliau menjanjikan juga. Masih terbuka opsi bergabung, ada opsi lain juga yang dipersiapkan. Jadi masih terbuka,” katanya.
Wakil Sekjen PDI-P Eriko Sotarduga menuturkan, pihaknya berprasangka baik dengan komunikasi yang dilakukan Airlangga dengan Yudhoyono. ”Kami berprasangka baik saja, barangkali komunikasi dijalin untuk mengajak Demokrat agar mau bergabung bersama koalisi pendukung Jokowi karena sejauh ini situasi Demokrat masih belum jelas,” ujarnya.
Atas dasar prasangka baik itu, PDI-P masih yakin Golkar tetap akan di koalisi Jokowi pada Pemilu 2019 meski Airlangga tak dipilih jadi cawapres. ” Jika dukungan partai hanya untuk mengejar urusan pragmatis, masyarakat yang akan menilainya. Apalagi masyarakat kini semakin jeli dalam memilih,” tambahnya.
Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi dan Ketua DPP Partai Nasdem Taufiqulhadi, secara terpisah, juga berprasangka baik atas pendekatan Golkar ke Demokrat.
Dalam komunikasi yang terjalin di antara partai pendukung Jokowi di Pemilu 2019, menurut Baidowi, Golkar tetap menyatakan berkomitmen untuk bersama-sama mendukung Jokowi pada 2019.