Dia dikenal sebagai sosok rendah hati, menyukai alam bebas, terutama mendaki, dan meditasi. Sejak usia 10 tahun, Ekkapol Chantawong (25) sudah menjadi calon biksu. Namun, saat dewasa, ia memilih mengurus neneknya di Mae Sai, Thailand. Dari sinilah Ekkapol menjadi pelatih sepak bola Wild Boars.
Ekkapol berasal dari etnis Tai Lue yang bergabung dalam komunitas Mae Sai, tempat nenek moyang mereka berabad-abad tinggal di kawasan ”Segitiga Emas” persimpangan Thailand, Myanmar, Laos, dan China. Hal itu membuat Ekkapol tidak memiliki kewarganegaraan ataupun negara. Dia stateless, satu di antara 480.000 orang yang hidup di Thailand tanpa memiliki kewarganegaraan.
Nasib Ekkapol menjadi sorotan setelah bersama 12 anak asuhnya terperangkap di Goa Tham Luang selama 19 hari. Dia dipuji karena berhasil membuat anak-anak berusia 11-16 tahun itu tetap tenang dalam kegelapan dan kelaparan.
Ekkapol juga merupakan orang terakhir yang diselamatkan oleh regu penyelam. Ia menerima surat dari para orangtua yang anak-anak mereka terperangkap bersamanya. ”Jangan menyalahkan dirimu. Kami semua orangtua memintamu untuk menjaga anak-anak kami.”
Ekkapol kemudian menulis surat balasan yang isinya meminta maaf kepada para orangtua dan berjanji ”akan melindungi sebaik-baiknya anak-anak mereka”. Surat ini membuat terharu warga Thailand.
Selain Ekkapol, ada tiga anak yang juga tidak memiliki kewarganegaraan, yaitu Dul, Mark, dan Tee. ”Memperoleh kewarganegaraan adalah harapan tertinggi anak-anak ini. Sebelumnya, mereka selalu kesulitan jika harus bepergian untuk bertanding di luar Chiang Rai,” ungkap pemilik klub Wild Boars, Nopparat Khanthavong, kepada AFP.
Tanpa paspor, para anak-anak itu, juga Ekkapol, mustahil untuk memenuhi undangan sejumlah klub sepak bola dunia, seperti Manchester United pada musim depan. ”Anak-anak ini juga tidak akan bisa menjadi pemain sepak bola profesional karena mereka tidak memiliki status yang jelas,” tutur Nopparat.
Ketua Amnesty International Thailand Pornpen Khongkachonkiet berharap tragedi Goa Tham Luang yang telah menyedot perhatian dan bantuan dari seluruh dunia bisa mengubah kebijakan Pemerintah Thailand terhadap nasib warga yang tak memiliki kewarganegaraan. ”Isu anak-anak yang terperangkap di goa seharusnya menjadi peringatan...untuk memberikan mereka kewarganegaraan.”
Ekkapol dikenal para orangtua ataupun murid-muridnya sebagai guru yang baik hati dan sabar, serta selalu memberi semangat anak-anak yang memiliki kemampuan sangat rendah. Namun, ia tidak diakui kualifikasinya untuk menjadi warga negara.
Peran sang dokter
Richard Harris, penyelam kelas dunia sekaligus dokter asal Australia, adalah sosok sentral dalam operasi penyelamatan yang penuh bahaya itu. Ia merupakan orang terakhir yang meninggalkan goa yang dipenuhi air. Harry, demikian panggilannya, membatalkan liburan dan langsung datang ke Thailand saat mendengar kabar anak-anak yang terperangkap.
Media Australia menyebutkan, setiap hari Harry menyabung nyawa menyelam sejauh 4 kilometer untuk memberikan penanganan medis kepada 12 anak beserta sang pelatih. Ia juga yang memberikan kata akhir tentang siapa yang bisa dievakuasi keluar goa dan siapa yang tetap tinggal.
Di saat seluruh evakuasi berakhir, Harry kemarin menerima kabar, ayah kandungnya meninggal dunia. ”Ini adalah saat yang menyedihkan bagi keluarga Harry,” kata Andrew Pearce dari klinik tempat Harry bekerja.
Kepada PM Australia Malcolm Turnbull, Harry melalui Skype mengatakan, ”Pahlawan sebenarnya adalah anak-anak dan keempat anggota SEAL AL Thailand yang menjaga mereka.” (AFP/REUTERS/MYR)