JAKARTA, KOMPAS – Kemacetan dari dan menuju kawasan pelabuhan peti kemas di Jakarta Utara belum teratasi. Jika tidak ada perbaikan kondisi, kemacetan berpotensi mengganggu arus ekspor-impor dan selanjutnya melemahkan perekonomian.
Upaya mengatasi kemacetan di jalan akses pelabuhan sebenarnya sudah dibahas di tingkat Kota Jakarta Utara, waktu itu dipimpin Wali Kota Husein Murad, sebelum diganti oleh Syamsuddin Lologau. Namun, belum terlihat adanya perubahan di lapangan. “Sampai saat ini masih tetap macet, boleh dibilang hampir sama saja,” tutur Wakil Ketua V Bidang Humas, Riset, dan Teknologi Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Provinsi DKI Jakarta, Jimmy B Ruslim, saat dijumpai pada Selasa (11/7/2018), di Jakarta.
Menurut Jimmy, masalah paling krusial adalah tersendatnya arus lalu lintas truk peti kemas yang masuk Pelabuhan New Port Container Terminal One (NPCT1) di Kalibaru, Jakarta Utara. Itu lantaran proses sistem pelayanan di NPCT1 terlampau lama.
Masalahnya antara lain pemeriksaan terhadap truk penarik peti kemas yang lama di gerbang pertama. Sekadar pemeriksaan nomor polisi truk dan dokumen yang dibawa butuh waktu tiga menit. Setelah masuk area pelabuhan, supir truk menghabiskan 3-10 menit lagi untuk pencarian kontainer yang akan dibawanya keluar. Padahal, jarak gerbang masuk dengan jalan raya sangat dekat, sehingga berimbas pada kemacetan.
Selain itu, lanjut Jimmy, kemacetan diperparah oleh mahalnya tarif tol untuk truk kontainer sehingga supir truk memilih masuk jalan non tol; banyaknya truk kontainer yang parkir di bahu jalan karena luas depo-depo kontainer di Cakung, Marunda, dan Cilincing kurang memadai; serta adanya depo overbrengen (tempat penumpukan sementara peti kemas dari terminal asal) di dekat NPCT1 yang tidak beroperasi 24 jam sehingga supir memilih memarkirkan truk di bahu jalan sambil menanti gerbang depo dibuka.
Aptrindo DKI beranggotakan sekitar 5.000 perusahaan jasa pengangkutan dengan truk. Bisnis dari 60 persen perusahaan-perusahaan itu terkait dengan pelabuhan sehingga otomatis terdampak oleh kemacetan akses pelabuhan.
Truk-truk peti kemas berdatangan ke NPCT1 karena kapal-kapal besar pengangkut peti kemas yang terkenal di dunia berlabuh di sana. Jimmy mencontohkan, kapal tersebut antara lain dari Ocean Network Express (One), Evergreen, Maersk Line, dan Mediterranean Shipping Company (MSC).
Satu kapal rata-rata mampu mengangkut 5.000 unit ekuivalen 20 kaki (TEU), sehingga di akhir pekan bisa ada 25.000 TEU yang mesti dibawa keluar NPCT. Artinya, akan ada 25.000 truk kontainer yang masuk untuk mengambilnya, ditambah 25.000 truk yang masuk membawa kontainer untuk diangkut kapal-kapal itu.
Trucking Manager PT Dunia Express Transindo (Dunex), Tonny Wijaya, mengatakan, perusahaan tempatnya bekerja memiliki sekitar 220 truk kontainer dan semuanya keluar-masuk pelabuhan. Dunex juga punya 80-an truk pembawa mobil (car carrier) yang ikut terimbas kemacetan NPCT1. Itu lantaran pelabuhan tujuan truk pembawa mobil, Indonesia Kendaraan Terminal (IKT), bisa dicapai setelah melewati depan area NPCT1.
Kemacetan terparah yang pernah dialami supir-supir truk Dunex terjadi pada April, di hari Sabtu. Tonny menceritakan, ada yang berangkat pukul 11.00, terjebak kemacetan mulai di depan Komando Distrik Militer 0502/Jakarta Utara, dan tiba di pelabuhan pukul 22.00. Padahal, jaraknya hanya sekitar 8 kilometer. Bahkan, ada supir yang pernah menangis meminta untuk tidak ditugaskan lagi mengantarkan peti kemas ke pelabuhan di hari yang sama akibat stress terkena macet. “Jarak tersebut normalnya bisa ditempuh 34 menit-satu jam, tetapi saat macet bisa menjadi 2-8 jam,” ujar dia.
Kemacetan biasanya terjadi pada Jumat-Minggu, karena di hari-hari tersebut, kapal-kapal besar pengangkut peti kemas tiba di NPCT1. Pada pantauan hari Rabu (11/7/2018), kemacetan terutama dialami para pengemudi yang berkendara dari Jalan Jampea di depan Rumah Sakit Umum Daerah Koja menuju area sekitar Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara di Jalan Laksamana Yos Sudarso.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara Benhard Hutajulu menuturkan, masalah utama terletak pada pelayanan di NPCT1 yang belum cepat, dan itu di luar kewenangan pihaknya. Penanganan kemacetan di akses pelabuhan dengan demikian butuh koordinasi dengan pemangku kepentingan tingkat nasional juga, termasuk Kementerian Perhubungan, Badan Pengatur Jalan Tol, dan otoritas pelabuhan. (JOG)