JAKARTA, KOMPAS—Sidang kasus penyerobotan lahan di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu ditunda kembali. Penundaan diputuskan karena saksi pelapor yaitu Direktur utama PT Bumi Pari Asri, Pintarso Adijanto tidak datang ketiga kalinya. Pintarso tidak memberikan keterangan jelas atas ketidakhadirannya, Kamis (12/7/2018).
Pada Selasa (26/6/2018) lalu, sidang ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan gajah Mada, Jakarta Pusat. Ketika itu, saksi tidak datang untuk kedua kalinya.
Kasus penyerobotan lahan ini dilaporkan kepada Ketua RW 04 Pulau Pari, Sulaiman Hanafi (36) oleh Pintarso Adijanto sejak September 2017. Sulaiman dituding mendirikan rumah penginapan yang diklaim milik perusahaan PT Bumi Pari Asri.
Menurut Tigor Hutapea, kuasa hukum Koalisi Selamatkan Pulau Pari mengatakan, Sulaiman tidak mendirikan rumah di lahan milik PT Bumi Pari Asri ini. Sulaiman hanya menjadi penjaga rumah penginapan milik orang lain, yakni Surdin.
Terdakwa kasus penyerobotan lahan di Pulau Pari, Sulaiman menjadi terdakwa dengan dakwaan pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), penyerobotan tanah yang bukan menjadi miliknya. Sedangkan pasal 167 KUHP, mengenai masuknya orang lain ke rumah orang lain.
Kata Tigor, berdasarkan pasal 160 KUHP, saksi pelapor wajib hadir dalam persidangan, dan harus diperiksa untuk pertama kalinya. Pada penetapan sidang tadi, Hakim Ketua Ramses Pasaribu menetapkan sidang lanjutan kembali pada Senin, 23 Juli 2018 dengan menghadirkan dengan penjemputan secara paksa saksi pelapor.
“Pintarso sudah tidak hadir dua kali dalam persidangan ini. Saksi Pelapor berdasarkan pasal 160 KUHP seharusnya, hadir dalam persidangan. Dia harus diperiksa dan diadili terlebih untuk pertama kalinya. Tetapi ini tidak bisa,” ucap Tigor.
Melalui keterangan Jaksa Penuntut Umum, Mat Yasin mengatakan, Pintarso sedang berada di China. Lewat stafnya, Pintarso memberikan surat yang menyatakan dirinya diundang oleh salah satu perusahaan asing milik Malaysia untuk bertemu di China.
Namun, menurut Tigor, surat tersebut tidak memberikan petunjuk bahwa Pintarso berada di China atau tidak. Surat tersebut hanya mengundang Pintarso untuk datang, ke China. Tigor menyatakan, bisa saja Pintarso tidak berada di China. Alangkah baiknya, ucap Tigor, Pintarso menyertakan tiket pesawat, atau visa yang menunjukkan dirinya berada di China.
Sulaiman mengaku pasrah dengan proses hukum yang sedang berjalan. Ia menjadi tersangka sejak Oktober 2017. Ia sangat mengharapkan, Pintarso dapat memberikan keterangan terkait dengan kasus yang dialaminya. Untuk sementara, dirinya tinggal di Kali Adem Muara Angke.
“Saya berharap beliau (Pintarso) datang. Supaya semua masalah ini segera selesai. Dan, saya bisa mendapatkan kejelasan tempat tinggal,” ucap Sulaiman.
Dukungan
Sebelum persidangan dimulai, sekitar pukul 14.00 di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara terdapat para demonstrasi yang menyuarakan dukungan kepada Sulaiman. Orator demo tersebut mengatakan, supaya sidang yang dijalani oleh Sulaiman segera disudahi. Ia bersama 40 orang warga Pulau Pari berharap masalah ini selesai.
Mereka berdiri dengan membawa bendera merah putih, dan spanduk “Save Pulau Pari”. Buyung mengatakan, tuntutan yang dialami Sulaiman tidak benar. Ia berharap pemerintah turut ikut ambil bagian agar masalah ini segera selesai.
“Saya dan teman-teman Pulau Pari ingin Pemrov, Pemkot, dan Kejaksaan bertindak adil kepada bapak Sulaiman. Kami ingin menduduki pulau Pari dengan aman dan nyaman. Kami bukan turis di rumah kami,” ujar Buyung.