Upaya Menyelamatkan Karya Seni Berusia Ratusan Tahun
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
Istana kolonial tua berdiri megah di kota Cuzco, Pegunungan Andes, Peru. Istana itu penuh dengan harta karun dari zaman keemasan Peru. Namun, kini, suasananya lebih terasa seperti ruang ”gawat darurat”.
Istana tersebut menjadi lokasi bengkel untuk membenahi karya-karya seni yang rusak. Sejumlah patung orang kudus Katolik Roma yang kepalanya terpenggal, patung-patung malaikat yang terpotong, dan lukisan-lukisan yang hangus dari gereja-gereja terpencil di sepanjang Pegunungan Andes seolah menemukan tempat mereka di sana.
Sebuah tim spesialis mendedikasikan diri bekerja untuk merestorasi patung-patung dan karya seni lainnya setelah rusak akibat bencana kebakaran dan selama berabad-abad dilalaikan.
”Mereka seperti pasien yang menderita kanker stadium akhir yang kami hidupkan kembali,” kata Kepala Konservasi Kanvas di Pusat Restorasi Kebudayaan di Cuzco Erwin Castilla.
Pusat restorasi ini dibuka pada 2003 dan mengklaim sebagai satu-satunya lembaga restorasi yang beroperasi di Peru. Pusat restorasi telah memberikan kontribusi besar terhadap warisan budaya Peru antara tahun 2015 dan 2017. Mereka menyelamatkan lebih dari 500 lukisan, patung, dan potongan keramik.
Teknologi modern
Tim pusat restorasi tersebut terdiri dari 50 tenaga konservasi. Selama bekerja merestorasi karya-karya seni, mereka mengenakan masker dan menggunakan teknologi modern, seperti mesin pemindai sinar X serta ultraviolet, untuk memunculkan kembali lukisan yang telah memudar pada kanvas dengan usia rata-rata 300 tahun.
Kota Cuzco adalah ibu kota Kekaisaran Inca kuno. Dari abad ke-16 hingga ke-18, Cuzco menjadi pusat seni bertema Katolik di bawah penjajah Spanyol. Lukisan-lukisan Cuzco mencerminkan perpaduan yang kaya dari pengaruh Eropa dengan citra pribumi, serta teknik artistik lokal yang kemudian menyebar ke seluruh Amerika Selatan.
Para konservasionis menyimpan catatan terperinci dari setiap karya seni seolah-olah mereka adalah bagan medis pasien. Sebuah dewan ahli kemudian meneliti catatan tersebut untuk menentukan bagaimana cara menyelamatkan karya seni tersebut.
Pusat restorasi ini menerima permintaan bantuan dari gereja-gereja kecil di desa-desa terpencil di Pegunungan Andes yang telah eksis selama berabad-abad. Banyak lukisan yang rusak karena air hujan, tersengat sinar matahari, berjamur, bahkan mengalami cacat karena direstorasi oleh tangan yang tidak terlatih.
”Kami harus maju sedikit demi sedikit. Terkadang butuh waktu bertahun-tahun,” kata Castilla.
Hangus terbakar
Satu lukisan yang direstorasi oleh seniman pribumi, Diego Quispe Tito, hangus terbakar pada 2016 di sebuah gereja Cuzco bersama dengan lebih dari 30 karya seni lainnya. Pihak berwenang memperkirakan kerugian dari kebakaran itu mencapai hampir 2 juta dollar AS (sekitar Rp 28 miliar).
Tim ini juga merestorasi patung-patung para martir Katolik yang terbuat dari kayu dan kain yang sering kehilangan bagian kepala atau lengan.
Menurut Nidia Perez, sejarawan seni yang mengepalai bengkel tersebut, pusat restorasi berjuang keras agar bisa tetap berjalan dengan anggaran yang sangat ketat, 700.000 dollar AS (sekitar Rp 10,1 miliar) per tahun. Meski demikian, tim restorasi tidak pernah putus asa dan tetap teguh pada misi mereka.
”Kami akan terus menghidupkan memori seni warga Pegunungan Andes. Kami harus bertarung setiap hari agar karya seni itu tidak lenyap,” kata Perez. (AP)